Kamis, 04 Februari 2010

Kiat – Kiat Menuju Pelaminan

Bekal syar’i untuk menuju keluarga bahagia
Sungguh undah ikatan suci antara dua orang yang saling berjanji setia bersama-sama mengayuh biduk rumah tangga mengarungi lautan kehidupan. Rumah tangga yang dipimpin oleh suami yang salih dan dimotori oleh istri yang solihah. Mereka mengerti hak dan kewajiban mereka terhadap pasangannya dan kewajiban mereka kepada Allah Ta’ala. Yang nantinya akan terlahir dari mereka anank-anak yang tumbuh dalam ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Rahmat dan berkah pun terlimpah kepada mereka. Inilah keluarga sakinah mawaddah wa rahmah, samara kata orang. Inilah model keluarga yang diidamkan oleh setiap mukmin. Untuk menggapainya, setiap orang harus melewati pintu pernikahan.
Berbenah Diri Untuk Mendapatkan Yang Terbaik
Ada 2 jenis manusia ketika ditanya : “Anda ingin menikah dengan orang salih/salihah atau tidak?”. Manusia jenis pertama menjawab “Ya, tentu saja saya ingin”, dan inilah muslim yang masih bersih fitrahnya. Ia tentu mendambakan pasangan yang taat, yang mendirikan shalat, menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ia menginginkan sosok yang salih atau salihah. Maka jika orang orang termasuk manusia pertama ini agar ia mendapatkan pasangan yang salih atau salihah, maka ia harus berusaha menjadi orang yang salih atau salihah pula. Allah Azza wa Jalla berfirman yang artinya : “Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang biak untuk wanita-wanita yang baik pula” [QS. An Nur : 26]. Yaitu dengan berbenah diri, berusaha untuk bertaubat dan meninggalkan segala kemaksiatan yang dilakukannya, kemudian menambah ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Manusia jenis kedua menjawab : Ah saya sih tidak mau yang alim-alim” atau semacam itu. Inilah seorang muslim yang telah keluar dari fitrahnya yang bersih, karena sudah terlalu dalam berkubang dalam kemaksiatan, melupakan kepastian akan datangnya hari akhir, melupakan kerasnya siksa neraka. Yang ada dalam benaknya hanya kebahagiaan dunia semata. Kita khawatir orang-orang yang seperti inilah yang dikatakan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang yang enggan masuk surga. Lho, masuk surga koq tidak mau? Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Setiap ummatku akan masuk surga kecuali yang enggan”. Para sahabat bertanya : ‘Siapakah yang enggan itu wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda : “Yang taat kepadaku taat kepadaku akan masuk surga dan yang ingkar kepadaku maka ia enggan masuk surga” [HR. Bukhari].
Seorang istri atau suami adalah teman sejati dalam hidup dalam waktu yang sangat lama, bahkan mungkin seumur hidupnya. Musibah apa yang lebih besar daripada insan yang seumur hidup ditemani oleh orang yang gemar mendurhakai Allah dan Rasul-Nya? Padhal Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Keadaan agama seorang insan tergantung pada keadaan agama teman dekatnya. Maka sudah sepatutnya kalian memperhatikan dengan siapa kalian berteman dekat” [HR. Ahmad, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani].
Bekali diri dengan Ilmi
Ilmu yang dimaksud disini adalah ilmu agama tentunya. Secara umum, seseorang perlu membekali diri dengan ilmu-ilmu agama yang wajib bagi setiap muslim. Seperti ilmu tentang aqidah yang benar, tentang tauhid, tentang ilmu tentang syirik, tentang wudhu, tentang sholat, tentang puasa, dan ilmu yag lain, yang jika ilmu-ilmu wajib ini belum dikuasai maka seseorang dikatakan belum benar keislamannya. Lebih baik lagi jika membekali diri dengan ilmu hadist, tafsir al Qur’an, Fiqih, Ushul Fiqh, karena tidakdiragukan lagi bahwa ilmu adalah jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Renungkanlah firman Allah Ta’ala, yang artinya : “Allah meninggikan orang-orang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat” [QS. Al Mujadalah : 11]
Secara khusus, ilmu penting untuk menjadi bekal, adalah ilmu tentang pernikahan. Tata cara pernikahan yang syar’i, syarat-syarat pernikahan, hal-hal yang perlu dihindari, dan yang lainnya.
Siapkan Harta dan Rencana
Tidak dapat dipungkiri bahwa pernikahan membutuhkan kemampuan harta. Minimal untuk dapat memenuhi beberapa kewajiban yang menyertainya, seperti mahar, mengadakan walimah dan kewajiban memberi nafkah kepada istri serat anak-anak. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya” [HR. Ahmad, Abu Dawud].
Namun kebutuhan akan harta ini jangan sampai dijadikan pokok utama sampai-sampai membuat seseorang tertunda atau terhalang untuk menikah karena bekum banyak harta. Harta yang dapat menegakkan tulang punggungnya dan kelurganya itu sudah mencukupi. Karena Allah dan Rasul-Nya mengajarkan akhlak zuhud (sederhana) dan qona’ah (mensyukuri apa yang dikaruniai Allah) serta mencela penghamba dan pengumpul harta. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamisah dan celakalah hamba khamilah. Jika diberi ia senang , tetapi jika tidak diberi ia marah” [HR. Bukhari].
Disamping itu terdapat larangan bermewah-mewah dalam mahar dan terdapat teladan menyederhanakan walimah . Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya” [HR. Ahmad]. Beliau sholallahu ‘alaihi wa sallam, berdasarkan hadist Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, ketika menikahi Zainab bintu Jahsyi mengadakan walimah hanya dengan menyembelih seekor kambing [HR. Bukhari - Muslim].
Rumah tangga bak sebuah organisasi, perlu manajemen yang baik agar dapat berjalan lancar. Maka hendaknya bagi seseorang yang hendak menikah untuk membuat perencanaan matang bagi rumah tangganya kelak. Misalnya berkaitan dengan tempat tinggal, pekerjaan, dll.
Pilihlah dengan baik
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tiga hal yang seriusnya dianggap benar-benar serius dan bercandanya dianggap serius : nikah, cerai dan ruju’” [Diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi].
Shalat Istikharah Agar Lebih Mantap
Sebagaimana hadist dari jabir radiyallahu’anhu, ia berkata “Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kami istikharah dalam segala hal perkara sebagaimana beliau mengajarkan al Qur’an” [HR. Bukhari].

Nazhor, Khitbah, dan Mahar.
Setelah pilihan telah dijatuhkan, maka langkah selanjutnya adalah Nazhor, Nazhor adalah memandang keadaan fisik wanita yang hendak dilamar, agar keadaan fisik tersebut dapat menjadi pertimbangan untuk melanjutkan melamar wanita tersebut atau tidak. Terdapat banyak dalil bahwa Islam telah menetapkan adanya Nazhor bagi lelaki yang hendak menikahi seorang wanita. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika salah seorang dari kalian meminang wanita, maka jika dia bisa melihat apa yang mendoronya untuk menikahinya maka lakukanlah” [HR. Abu Dawud].
Namun dalam Nazhor disyartakan beberapa hal yaitu, dilarang dilakukan dengan berduaan namun ditemani oleh mahrom dari sang wanita, kemudian dilarang memandang bagian tubuh yang diharamkan, namun hanya memandang sebatas yang dibolehkan seperti wajah, telapak tangan, atau tinggi badan.
Setelah bulat keputusan maka hendaknya lelaki yang hendak menikah datang kepada wali dari sang wanita untuk melakukan khitbah atau melamar. Inti dari melamar adalah meminta persetujuan wali dari sang wanita untuk menikahkan kedua calon pasangan. Karena persetujuan wali dari calon wanita adalah kewajiban dan pernikahn tidak sah tanpanya. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak sah suatu pernikahan kecuali dengan keberadaan wali” [HR. Tirmidzi].
Hal lain yang perlu di persiapkan adalah mahar, atau disebut juga mas kawin. Mahar adalah pemberian seorang suami kepada istri yang disebabkan pernikahan. Memberikan mahar dalam suatu pernikahan adalah suatu kewajiban sebagaimana firman Alllah Ta’ala yang artinya: “Maka berikanlah kepada mereka maharnya sebagai suatu kewajiban’ [QS. An Nisa : 24]. Dan pada hakekatnya mahar adalah ‘hadiah’ untuk sang istri dan mahar merupkan hak istri yang tidakboleh diambil. Dan terdapat anjuran dari Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam untuk tidak berlebihan dalam mahar, agar pernikahannya berkah.
Nah, lalu bagaimana kiat bagi yang sudah ingin menikah namun belum dimampukan oleh Allah Ta’ala? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya : “Orang-orang yang belum mampu menikah hendaknya menjaga kesucian diri mereka dengan karunia-Nya” [QS. An Nur : 33].
Wallahul Musta’an.

akhmad-ady.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar