Saudara-saudara, saat ini kita hidup di zaman yang penuh dengan kerusakan. Kebanyakan kaum muslimin telah acuh dan meninggalkan agamanya. Mereka sibuk dan tenggelam dalam dunia serta melupakan akhirat. Akibatnya, kebodohan pun tersebar di mana-mana. Satu hal yang sangat memprihatinkan adalah banyaknya kaum muslimin yang terjerumus dalam dosa yang paling besar dan paling berbahaya, yaitu dosa syirik.
Kebanyakan kaum muslimin telah mengetahui bahwa syirik adalah dosa yang paling besar dan pelakunya akan kekal di neraka jika sampai meninggal dunia tidak bertaubat dari dosa syirik tersebut. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
“…Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.”( Al Maidah: 72)
Akan tetapi, sayang sungguh sayang, banyak kaum muslimin tidak memahami apa hakekat syirik dan apa hakekat tauhid sehingga mereka pun jatuh ke dalam perbuatan syirik tanpa mereka sadari. Bahkan, kesyirikan yang mereka lakukan jauh lebih parah daripada kesyirikan yang dilakukan oleh orang musyrik di zaman Nabi shalalahu ‘alaihi wassalam. Hal ini dapat kita tinjau dari beberapa sisi sebagai berikut:
1. Orang musyrik zaman dahulu mengakui sifat rububiyyah Allah
Orang musyrik yang diperangi oleh Rosulullah menetapkan sifat rububiyah bagi Allah semata, yaitu mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Maha Pencipta, Pemberi rizki, tidak ada yang menghidupkan dan yang mematikan kecuali Dia, tidak ada yang mengatur alam semesta selain Dia. Hal ini terbukti ketika orang musyrik ditanya tentang hal tersebut, mereka akan menjawab Allah sebagaimana yang disebutkan di dalam Al Qur’an:
"Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah." Maka katakanlah "Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?"(Yunus : 31).
"Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah )?."(Az-Zukhruf : 87).
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, Apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, Apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.”(Az Zumar: 38)
Demikian keadaan orang musyrik Quraisy yang tetap diperangi oleh Rosulullah shalalahu ‘alaihi wassalam karena tidak mau menujukan ibadah hanya kepada Allah semata meskipun mengakui sifat rububiyyah bagi Allah.
Adapun sekarang, taukah wahai pembaca, bahwa kesyirikan zaman sekarang lebih parah? Lihatlah, sebagian saudara-saudara kita masih ada yang berkeyakinan bahwa di antara makhluk Allah ada yang mampu mengatur urusan alam ini seperti mengatur turun atau tidaknya hujan, mengatur meletus atau tidaknya gunung merapi, serta anggapan mereka bahwa yang mbaurekso / menguasai dan mengatur laut selatan adalah Nyi Roro Kidul. Oleh karena itu, kita dapati sebagian masyarakat pesisir pantai sering mengadakan acara larungan laut berupa nasi tumpeng, kambing atau yang lainnya yang dibawa ke tengah laut kemudian ditenggelamkan ke laut sebagai persembahan kepada Nyi Roro Kidul. Mereka melakukan hal ini dengan tujuan agar Nyi Roro Kidul tidak menimpakan musibah kepada mereka. Tentunya, hal ini lebih jelek dibanding keadaan orang musyrik zaman dahulu karena orang musyrik zaman dahulu jika diberi pertanyaan : siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Alloh." ?"(Yunus : 31).
Bahkan, yang lebih menyedihkan, tradisi ini dilestarikan dan dijadikan salah satu obyek wisata untuk menarik para wisatawan. Padahal, perbuatan ini (baca: larungan) serta keyakinan terhadap Dzat yang mengatur segala urusan adalah termasuk bentuk peribadatan, sedangkan ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah. Berarti bila seseorang menunjukan ibadah kepada selain Allah berarti orang itu telah berbuat syirik. Dan syirik adalah dosa terbesar yang tidak akan diampuni bila pelakunya tidak segera bertaubat selama masih hidup di dunia.
