Sabtu, 13 Februari 2010

Apakah menyentuh wanita membatalkan wudhu? Bagaimana jika wanita tersebut adalah istrinya sendiri, mahramnya, atau wanita lain?

Apakah menyentuh wanita membatalkan wudhu? Bagaimana jika wanita tersebut adalah istrinya sendiri, mahramnya, atau wanita lain? Apa sebenarnya makna ‘menyentuh’ itu?

Jawaban menyentuh wanita yg bukan mahramnya adalah haram. Imam Al-Thabrani meriwayatkan dalam kitab Al-Mu’jam beliau, Ma’qil bin Yasar Radiyallahu’anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda:

“Sungguh, lebih baik seseorang ditusuk dengan besi panas di kepalanya dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya”

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam kitab shahih-nya,
Abu Hurairah berkata,

“ Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, “Telah ditetapkan bagi keturunan Adam bagian dari zina yang pasti akan menimpanya, tanpa kecuali. zina mata adalah memandang, zina telinga adalah mendengar, zina tangan adalah memegang, zina kaki adalah melangkah, sementara hati mendorong dan berangan-angan. Kemaluanlah yang akan membenarkan semua itu atau sebaliknya mendustakannya.”

Dari sini diketahui bahwa tidak boleh menyentuh wanita yang bukan mahram, tanpa keperluan mendesak. Kalau ada keperluan mendesak –misal profesi dokter, sementara tidak ditemukan selain dokter yang berbeda jenis kelamin; hal ini termasuk kebutuhan yang sangat mendesak- maka tidak mengapa bersentuhan dengan wanita yang bukan mahramnya. Tentu saja tetap berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalam hubungan yang berbahaya.
Tentang batal tidaknya wudhu karena menyentuh wanita, yang sahih –dari sekian banyak pendapat ulama –adalah tidak membatalkan wudhu. Sebagian ulama –yang berpendapat batalnya wudhu karena sentuhan dengan wanita –berdalil dengan firman Allah Azza wa jalla…

.”….atau kalian telah menyentuh wanita…”(Al-Maidah : 6)

Maksud ‘menyentuh’ dalam ayat tersebut adalah jima’(hubungan intim),sebagaimana disebutkan oleh Ibnu ‘Abbas Radiyallahu ‘anhu tentang tafsir ayat tersebut.
Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahih-nya, ‘Aisyah Radiyallahu’anha berkata,

“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam mengerjakan shalat pada suatu malam sementara aku berada persis di hadapan beliau. Ketika hendak sujud beliau pun menggeser kakiku.”

Dalam hadits tersebut disebutkan (Nabi tidak mengulang wudhunya, karena memang,red)tidak batal wudhunya, jadi masalah ini sebenarnya sudah jelas.
Ulama yang berpendapat bahwa menyentuh wanita dapat membatalkan wudhu mendasarkan pada sebuah hadits yang tercantum dalam Al-Sunna. Hadits tersebut menyebutkan bahwa Mu’adz bin Jabal Radiyallahu’anhu menceritakan tentang seseorang yang mendatangi Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam seraya berkata,

“Wahai Rasulullah, aku telah mencium istriku,” namun Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam diam hingga Allah Subhaanahu wa Ta’ala menurunkan ayat:

“Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan dan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan buruk…”(Hud : 114)

Kemudian beliau bersabda kepadanya,

“Berdirilah lalu berwudhu dan shalatlah dua raka’at.”

Hadist ini tidak shahih, karena berasal dari jalan “Abdurrahman bin Laila yang tidak mendengar langsung dari Mu’adz bin Jabal. Ini alasan pertama. Alasan kedua, seandainya hadits tersebut sahih, tidak serta merta menunjukkan bahwa wudhu orang tersebut batal, karena ada kemungkinan bahnwa orang tersebut memang tadinya belum berwudhu. Hadits ini adalah salah satu argumentasi di samping ayat yang mulia (Surat Al-Maidah ayat 6,red). Yang jelas, seperti anda ketahui Ibnu Abbas Radiyallahu’anhu menafsirkan (kata lamastum/menyentuh,red) dalam ayat tersebut adalah jima’(hubungan badan). Wallahul musta’an….

Dikutip dari Majalah Fatawa Vol. VI/no. 01 Hal: 16-17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar