Sabtu, 06 Februari 2010

KUMPULAN RISALAH KHITAN (Terutama bagi Wanita)

Bismillah....
Posting catatan ini dibuat karena ada syubhat seperti ini :

Ada artikel yang mengatakan bahwa :

1. Hadits2 tentang khitan perempuan itu dho'if, karena ada rawinya yg majhul (tidak dikenal).

2. Sebenarnya khitan wanita itu merupakan tradisi yg ingin di hilangkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

3. Dengan berbagai pertimbangan, perkara tsb di katakan merupakan pelanggaran hak asasi.

4. Bahkan d Mesir ada Fatwa Haram dalam perkara khitan utk perempuan.


HUKUM KHITAN

Oleh : Salim bin Ali bin Rasyid Asy-Syubli Abu Zur'ah
Muhammad bin Khalifah bin Muhammad Ar-Rabah.

Yang paling rajih hukum khitan adalah wajib, ini yang ditujukkan oleh dalil-dalil dan mayoritas pendapat ulama. Perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah tsabit terhadap seorang laki-laki yang telah ber-Islam untuk berkhitan. Beliau bersabda kepadanya :

"Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah". Ini merupakan dalil yang paling kuat atas wajibnya khitan.

Berkata Syaikh Al-Albani dalam 'Tamamul Minnah hal 69 :

"Adapun hukum khitan maka yang tepat menurut kami adalah wajib dan ini merupakan pendapatnya jumhur seperti Imam Malik, Asy-Syafi'i, Ahmad dan pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu Qayyim. Beliau membawakan 15 sisi pendalilan yang menunjukkan wajibnya khitan. Walaupun satu persatu dari sisi tersebut tidak dapat mengangkat perkara khitan kepada hukum wajib namun tidak diragukan bahwa pengumpulan sisi-sisi tersebut dapat mengangkatnya. Karena tidak cukup tempat untuk menyebutkan semua sisi tersebut maka aku cukupkan dua sisi saja :

[1]. Firman Allah Ta'ala.

"Kemudian Kami wahyukan kepadamu ; 'Ikutilah millahnya Ibrahim yang hanif" [An-Nahl : 123]

Khitan termasuk millah Ibrahim sebagaimana disebutkan dalam hadits Abi
Hurairah yang telah lalu. Sisi ini merupakan hujjah yang terbaik sebagaimana kata Al-Baihaqi yang dinukil oleh Al-Hafidzh (10/281).

[2]. Khitan termasuk syi'ar Islam yang paling jelas, yang dibedakan dengan seorang muslim dari seorang nashrani. Hampir-hampir tidak dijumpai dari kaum muslimin yang tidak berkhitan" [selesai ucapan Syaikh]"

Kami tambahkan sisi ke tiga yang menunjukkan wajibnya khitan. Al-Hafizh menyebutkan sisi ini dalam 'Fathul Baari (10/417)' dari Imam Abu Bakar Ibnul Arabi ketika ia berbicara tentang hadits : "Fithrah itu ada lima ; khitan, mencukur rambut kemaluan ....". Ia berkata :

"Menurutku kelima perkara yang disebutkan dalam hadits ini semuanya wajib. Karena seseorang jika ia meninggalkan lima perkara tersebut tidak tampak padanya gambaran bentuk anak Adam (manusia), lalu bagaimana ia digolongkan dari kaum muslimin" (Selesai ucapan Al-Imam)"

Hukum khitan ini umum bagi laki-laki dan wanita, hanya saja ada sebagian wanita yang tidak ada pada mereka bagian yang bisa dipotong ketika khitan yaitu apa yang diistilahkan klitoris (kelentit). Kalau demikian keadaannya maka tidak dapat dinalar bila kita memerintah mereka untuk memotongnya padahal tidak ada pada mereka.

Berkata Ibnul Hajj dalam Al-Madkhal (3/396) :

"Khitan diperselisihkan pada wanita, apakah mereka dikhitan secara mutlak atau dibedakan antara penduduk Masyriq (timur) dan Maghrib (barat). Maka penduduk Masyriq diperintah untuk khitan karena pada wanita mereka ada bagian yang bisa dipotong ketika khitan, sedangkan penduduk Maghrib tidak diperintah khitan karena tidak ada bagian tersebut pada wanita mereka. Jadi hal ini kembali pada kandungan ta'lil (sebab/alasan)".

DISYARIATKANNYA KHITAN BAGI WANITA

Telah tsabit masalah khitan dalam sunnah yang suci dalam beberapa hadits di antaranya :

[1]. Abu Haurairah Radhiyallahu 'anhu berkata : 'Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Fithrah itu ada lima : Khitan, Mencukur bulu kemaluan, Memotong kumis, Menggunting kuku dan Mencabut bulu ketiak" [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (6297 - Fathul Bari), Muslim (3/257 - Nawawi), Malik dalam Al-Muwatha (1927), Abu Daud (4198), At-Tirmidzi (2756), An-Nasa'i (1/14-15), Ibnu Majah (292), Ahmad dalam Al-Musnad (2/229) dan Al-Baihaqi (8/323)]

[2]. Dari Utsaim bin Kulaib dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya kakeknya datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata. "Aku telah masuk Islam". Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya.

"Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah" [Hasan, Dikeluarkan Abu Daud (356), Ahmad (3/415) dan Al-Baihaqi (1/172). Berkata Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa' (79) : Hadits ini hasan karena memiliki dua syahid, salah satunya dari Qatadah Abu Hisyam dan yang lainnya dari Watsilah bin Asqa'. Aku telah berbicara tentang kedua hadits ini dan aku terangkan pendalilan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dengannya dalam Shahih Sunan Abi Daud nomor (1383)]

[3]. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahawasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Nabi Ibrahim berkhitan setelah beliau berusia 80 tahun" [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (6298 - Fathul Bari), Muslim (2370), Al-Baihaqi (8/325), Ahmad (2/322-418) dan ini lafadz beliau]

Dalam hadits-hadits di atas ada keterangan masyru'nya khitan dan orang
dewasa jika beluam dikhitan juga diperintahkan melakukannya.

DISYARI'ATKANNYA KHITAN BAGI WANITA
Dalam hal ini ada beberapa hadits, di antaranya.

[a]. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Ummu Athiyah (wanita tukang khitan):

"Khitanlah dan jangan dihabiskan (jangan berlebih-lebihan dalam memotong bagian yang dikhitan) karena yang demikian lebih cemerlang bagi wajah dan lebih menyenangkan (memberi semangat) bagi suami" [Shahih, Dikeluarkan oleh Abu Daud (5271), Al-Hakim (3/525), Ibnu Ady dalam Al-Kamil (3/1083) dan Al-Khatib dalam Tarikhnya 12/291)]

[b]. Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Bila telah bertemu dua khitan (khitan laki-laki dan wanita dalam jima'-pent) maka sungguh telah wajib mandi (junub)" [Shahih, Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi (108-109), Asy-Syafi'i (1/38), Ibnu Majah (608), Ahmad (6/161), Abdurrazaq (1/245-246) dan Ibnu Hibban (1173-1174 - Al Ihsan)]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menisbatkan khitan pada wanita, maka ini merupakan dalil disyariatkan juga khitan bagi wanita.

[c]. Riwayat Aisyah Radhiyallahu 'anha secara marfu'.

"Jika seorang lelaki telah duduk di antara cabang wanita yang empat (kinayah dari jima, -pent) dan khitan yang satu telah menyentuh khitan yang lain maka telah wajib mandi (junub)" [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (1/291 - Fathul Bari), Muslim (249 - Nawawi), Abu Awanah (1/269), Abdurrazaq (939-940), Ibnu Abi Syaibah (1/85) dan Al-Baihaqi (1/164)]

Hadits ini juga mengisyaratkan dua tempat khitan yang ada pada lelaki dan wanita, maka ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan.

Berkata Imam Ahmad : "Dalam hadits ini ada dalil bahwa para wanita dikhitan" [Tuhfatul Wadud].

Hendaklah diketahui bahwa pengkhitanan wanita adalah perkara yang ma'ruf (dikenal) di kalangan salaf. Siapa yang ingin mendapat tambahan kejelasan maka silahkan melihat 'Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah (2/353) karena di sana Syaikh Al-Albani -semoga Allah memberi pahala pada beliau- telah menyebutkan hadits-hadits yang banyak dan atsar-atsar yang ada dalam permasalahan ini.

[Disalin dari kitab Ahkamul Maulud fi Sunnatil Muththarah edisi Indonesia Hukum Khusus Seputar Anak dalam Sunnah yang Suci, hal 110-112 Pustaka Al-Haura]
__________________________
__

HUKUM KHITAN BAGI WANITA

Oleh : Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : "Apakah khitan (sunat) bagi wanita itu hukumnya wajib ataukah sunnah yang disukai saja ?"

Jawaban.
Telah shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bukan hanya dalam satu hadits, anjuran beliau untuk menyunat wanita. Beliau juga memerintahkan wanita yang menyunat untuk tidak berlebihan dalam menyunat. Tapi dalam masalah ini berbeda antara suatu negeri dengan negeri-negeri lainnya.

Kadang-kadang dipotong banyak dan kadang-kadang hanya dipotong sedikit saja (ini biasanya terjadi di negeri-negeri yang berhawa dingin). Jadi sekiranya perlu dikhitan dan dipotong, lebih baik di potong. Jika tidak, maka tidak usah di potong.

[Disalin dari Kitab Majmu'ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarrah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Albani, hal 162-163, Pustaka At-Tauhid]


HUKUM KHITAN BAGI ANAK PEREMPUAN

Oleh : Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta'


Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta' ditanya : "Apa hukum khitan bagi anak perempuan, apakah termasuk sunnah atau makruh?".

Jawaban.
Khitan bagi wanita disunnahkan berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallalalhu 'alaihi wa sallam bahwa sunnah fitrah itu ada lima, di antaranya khitan. Juga berdasarkan riwayat Khalal dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Khitan itu merupakan sunnah bagi para lelaki dan kehormatan bagi para wanita"

[Fatawa Lajnah Daimah Lil Ifta' 5/119]


SALAHKAH TIDAK MELAKUKAN KHITAN ?

Oleh : Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta'

Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta' : "Saya mendengar khatib di masjid kami berkata di atas mimbar bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menghalalkan khitan bagi para wanita. Kami berkata kepadanya bahwa wanita-wanita di daerah kami tidak dikhitan. Bolehkan seorang wanita tidak melakukan khitan ?"

Jawaban.
Khitan bagi wanita merupakan kehormatan bagi mereka tapi hendaknya tidak
berlebihan dalam memotong bagian yang dikhitan, berdasarkan larangan Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.

"Sunnah-sunnah fitrah itu ada lima ; khitan, mencukur bulu kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak" [Muttafaq Alaih]

Hadits ini umum, mencakup lelaki dan perempuan.

[Fatawa Lajnah Daimah Lil Ifta' 5/119,120]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-3 hal 121-122 Darul Haq]
___________________________________

BAGAIMANA HUKUM BERKHITAN BAGI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN


Oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Bagaimana hukum berkhitan bagi laki-laki dan perempuan?"

Jawaban.
Hukum berkhitan masih dalam perselisihan ulama, namun yang paling dekat dengan kebenaran adalah bahwa khitan hukumnya wajib bagi laki-laki dan sunah bagi perempuan, dan letak perbedaan antara keduanya adalah khitan bagi laki-laki memiliki kemaslahatan yang berhubungan dengan syarat diterimanya shalat yaitu thaharah, karena jika qulfah (ujung kemaluan) itu dibiarkan, maka kencing yang keluar dari qulfah tersebut sisa-sisanya akan tertinggal disitu dan terkumpullah air di qulfah tersebut sehingga bisa menyebabkan rasa sakit waktu kencing. Atau dengan adanya qulfah yang belum dipotong, maka bila ada sesuatu keluar darinya, qulfah itu akan bernajis.

Sedangkan bagi perempuan, berkhitan hanya merupakan tujuan yang di dalamnya terdapat faedah, yaitu untuk mengurangi syahwat, ini adalah tuntunan terkait dengan kesempurnaan, bukan untuk menghilangkan rasa sakit.

Para ulama telah mensyaratkan tentang kewajiban berkhitan selama dia itu tidak takut terhadap dirinya, karena jika ia khawatir atas dirinya berupa kebinasaan atau sakit, maka hukumnya tidak wajib, karena kewajiban itu tidak menjadi wajib dengan adanya sesuatu yang tidak mampu dilaksanakan (udzur syar'i), atau karena takut akan ada kerusakan atau ada bahaya.

Adapun dalil-dalil yang menerangkan tentang wajibnya berkhitan bagi laki-laki sebagai berikut.

Pertama.
Hal itu terdapat dalam banyak hadits yang menerangkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk berkhitan bagi orang yang masuk Islam. [Musnad Imam Ahmad 3/415] sedang asal sesuatu perintah itu wajib.