Tujuan akhir orang musyrik zaman dahulu adalah Allah
Jika orang musyrik di zaman dahulu mengakui bahwa Allah saja yang menciptakan mereka, memberi rezeki, mengatur alam semesta, menghidupkan dan mematikan, lalu mengapa mereka menyembah selain Allah? Jawabannya adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al Qur’an:
"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat- dekatnya."(Az-Zumar : 3).
Itulah tujuan penyembahan orang-orang musyrik zaman dulu. Mereka menyembah sesembahan selain Allah dengan tujuan agar sesembahan tersebut menjadi perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Akan tetapi, orang musyrik sekarang lebih buruk karena di antara mereka malah ada yang menujukan ibadah hanya semata-mata kepada sesuatu yang disembah selain Allah. Sebagai contoh ketika mereka berziarah ke makam para wali dengan tujuan untuk berdo’a kepada wali yang telah meninggal.
Ketika mereka meminta agar wali tersebut menyampaikan do’a kepada Allah, perbuatan seperti ini persis dengan yang dilakukan orang musyrik di zaman Nabi. Namun, ketika mereka berdo’a langsung dan meminta kepada wali tersebut (bukan sebagai perantara antara dirinya dengan Allah), hal ini lebih parah dan lebih buruk daripada kesyirikan yang dilakukan orang musyrik di zaman nabi.
2. Orang Musyrik dahulu berbuat syirik hanya di waktu lapang
Orang Musyrik yang diperangi oleh Rosulullah senantiasa beribadah kepada Allah dan juga kepada selain Allah di waktu lapang. Adapun ketika mereka ditimpa kesulitan, kesempitan atau dalam keadaan bahaya, mereka mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah semata hingga melupakan sesembahan-sesembahan selain Allah. Hal ini seperti yang disebutkan dalam Al Qur’an:
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia(Allah). Maka, tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (Al Isra: 67) “Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (Al ‘Ankabut 65)
Seperti itulah keadaan orang musyrik zaman dahulu. Tidak seperti orang musyrik zaman sekarang yang tetap berbuat syirik baik dalam keadaan lapang ataupun susah. Bahkan, kesyirikannya semakin bertambah ketika mereka ditimpa bahaya atau kesusahan. Ketika memasuki bulan suro -misalnya- banyak orang menyepuh keris dan pusaka-pusaka mereka, baik dengan memandikan, memberi sesaji sampai ngalap berkah terhadap air bekas cucian pusaka tersebut. Kemudian, ketika terjadi gempa bumi di Yogjakarta tahun 2006 lalu, sebagian mereka bukannya bertaubat tetapi justru semakin bertambah parah dalam berbuat syirik. Di antara mereka ada yang menggantungkan daun janur kuning di rumah mereka dengan tujuan untuk tolak bala, mengadakan sedekah bumi dan ritual-ritual kesyirikan lainnya. Bukankah hal ini termasuk kesyirikan karena telah menjadikan sesuatu sebagai sebab? Padahal, sesuatu tersebut sebenarnya bukan merupakan sebab menurut sudut pandang ilmiah ataupun menurut syariat. Tidak ada penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa daun janur kuning bisa mencegah terjadinya bencana, tidak ada pula dalam dalil syar’i yang menyatakan daun janur kuning bisa mencegah terjadinya bencana.
3. Sesembahan kaum musyrikin dulu lebih mending
Sesembahan-sesembahan yang disembah orang musyrik zaman dahulu adalah orang-orang yang dekat dengan Allah, baik berupa para wali, para nabi, para malaikat atau orang-orang shalih yang selalu taat kepada Allah dan tidak bermaksiat kepadanya. Sebejat-bejatnya kaum kafir Quraisy, mereka masih memuliakan Ka’bah sehingga ketika mereka merenovasinya, mereka tidak mau mengambilnya dari dana yang didapat secara zalim, transaksi ribawi, atau hasil tindak kezaliman terhadap seseorang (Lihat selengkapnya dalam kitab Ar-Rahiqul Makhtum karya Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury-ed). Adapun sekarang, tidak hanya orang shalih yang telah meninggal saja yang disembah, orang yang jelas-jelas berbuat maksiat pun disembah. Betapa banyak makam penjahat kelas kakap yang dibongkar oleh penjahat yang masih hidup dengan anggapan makam itu mempunyai ‘berkah’ dalam mewarisi ilmu-ilmu kejahatan. Atau seperti dikeramatkannya tempat wisata di gunung kemukus padahal cerita masyarakat sendiri yang mengatakan bahwa di tempat itulah pernah terjadi kutukan terhadap orang yang berzina, tetapi malah dijadikan tempat favorit bagi muda-mudi zaman sekarang yang ingin mencari keabadian cinta. Na’udzubillahimindzalik
4. Orang musyrik zaman dahulu paham terhadap makna la ilaha illallah
Orang musyrik zaman dahulu tidak mau mengucapkan kalimat syahadat la ilaha illallah karena mereka memahami makna dan konsekuensinya. Mereka tahu, jika mengucapkan kalimat syahadat tersebut berarti mereka harus meninggalkan sesembahan-sesembahan yang selama ini mereka sembah, kemudian menujukan semua ibadah hanya bagi Allah. Dan merupakan pantangan besar bagi orang Arab bila menyatakan suatu ikrar, tetapi tidak melaksanakan konsekuensinya. Hanya kesombonganlah yang menghalangi mereka untuk bersyahadat. Hal ini dijelaskan di dalam Al Qur’an :
Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata: "Apakah Sesungguhnya Kami harus meninggalkan sembahan-sembahan Kami karena seorang penyair gila?"(Ash Shaffat: 35-36).
”Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan” (Shaad: 5)
Oleh sebab itulah, dalam kitab-kitab tarikh tentang ’sirah Shahabat Nabi, tidak ditemui adanya kisah bahwa orang-orang kafir Quraisy yang bertaubat dan bersyahadat, melakukan perbuatan-perbuatan seperti meminta bantuan pada dukun, menyajikan sesaji tolak bala, atau menjadikan kuburan sebagai tempat sesembahan. Mereka tahu bahwa dengan bersyahadat, berarti ada konsekuensi meninggalkan perbuatan-perbuatan semacam itu. Itulah orang musyrik zaman Nabi!!!
Adapun orang musyrik zaman sekarang mau mengucapkan kalimat syahadat tapi tidak tahu (dan tidak mau tahu-ed) makna dan konsekuensinya sehingga banyak yang terjerumus ke dalam perbuatan syirik. Bukankah banyak saudara kita yang mengaku muslim, tetapi masih percaya kepada dukun, mengkeramatkan makan, memakai jimat, dan seabrek perbuatan syirik lainnya?
Kesimpulan
Jika kita cermati keadaan musyrikin di zaman dahulu dengan zaman sekarang, akan diketahui bahwa kesyirikan di zaman sekarang jauh lebih parah daripada kesyirikan di zaman Nabi shalalahu ‘alaihi wassalam. Bahkan, orang musyrik zaman dahulu pun lebih berakal dari pada orang musyrik zaman sekarang. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban kita semua untuk memberikan perhatian yang besar kepada tauhid, mempelajari dan memahaminya, serta mengamalkannya agar selamat dalam mengarungi kehidupan ini karena jika diibaratkan, tauhid seperti bahtera Nabi Nuh dan banjir besar yang menimpa dunia. Maka, barangsiapa menaiki bahtera tersebut ia akan selamat dan barang siapa enggan untuk menaikinya maka ia akan celaka dunia dan akhirat. Wallahu a’lam
Akhirnya, kita memohon kepada Allah agar memberi kita hidayah serta taufiq untuk dapat mengamalkan tauhid dengan semurni-murninya dan menjauhi syirik sejauh-jauhnya. Semoga sholawat serta salam diberikan kepada Nabi kita, Muhammad shalallahu ’alaihi wassalam beserta keluarganya, para shabatnya serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai akhir zaman. (Abu saufa)
Kebanyakan kaum muslimin telah mengetahui bahwa syirik adalah dosa yang paling besar dan pelakunya akan kekal di neraka jika sampai meninggal dunia tidak bertaubat dari dosa syirik tersebut. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
“…Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, Maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.”( Al Maidah: 72)
Akan tetapi, sayang sungguh sayang, banyak kaum muslimin tidak memahami apa hakekat syirik dan apa hakekat tauhid sehingga mereka pun jatuh ke dalam perbuatan syirik tanpa mereka sadari. Bahkan, kesyirikan yang mereka lakukan jauh lebih parah daripada kesyirikan yang dilakukan oleh orang musyrik di zaman Nabi shalalahu ‘alaihi wassalam. Hal ini dapat kita tinjau dari beberapa sisi sebagai berikut:
1. Orang musyrik zaman dahulu mengakui sifat rububiyyah Allah
Orang musyrik yang diperangi oleh Rosulullah menetapkan sifat rububiyah bagi Allah semata, yaitu mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Maha Pencipta, Pemberi rizki, tidak ada yang menghidupkan dan yang mematikan kecuali Dia, tidak ada yang mengatur alam semesta selain Dia. Hal ini terbukti ketika orang musyrik ditanya tentang hal tersebut, mereka akan menjawab Allah sebagaimana yang disebutkan di dalam Al Qur’an:
"Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah." Maka katakanlah "Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?"(Yunus : 31).
"Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah )?."(Az-Zukhruf : 87).
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, Apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, Apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.”(Az Zumar: 38)
Demikian keadaan orang musyrik Quraisy yang tetap diperangi oleh Rosulullah shalalahu ‘alaihi wassalam karena tidak mau menujukan ibadah hanya kepada Allah semata meskipun mengakui sifat rububiyyah bagi Allah.
Adapun sekarang, taukah wahai pembaca, bahwa kesyirikan zaman sekarang lebih parah? Lihatlah, sebagian saudara-saudara kita masih ada yang berkeyakinan bahwa di antara makhluk Allah ada yang mampu mengatur urusan alam ini seperti mengatur turun atau tidaknya hujan, mengatur meletus atau tidaknya gunung merapi, serta anggapan mereka bahwa yang mbaurekso / menguasai dan mengatur laut selatan adalah Nyi Roro Kidul. Oleh karena itu, kita dapati sebagian masyarakat pesisir pantai sering mengadakan acara larungan laut berupa nasi tumpeng, kambing atau yang lainnya yang dibawa ke tengah laut kemudian ditenggelamkan ke laut sebagai persembahan kepada Nyi Roro Kidul. Mereka melakukan hal ini dengan tujuan agar Nyi Roro Kidul tidak menimpakan musibah kepada mereka. Tentunya, hal ini lebih jelek dibanding keadaan orang musyrik zaman dahulu karena orang musyrik zaman dahulu jika diberi pertanyaan : siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Alloh." ?"(Yunus : 31).
Bahkan, yang lebih menyedihkan, tradisi ini dilestarikan dan dijadikan salah satu obyek wisata untuk menarik para wisatawan. Padahal, perbuatan ini (baca: larungan) serta keyakinan terhadap Dzat yang mengatur segala urusan adalah termasuk bentuk peribadatan, sedangkan ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah. Berarti bila seseorang menunjukan ibadah kepada selain Allah berarti orang itu telah berbuat syirik. Dan syirik adalah dosa terbesar yang tidak akan diampuni bila pelakunya tidak segera bertaubat selama masih hidup di dunia.
Tujuan akhir orang musyrik zaman dahulu adalah Allah
Jika orang musyrik di zaman dahulu mengakui bahwa Allah saja yang menciptakan mereka, memberi rezeki, mengatur alam semesta, menghidupkan dan mematikan, lalu mengapa mereka menyembah selain Allah? Jawabannya adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al Qur’an:
"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat- dekatnya."(Az-Zumar : 3).
Itulah tujuan penyembahan orang-orang musyrik zaman dulu. Mereka menyembah sesembahan selain Allah dengan tujuan agar sesembahan tersebut menjadi perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Akan tetapi, orang musyrik sekarang lebih buruk karena di antara mereka malah ada yang menujukan ibadah hanya semata-mata kepada sesuatu yang disembah selain Allah. Sebagai contoh ketika mereka berziarah ke makam para wali dengan tujuan untuk berdo’a kepada wali yang telah meninggal.
Ketika mereka meminta agar wali tersebut menyampaikan do’a kepada Allah, perbuatan seperti ini persis dengan yang dilakukan orang musyrik di zaman Nabi. Namun, ketika mereka berdo’a langsung dan meminta kepada wali tersebut (bukan sebagai perantara antara dirinya dengan Allah), hal ini lebih parah dan lebih buruk daripada kesyirikan yang dilakukan orang musyrik di zaman nabi.
2. Orang Musyrik dahulu berbuat syirik hanya di waktu lapang
Orang Musyrik yang diperangi oleh Rosulullah senantiasa beribadah kepada Allah dan juga kepada selain Allah di waktu lapang. Adapun ketika mereka ditimpa kesulitan, kesempitan atau dalam keadaan bahaya, mereka mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah semata hingga melupakan sesembahan-sesembahan selain Allah. Hal ini seperti yang disebutkan dalam Al Qur’an:
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia(Allah). Maka, tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (Al Isra: 67) “Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (Al ‘Ankabut 65)
Seperti itulah keadaan orang musyrik zaman dahulu. Tidak seperti orang musyrik zaman sekarang yang tetap berbuat syirik baik dalam keadaan lapang ataupun susah. Bahkan, kesyirikannya semakin bertambah ketika mereka ditimpa bahaya atau kesusahan. Ketika memasuki bulan suro -misalnya- banyak orang menyepuh keris dan pusaka-pusaka mereka, baik dengan memandikan, memberi sesaji sampai ngalap berkah terhadap air bekas cucian pusaka tersebut. Kemudian, ketika terjadi gempa bumi di Yogjakarta tahun 2006 lalu, sebagian mereka bukannya bertaubat tetapi justru semakin bertambah parah dalam berbuat syirik. Di antara mereka ada yang menggantungkan daun janur kuning di rumah mereka dengan tujuan untuk tolak bala, mengadakan sedekah bumi dan ritual-ritual kesyirikan lainnya. Bukankah hal ini termasuk kesyirikan karena telah menjadikan sesuatu sebagai sebab? Padahal, sesuatu tersebut sebenarnya bukan merupakan sebab menurut sudut pandang ilmiah ataupun menurut syariat. Tidak ada penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa daun janur kuning bisa mencegah terjadinya bencana, tidak ada pula dalam dalil syar’i yang menyatakan daun janur kuning bisa mencegah terjadinya bencana.
3. Sesembahan kaum musyrikin dulu lebih mending
Sesembahan-sesembahan yang disembah orang musyrik zaman dahulu adalah orang-orang yang dekat dengan Allah, baik berupa para wali, para nabi, para malaikat atau orang-orang shalih yang selalu taat kepada Allah dan tidak bermaksiat kepadanya. Sebejat-bejatnya kaum kafir Quraisy, mereka masih memuliakan Ka’bah sehingga ketika mereka merenovasinya, mereka tidak mau mengambilnya dari dana yang didapat secara zalim, transaksi ribawi, atau hasil tindak kezaliman terhadap seseorang (Lihat selengkapnya dalam kitab Ar-Rahiqul Makhtum karya Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury-ed). Adapun sekarang, tidak hanya orang shalih yang telah meninggal saja yang disembah, orang yang jelas-jelas berbuat maksiat pun disembah. Betapa banyak makam penjahat kelas kakap yang dibongkar oleh penjahat yang masih hidup dengan anggapan makam itu mempunyai ‘berkah’ dalam mewarisi ilmu-ilmu kejahatan. Atau seperti dikeramatkannya tempat wisata di gunung kemukus padahal cerita masyarakat sendiri yang mengatakan bahwa di tempat itulah pernah terjadi kutukan terhadap orang yang berzina, tetapi malah dijadikan tempat favorit bagi muda-mudi zaman sekarang yang ingin mencari keabadian cinta. Na’udzubillahimindzalik
4. Orang musyrik zaman dahulu paham terhadap makna la ilaha illallah
Orang musyrik zaman dahulu tidak mau mengucapkan kalimat syahadat la ilaha illallah karena mereka memahami makna dan konsekuensinya. Mereka tahu, jika mengucapkan kalimat syahadat tersebut berarti mereka harus meninggalkan sesembahan-sesembahan yang selama ini mereka sembah, kemudian menujukan semua ibadah hanya bagi Allah. Dan merupakan pantangan besar bagi orang Arab bila menyatakan suatu ikrar, tetapi tidak melaksanakan konsekuensinya. Hanya kesombonganlah yang menghalangi mereka untuk bersyahadat. Hal ini dijelaskan di dalam Al Qur’an :
Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata: "Apakah Sesungguhnya Kami harus meninggalkan sembahan-sembahan Kami karena seorang penyair gila?"(Ash Shaffat: 35-36).
”Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan” (Shaad: 5)
Oleh sebab itulah, dalam kitab-kitab tarikh tentang ’sirah Shahabat Nabi, tidak ditemui adanya kisah bahwa orang-orang kafir Quraisy yang bertaubat dan bersyahadat, melakukan perbuatan-perbuatan seperti meminta bantuan pada dukun, menyajikan sesaji tolak bala, atau menjadikan kuburan sebagai tempat sesembahan. Mereka tahu bahwa dengan bersyahadat, berarti ada konsekuensi meninggalkan perbuatan-perbuatan semacam itu. Itulah orang musyrik zaman Nabi!!!
Adapun orang musyrik zaman sekarang mau mengucapkan kalimat syahadat tapi tidak tahu (dan tidak mau tahu-ed) makna dan konsekuensinya sehingga banyak yang terjerumus ke dalam perbuatan syirik. Bukankah banyak saudara kita yang mengaku muslim, tetapi masih percaya kepada dukun, mengkeramatkan makan, memakai jimat, dan seabrek perbuatan syirik lainnya?
Kesimpulan
Jika kita cermati keadaan musyrikin di zaman dahulu dengan zaman sekarang, akan diketahui bahwa kesyirikan di zaman sekarang jauh lebih parah daripada kesyirikan di zaman Nabi shalalahu ‘alaihi wassalam. Bahkan, orang musyrik zaman dahulu pun lebih berakal dari pada orang musyrik zaman sekarang. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban kita semua untuk memberikan perhatian yang besar kepada tauhid, mempelajari dan memahaminya, serta mengamalkannya agar selamat dalam mengarungi kehidupan ini karena jika diibaratkan, tauhid seperti bahtera Nabi Nuh dan banjir besar yang menimpa dunia. Maka, barangsiapa menaiki bahtera tersebut ia akan selamat dan barang siapa enggan untuk menaikinya maka ia akan celaka dunia dan akhirat. Wallahu a’lam
Akhirnya, kita memohon kepada Allah agar memberi kita hidayah serta taufiq untuk dapat mengamalkan tauhid dengan semurni-murninya dan menjauhi syirik sejauh-jauhnya. Semoga sholawat serta salam diberikan kepada Nabi kita, Muhammad shalallahu ’alaihi wassalam beserta keluarganya, para shabatnya serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai akhir zaman. (Abu saufa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar