Sabtu, 13 Februari 2010

"Jempol" di status atau apapun yang kalian post

Bismillah...

Ya ahibbati, janganlah sedih hati dengan sedikitnya orang yang memberikan "jempol" di status kalian yang berisi nasehat atau catatan ilmu syar'i yang kalian posting atau shared....

Ingatlah selalu hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

عُرِضَتْ عَلَيَّ الأُمَمُ, فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّهْطُ, وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلاَنِ, وَالنَّبِيَّ وَلَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ

"Dinampakkan kepadaku semua umat, lalu saya melihat ada seorang Nabi bersama tiga hingga sembilan pengikutnya, ada seorang nabi bersama satu atau dua pengikut, dan ada seorang nabi yang tidak memiliki pengikut satu pun."... See More

Syaikh al-Albani rahimahullah berkata:

“Dalam hadits ini terdapat dalil yang sangat jelas bahwa banyak dan sedikitnya pengikut bukanlah timbangan benar atau salahnya seorang dai."

Lanjutnya: “Dalam hadits ini juga terdapat pelajaran bagi para dai dan mad’u (yang didakwahi), bahwa seorang dai hendaknya terus maju dalam kancah dakwah tanpa menghiraukan sedikitnya orang yang menerima dakwahnya, karena KEWAJIBANNYA HANYALAH MENYAMPAIKAN. Demikian pula bagi orang yang didakwahi hendaknya tidak sedih karena sedikitnya orang yang menerima dakwah, atau meragukan dakwah yang benar, apalagi menolaknya hanya dengan alasan sedikitnya pengikut, seandainya dakwah yang benar tentu akan diikuti banyak orang!!” (Lihat Silsilah ash-Shahihah 1/2/755-756).

Mahmud bin Syukri al-Alusi berkata:

“Seorang alim tidaklah berkurang kedudukannya hanya dikarenakan sedikitnya murid sebagaimana Nabi tidaklah berkurang kedudukannya dikarenakan sedikitnya pengikut”.(al-Misku wal Idzhir hal. 198).

Sekalipun hanya beberapa orang yang ingin belajar kepadamu, maka ajarilah mereka ilmu yang Allah anugerahkan kepadamu, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu. Ingatlah selalu kisah-kisah para ulama sebelum kita yang jauh lebih alim daripada kita.... See More

Imam Malik berkata:

“Aku mendatangi Nafi’ ketika usiaku masih kecil bersama seorang temanku, beliaupun turun untuk mengajariku. Beliau duduk setelah shubuh di masjid, namun tidak ada seorangpun yang datang kepadanya”. [Siyar A’lam Nubala’ (8/107)]

Imam Atha’ bin Robah, dia adalah seorang yang paling dicintai manusia, namun yang hadir di majlisnya hanyalah delapan atau sembilan orang saja”. [Siyar A’lam Nubala’ (5/84), lihat Ma’alim fi Thalabil Ilmi, Abdul Aziz as-Sadhan hal. 310]

Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata:

“Sebuah cara yang paling manjur untuk mendapatkan ketenangan adalah mengabaikan omongan orang dan memperhatikan ucapan Sang Pencipta alam. Barangsiapa yang menyangka bahwa dirinya bisa selamat dari celaan manusia, maka dia telah gila.

Seorang yang mencermati secara seksama -sekalipun ini pahit rasanya- niscaya akan mengetahui bahwa celaan manusia kepadanya justru lebih baik daripada pujian mereka, sebab pujian kalau memang benar maka bisa menyeretnya lupa daratan dan menimbulkan penyakit ‘ujub (bangga diri) yang akan merusak keutamaannya, namun apabila pujian itu tidak benar dan dia bergembira dengannya, maka berarti dia gembira dengan kedustaan. Sungguh ini kekurangan yang sangat.... See More

Adapun celaan manusia, kalau memang benar maka hal itu dapat mengeremnya dari perbutan yang tercela, dan ini sangat bagus sekali, semuanya pasti menginginkannya kecuali orang yang kurang akalnya. Namun apabila celaannya tidak benar dan dia sabar, berarti dia mendapatkan keutamaan sabar, dan akan mengambil pahala kebajikan orang yang mencelanya sehingga dia akan menuai pahala kelak di hari kiamat hanya dengan perbuatan yang tidak memberatkan. Sungguh ini adalah kesempatan berharga, semuanya pasti menginginkannya kecuali orang yang gila.”

(Mudawah Nufus, hal. 80-81).

Pujian dan perkataan orang lain terhadap seseorang merupakan suatu hal yang pada umumnya disenangi oleh manusia. Bahkan Rasulullah pernah menyatakan ketika ditanya tentang seseorang yang beramal kebaikan kemudian ia dipuji oleh manusia karenanya, beliau menjawab, "Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin" (HR. Muslim).

Begitu pula sebaliknya, celaan dari orang lain merupakan suatu hal yang pada umumnya tidak disukai manusia. Namun saudaraku, janganlah engkau jadikan pujian atau celaan orang lain sebagai sebab engkau beramal shalih, karena hal tersebut bukanlah termasuk perbuatan ikhlas.

Seorang mukmin yang ikhlas adalah seorang yang tidak terpengaruh oleh pujian maupun celaan manusia ketika ia beramal shalih. Ketika ia mengetahui bahwa dirinya dipuji karena beramal shalih, maka tidaklah pujian tersebut kecuali hanya akan membuat ia semakin tawadhu (rendah diri) kepada Allah.... See More

Ia pun menyadari bahwa pujian tersebut merupakan fitnah (ujian) baginya, sehingga ia pun berdoa kepada Allah untuk menyelamatkannya dari fitnah tersebut. Ketahuilah wahai saudaraku, tidak ada pujian yang dapat bermanfaat bagimu maupun celaan yang dapat membahayakanmu kecuali apabila kesemuanya itu berasal dari Allah. Manakah yang akan kita pilih wahai saudaraku, dipuji manusia namun Allah mencela kita ataukah dicela manusia namun Allah memuji kita?

Saudaraku, sesungguhnya seseorang yang melakukan amalan karena ingin dipuji oleh manusia tidak akan mendapatkan pujian tersebut dari mereka. Bahkan sebaliknya, manusia akan mencelanya, mereka akan membencinya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Barang siapa yang memperlihat-lihatkan amalannya maka Allah akan menampakkan amalan-amalannya " (HR. Muslim).

Akan tetapi, apabila seseorang melakukan amalan ikhlas karena Allah, maka Allah dan para makhluk-Nya akan mencintainya sebagaimana firman Allah Ta'ala:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا... See More

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang." (Maryam : 96).

Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia akan menanamkan dalam hati-hati hamba-hamba-Nya yang shalih kecintaan terhadap orang-orang yang melakukan amal-amal shalih (yaitu amalan-amalan yang dilakukan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi-Nya). (Ibnu Katsir dalam tafsirnya).

*dicopas dari status FB Abu Muhammad Herman
(http://www.facebook.com/profile.php?id=1084713685&ref=nf)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar