Sebuah Cerita Pendek
Beberapa cuplikan cerita:
Salima gadis manis dari Priangan yang pemalu, merupakan salah satu santri putri di pesantren Miftahul Huda. Dititipkan orang tuanya untuk menimba ilmu disana. Sejak kedatangannya di pesantren itu,Salima dikenal sebagai gadis yang manis berkulit sedikit gelap namun memiliki mata bak bintang kejora, pandangan matanya seakan mengandung sinar yang dapat menembus hati siapa yang memandangnya. Tetapi Salima selalu menundukkan pandangannya yang bersinar setiap kali berpapasan dengan lawan jenisnya, sperti yang selalu diajarkan orangtuanya untuk menjaga izzahnya. Gadis ini tak pernah berani menampilkan diri jika tidak karena disuruh oleh para ustadz-ustadzahnya mengambil beberapa berkas ke kantor pusat bersama seorang santri wanita temannya di mana Dzul bekerja di sana sebagai sekretaris di Dewan Harian Pesantren Miftahul Huda. Di sanalah mereka pertamakali bertemu.
--------------------------
Ibunda Amir berterus terang tentang keadaanya, karena dia tahu Dzul adalah teman akrab Amir sejak kecil. Teriris hati Dzul dibuatnya, ia seorang pemuda yang amat berbakti kepada ibundanya, mendengar Ibunda sahabatnya mengadukan hal seperti ini membuatnya prihatin terhadap Amir. Dzulpun meminta izin kepada ibunda Amir untuk menjenguk ayah Amir yang sedang sakit. Saat Dzul memasuki kamar itu, hatinya berdesir, di kamar yang gelap itu karena hanya ada sebuah jendela kecil yang tertutup tirai lusuh, nampak laki-laki yang sudah sepuh itu terbaring lemah di atas kasur lepeknya, ada segelas air bening dan dua bungkus obat di atas meja kecil di sebelahnya. Dzul menghampiri orangtua itu dan mencium tangannya dengan takdzim bagai kepada ayahnya sendiri:
Assalamu’alaikum Bapak”. Lelaki yang dipanggil bapak itu membuka matanya lalu mengawasi siapa yang mengajaknya bicara.
”Saya Dzul Pak, teman Amir” Dzul mencoba mengingatkan khawatir orangtua itu telah lupa. Pak mengangguk lemah lalu berkata:
”sendirian nak?”
“Ya Pak, bagaimana kabar Bapak? Maafkan saya baru menjenguk lagi. Sekarang apa yang terasa pak?”. Ditanya demikian ayahanda Amir menunjuk dadanya, seperti ingin mengatakan sesuatu tetapi tiba-tiba orangtua itu berguncang pundaknya menangis tak tertahankan. Dzulpun memberanikan diri mengusap-usap tangan renta Pak Jaya, dan membisikkan do’a, dimohonnya bagi orangtua itu keringanan dari Allah dalam menghadapi penyakitnya.
--------------------------
Penduduk desa Cikahuripan gempar, salah seorang pemuda penduduk desa itu ditangkap polisi berpakaian preman. Dari desas desus yang beredar dikabarkan bahwa pemuda itu ditangkap di rumahnya tengah malam. Entah apa sebabnya, orang tua pemilik rumah yang disergap itu kini telah pindah ke rumah kerabatnya. Dzul tak habis fikir, ia mengenal pemuda yang bernama Irwan itu seorang yang baik, bahkan Dzul tahu Irwan merupakan kawan dekat Amir juga. Ingatan Dzul kembali pada saat Amir mendatanginya tengah malam itu, adakah semua ini berhubungan?. Tetapi apakah hubungannya dengan buku-buku yang Amir suruh membakarnya ?. Dzul merasa khawatir dengan keberadaan Amir, tetapi sejak terakhir bertemu, Amir tak pernah berkirim berita lagi kepadanya. Dzul menghela nafas panjang seraya berdo’a di dalam hatinya :
”Allahumma, lindungilah Amir. Tuntunlah dia dengan petunjukMU. Lindungi pula orang tuanya, Bapak dan Ibu. Tabahkanlah hati mereka berdua. Ya Rabby, kembalikanlah sahabatku ini kepada kami dalam keadaan yang Engkau ridhai… Allahumma aamiin”. Diusapkannya tangannya pada wajahnya yang bersih sebersih hatinya yang tulus.
--------------------------
Tulisan ini berusaha menggambarkan beberapa fenomena yang sering terjadi di dalam masyarakat kita,tetapi harus mengandung hikmah. Masih banyak sekali kekurangan, namun semoga dapat menghibur teman-teman. Assalamu'alaikum wr wb.
Silahkan klik : http://winnywidya.blogspot
Tidak ada komentar:
Posting Komentar