Kedua.
Khitan berfungsi untuk membedakan antara kaum muslimin dan nashrani, sehingga kaum muslimin mengetahui mereka untuk dibunuh di medan perang,
mereka berkata : khitan merupakan pembeda, jadi jika khitan itu merupakan pemdeda. maka hukumnya wajib, karena adanya kewajiban perbedaan antara kaum muslimin dan orang kafir, dan dalam hal ini haram menyerupai orang-orang kafir, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :

"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum itu".

Ketiga.
Bahwa khitan adalah memotong sesuatu dari badan, sedangkan memotong sesuatu dari badan itu hukumnya haram, padahal haram itu sendiri tidak boleh dilaksanakan kecuali adanya sesuatu yang wajib, maka dengan demikian khitan itu statusnya menjadi wajib.

Keempat.
Bahwa khitan itu harus dilaksanakan oleh walinya anak yatim dan harus melibatkan anak yatim dan hartanya, karena orang yang mengkhitan itu akan diberi upah seadainya khitan ini tidak wajib maka tidak boleh mempergunakan harta dan badan, ini adalah alasan ma'tsur dan logis yang menunjukkan atas wajibnya berkhitan bagi laki-laki.

Sedangkan bagi perempuan tentang wajibnya khitan masih dalam perbedaan pendapat, namun pendapat yang sudah jelas adalah bahwa khitan wajib bagi laki-laki bukan perempuan, di sana ada hadits dhaif yang berbunya : "khitan itu sunnah yang menjadi kewajiban bagi laki-laki dan kemuliaan bagi perempuan" [Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya 5/75] seandainya hadits ini benar, maka hadits ini menjadi pemutus hukum tersebut.


[Majmu Fatawa Arkanil Islam, Edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Bab Ibadah, hal 258-269 Pustaka Arafah]

__________________________________

HUKUM MEMOTONG RAMBUT DAN KHITAN

Oleh : Syaikh Abdul Aziz Muhammad As-Salman


Pertanyaan.
Jelaskan hukum memotong rambut kepala bagi laki-laki dan hukum berkhitan. Sebutkan pula perbedaan pendapat tentang hukum khitan (beserta dalil-dalil dan keterangannya)?

Jawaban
Hukum memotong rambut bagi kaum laki-laki adalah sunnah berdasarkan hadits dari Aisyah, ia berkata.

"Panjang rambut Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah diantara daun telinga, sampai (di atas) bahu" [Ahmad VI/118, Abu Dawud No. 4187, Tirmidzi no. 1755, Ibnu Majah No.3655]

Dan hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu.

"Adalah rambut beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengombak (ikal), tidak keriting dan tidak pula lurus. (Panjangnya) antara daun telinga dan kedua bahunya" [Bukhari No. 5563, 5564,5565. Muslim No. 2338]

Imam Ahmad III/113, 165, Muslim No. 2338 meriwayatkan dengan lafal.

"Adalah rambut beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sampai pada (batas) tengah-tengah kedua telinganya".

Adapun khitan, wajib hukumnya bagi laki-laki dan mulia (utama) bagi kaum wanita, yaitu tidak wajib, berdasarkan keterangan dari banyak ulama.

Abu Abdillah berkata, "Ibnu Abbas sangat tegas dalam masalah khitan. Diriwayatkan dari beliau, bahwa "Tidak sah haji dan shalatnya". Maksud beliau jika orang itu tidak berkhitan".

Dalil tentang wajibnya berkhitan adalah sebuah hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang laki-laki yang baru saja masuk Islam.

"Bersihkan darimu rambut kekafiranmu dan berkhitanlah" [Abu Dawud No. 356]

Begitu pula hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Ibrahim kekasih Allah berkhitan pada usia 80 tahun. Beliau berkhitan dengan kapak" [Bukhari No. 3178, 5940. Muslim No. 2370]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Kemudian Kami telah wahyukan kepadamu (Muhammad), 'Ikutilah agama Ibrahim seorang yang lurus"[An-Nahl : 123]

Disamping itu karena khitan adalah salah satu dari syiar kaum muslimin. Kalaulah berkhitan itu tidak wajib tentu tidak boleh membuka aurat untuk khitan, karena membuka aurat itu hukumnya haram. Namun, ketika membuka aurat untuk berkhitan itu diperbolehkan, hal itu menunjukkan berkhitan itu wajib.

Berkhitan juga disyariatkan kepada wanita. Abu Abdillah berkata, Dan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Apabila dua khitan (laki-laki dan perempuan) bertemu (senggama) maka wajib mandi" [Ahmad VI/239. Tirmidzi 109, dan Ibnu Majah 608]

Dalam hadits ini terdapat penjelasan bahwa para wanita dahulu (pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) berkhitan.

Begitupula hadits Umar Radhiyallahu 'anhu bahwa seorang wanita tukang khitan pernah mengkhitan (seorang anak wanita), maka Umar Radhiyallahu 'anhu berkata kepadanya, "Sisakan sedikit bila engkau mengkhitan" [Lihat Mushannaf Ibnu Abi Syaibah V/420-421]

Al-Khallaf meriwayatkan dengan sanadnya dari Syaddad bin Aus, ia berkata, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Khitan itu sunnah bagi laki-laki dan mulia (utama) bagi wanita" [1]

Hadits yang seperti hadits Syaddad itu diriwayatkan pula dari Jabir bin Zaid Radhiyallahu 'anhu secara mauquf.

Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkata kepada wanita tukang khitan khusus wanita.

"(Sisakanlah) syahwatnya dan jangan dihabiskan, karena hal itu lebih memuaskan suami dan wajah (bisa) lebih bercahaya"[Lihat Majma Az-Zawaid V/172]

Waktu yang wajib bagi laki-laki berkhitan adalah ketika sudah baligh, berdasarkan perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu, katanya.

"Dan mereka (para sahabat) tidaklah mengkhitan seorang laki-laki melainkan setelah dia berusia baligh"[Bukhari No. 5941]

Namun kewajiban ini akan gugur bagi orang yang takut mengalami kebinasaan (bila dikhitan). Dan berkhitan di masa kecil sampai usia tamyiz (sebelum baligh) lebih baik, karena akan lebih cepat sembuh dan dia akan tumbuh dalam keadaan sesempurna mungkin. Wallahu 'alam


[Disalin dari kitab Al-As'ilah wa Ajwibah Al-Fiqhiyyah Al-Maqrunah bi Al-Adillah Asy-Syar'iyyah jilid I, Disalin ulang dari Majalah Fatawa 06/I/rabi'ul Awwal 1424H -2003M]
_________
Foote Note
[1] Hadits dhaif karena dalam sanadnya terdapat perawi bernama al-Hallaj bin Artha'ah. Dia seorang mudallis dan riwayatnya akan hadits ini mudhtarib (goncang).
__________________________

SEBAGIAN MAJALAH MENYEBUTKAN BAHWA MENGKHITAN WANITA ADALAH KEBIASAAN YANG BURUK.

Oleh :Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta'

Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Khitan bagi wanita termasuk sunnah ataukah kebiasaan yang buruk ? saya membaca di salah satu majalah bahwa mengkhitan wanita bagaimanapun bentuknya adalah kebiasaan buruk dan membahayakan dari sisi kesehatan, bahkan bisa menyebabkan pada kemandulan. Benarkah hal tersebut ?"

Jawaban.
Mengkhitan anak perempuan hukummnya sunnah, bukan merupakan kebiasaan buruk, dan tidak pula membahayakan jika tidak berlebihan. Namun apabila berlebihan, bisa saja membahayakan baginya.

[Fatwa Lanjah Daimah lil Ifta ; 5/120]


HUKUM BERPESTA PORA DALAM PERAYAAN KHITAN

Oleh : Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta'

Pertanyaan.
Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : "Apa hukum mengkhitan wanita, dan apa
hukum berpesta pora dalam perayaan khitan ?"

Jawaban.
Khitan bagi wanita disunnahkan dan merupakan kehormatan bagi mereka. Sedangkan berpesta dalam perayaan khitan, kami tidak mendapatkan dasarnya sama sekali dalam syari'at Islam yang suci ini. Adapun perasaan senang dan gembira karenanya, merupakan hal yang sudah seharusnya, karena khitan merupakan perkara yang disyariatkan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman.

"Katakanlah. Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah labih baik dari apa yang mereka kumpulkan" [Yunus : 58]

Khitan merupakan keutamaan dan rahmat dari Allah, maka membuat kue-kue pada saat dikhitan dengan tujuan untuk bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala boleh dilakukan.

[Fatawa Lajnah Daimah Lil Ifta 5/123]


[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-3 hal 122-123, Penerbit Darul Haq]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar