Surat Sederhana Untuk Suamiku
Suamiku, satu bulan sudah berlalu. Masih teringat jelas di dalam memori otakku detik-detik bahagia itu. Detik di mana malaikatpun ikut mendoakan kita. Detik di mana gerbang kebahagiaan akan kita lewati dengan ikatan perjanjian yang kuat. Mahligai akan kita bangun dengan kekuatan cinta. Mahligai yang meski sederhana, namun kokoh dan meneduhkan. Engkau sebagai raja yang arif dan perkasa melindungi dari setiap serangan. Dan aku adalah ratu yang lembut, senantiasa memberi cinta dan kedamaian serta menjaga singgasana kita.
Suamiku, satu bulan kita lalui penuh kebahagiaan. Namun sayang, kita tidak boleh berbangga diri. Jalan di depan kita masih panjang. Satu bulan hanya masa perkenalan, seperti halnya bunga krisan yang beradaptasi di lingkungan barunya.
Satu bulan hanya masa yang singkat, karena sepanjang usia kita pun takkan bisa benar-benar mengenal dua pribadi yang berbeda. Satu bulan hanya titik awal kita memulai perjalanan ini. Ingatlah suamiku, perjalanan kita nantinya tidak selalu semulus yang kita rencanakan. Akan banyak kejutan dari-Nya yang bisa membuat kita tersenyum, tertawa, menangis, bahkan terluka. Namun, jangan sampai gentar suamiku sayang. Tetaplah tegar dan kuat menghadapinya. Karena kita kan selalu bersama, berusaha bersabar dan mengambil hikmah di setiap kejutan itu.
Ingatkah engkau sayangku. Nasehat bijak dari orang tua kita? Beliau tak lebih tinggi pendidikannya dari kita. Namun, mereka telah melalui perjalanan yang panjang. Telah banyak bunga dan duri yang mereka temui. Dan pastinya, mereka lebih banyak mengambil hikmahnya. Maka suamiku, mari kita renungkan nasehat tersebut. Sama-sama kita perbanyak bekal dalam perjalanan panjang kita.
Sayang, aku ingin selalu menjadi bidadari untukmu. Tidak hanya di dunia sekarang, tapi juga sampai ke surga Allah kelak. Maka, tak akan mudah seperti yang ku bayangkan untuk mencapainya. Dinda juga perlu bantuan dan dukunganmu, wahai suamiku. Ingatkanlah dengan tegas setiap kesalahanku namun dengan kelembutanmu. Karena isterimu ini hanyalah tulang rusuk mu yang bengkok. Jangan kau paksakan meluruskannya, karena ia akan patah. Tapi jangan juga kau biarkan karena ia akan selamanya bengkok. Bimbinglah isterimu ini untuk meraih ridho dari mu dan terutama ridho dari Allah.
Ketahuilah suamiku, aku hanyalah manusia biasa yang jauh dari sempurna. Begitu juga dengan dirimu. Aku hanya wanita yang bisa rapuh. Begitu juga engkau hanya lelaki biasa yang bisa menjadi khilaf. Kita hanya pribadi yang mempunyai ego masing-masing. Kita bisa mengajukan semua logika untuk merancang masa depan surga kita. Namun, kita tidak berdaya dengan kuasa-Nya. Hanya kekuatan doa lah yang bisa membantu kita. Hanya kesederhanaan pemikiran kita tentang sabar dan syukur yang bisa menyelamatkan kita.
Jangan pernah takut sayang, jika suatu saat badai datang menerjang kapal kita. Aku kan selalu mendampingimu melawan badai itu. Luruskan arah dan kembangkan layar, aku kan membantumu dengan kompas penunjuk arah yang benar. Tetaplah tabah menghadapinya karena badai itu kan mendewasakan kita hingga nantinya kita sampai ke pulau impian itu. Karena Allah tidak akan menguji kita di luar kesanggupan kita. Yakinlah akan ada terang setelah gelap malam. Kuatkanlah desain kapal kita agar anak-anak kita nantinya tetap aman di dalamnya meski kita menghadapi goncangan. Persiapkanlah untuk mereka pendidikan akhlak yang terbaik sehingga mereka bisa meguhkan perjuangan kita dan menguatkan dengan doa.
Tak banyak lagi kata-kata yang bisa kutuangkan dalam surat ini, suamiku. Karena kata takkan cukup menceritakan tiap hal yang akan kita temui. Hanya sebait puisi kesayanganmu yang bisa kuselipkan di akhir surat ini.
”Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan kata yang tak sempat disampaikan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.” (Sapardi Djoko Damono)
Sekian surat dari ku untukmu suamiku. Kutitipkan doa di dalam surat ini, dan akan kkirim dengan penuh cinta kasih sayang hanya untukmu.
Dari wanita tak sempurna yang sedang belajar menjadi perhiasan dunia untukmu, sebagai isteri sholeha.
Bumi Allah, tepat satu bulan pernikahan kita
Karya : Nely Dyahwathi
Sumber : www.eramuslim.com
Kado Untuk Suamiku
Kupersembahkan kado sederhana ini untukmu suamiku tercinta. Tiada kata yang pantas keucapkan dari lidahku yang mungil ini, selain”Terimakasih atas segala apa yang kau berikan padaku, semoga Allah memberikan rahmat dan ridhaNya selalu kepadamu, dengan segenap ragaku, sepanjang jantungku masih berdetak, maka aku tetap " Mencintaimu" , melalui kehangatan tanganmu, aku merasakan hangatnya cintamu”.
Air mataku selalu berlinang bila mengingat dirimu yang telah bersusah payah mencari nafkah lahir dan bathin untuk menghidupi kami.Terkadang dirimu sendiri tidak kau pikirkan, rapikah dandanan bajumu, tersisirkah rambutmu, terpakaikah dasimu, mengkilatkah sepatumu, atau bahkan kau lupa akan isi perutmu sendiri, sudah sarapan pagikah, sudah makan siangkah, semua tidak kau pikirkan kalau tidak kuingatkan padamu, karena pikiranmu cuma satu, mencari nafkah. Selama perkawinan kita dirimu cukup tergantung akan perhatianku pada makan, minum, dan pakaianmu.sampaipun hampir semua bajumu akulah yang memilihkan warnanya.kau benar-benar seorang suami yang manja, dan aku menyukai kemanjaanmu itu.
Wajah dan tubuhmu yang dulu kekar, mulai memudar, keriput mulai merambat iwajahmu, rambutpun mulai memutih, mata semakin sayu, , dan dengan tetesan keringat selalu membasahi sekujur tubuhmu. Namunpun begitu, bagiku dirimu adalah tetap suamiku yang tertampan dan termuda , karena akupun jua semakin melangkah tua.Hatimu selalu ikhlas, tanpa sedikitpun rasa mengeluh dan lelah kau perlihatkan padaku.Sementara aku tidak sepantasnya selalu mengeluh atas kesulitan RT, membersihkan rumah, mengurus anak-anak, mengantarkannya sekolah, memasak, mencuci, menggosok. Tidak sepantasnya aku selalu saja menuntut minta ini, minta itu, beli ini beli itu, antarkan ini, antarkan itu, padahal, seharusnya semua itu mampu aku kerjakan sendiri, karena aku harus menyadari, waktu sangat berharga bagimu, semenit itu bisa jadi uang untuk menafkahi kami, dan juga dirimu butuh istirahat.
Aku selalu ingat, betapa Rasulullah pernah mendapatkan teguran karena hanya sekedar mencari keridhaan istrinya, mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah Ta’ala, padahal, perintah Allah harusnya jauh lebih kau perhatikan ketimbang permintaanku. Juga aku selalu ingat, betapa Allah menyuruh Rasulullah, disaat para istrinya menginginkan kehidupan duniawi lebih lagi, apa yang harus dijawab Rasulullah atas perintah Allah tersebut?” Katakanlah wahai Muhammad(pada istri-istri kamu), jika kamu menginginkan kehidupan duniawi beserta perhiasannya, maka, marilah sini akan kuberikan kesenangan duniawi itu, dan kuceraikan kamu dengan perceraian yang baik-baik”.(Al Ahzab 28)
Dari firman Allah diatas, aku bisa merenungkan, betapa seharusnya seorang istri, jangan terlalu banyak menuntut kepada suami. Ridha dan ikhlas dengan apapun pemberian suami, apapun keputusan suami, karena itulah realita kehidupan.Allah ta'ala berfirman:" lelaki(para suami) itu pemimpin atas perempuan(para istri), dengan kelebihan yang diberikan oleh Allah ta'ala kepada sebahagian mereka(suami) atas sebahagian yang lain(istri), dan dengan kelebihan para suami memberikan nafkah bagi para istri dari harta mereka, maka para istri-istri yang shalihah adalah mereka yang taat pada Allah dan menjaga dirinya.Perempuan- perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz(membangkang, melawan), hendaklah kamu beri nasehat kepada mereka, tinggalkanlah mereka ditempat tidur(pisah ranjang),dan (kalau perlu), pukullah mereka.tetapi jika mereka mentaatimu, janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya, sungguh Allah maha tinggi, lagi maha besar(Annisa 34).
Wahai suamiku, tidak sepantasnyalah seorang suami takut pada istrinya seperti kebanyakan suami zaman sekarang(tidak semua lelaki), dan ketakutan suami pada sang istri, jarang kita temukan dari zaman para Nabi dan para sahabat, andaikanpun ada, langsung dapat teguran dari Allah Subhanahu Wata'ala. Suatu yang aneh, bila kita melihat para suami takut pada sang istri, apakah memang kiamat dah dekat, atau bumi sudah kebalik?Allahu' alam.
Siapa sih perempuan didunia ini, yang tidak menginginkan gemerlap keajaiban duniawi, kesenangan berbaju cantik, berpakaian indah, perhiasan dengan hiasan emas permata, bahkan berlian sekalipun, tinggal dirumah mewah dengan perabotan serba canggih , mutakhir dan lengkap.Hampir semua perempuan didunia ini menginginkan hal itu.Hanya sayang sekali, pada hakikatnya kesederhanaan dan menghemat itu sering terlupakan. Kehidupan zuhud, sederhana dan menghemat disaat kita mampu sudah sulit ditemukan lagi, karena gemerlap kemewahan telah menghiasi dan menyelimuti dunia fatamorgana, penuh fantasi ini.
Pepatah mengatakan:”Al Iqtishaadu asaasunnajaahi, Kesederhanaan, (hemat), itu adalah sumber dari keberhasilan seseorang”.Hemat bukan berarti pelit, karena Allah paling tidak suka pada orang yang sombong lagi pelit.Sudahlah sombong dan pelit, orang pelit pada umumnya sifatnya egois, mementingkan diri sendiri, tidak pernah memikirkan bagaimana nasib orang lain, sudahlah egois, malah menyuruh orang agar egois dan berbuat bakhil pula dan berusaha menyembunyikan kekayaan, atau karunia yang diberikan Allah padanya(Annisa 36-37). (agar tidak ada orang yang meminta belas kasihan kepadanya, dan termasuk disini mereka yang selalu saja mencari-cari alasan agar tidak bersedeqah, seakan-akan kebutuhan rumah yang selalu bertambah-tambah, dan kebutuhan selalu kurang, padahal kalau kita ingat firman Allah, manusia disuruh bersedeqah dalam keadaan lapang dan sempit, sebab disanalah keberkahan hidup itu adanya, bisa jadi dengan sedeqah kita yang sedikit itulah yang justru mempermudahkan rezeki kita).
Suamiku, aku tau, betapa banyaknya para lelaki yang hancur karena ulah perempuan, tetapi sebanyak itu pula para lelaki yang maju karena ada perempuan baik mendampinginya. Ingat kita cerita Napoleon Bonaparte yang katanya super pintar, salah satu penyebab hancurnya juga karena perempuan, ingat kita kehancuran Mesir kuno, dengan cerita cleopatranya, tetapi kita tak juga pernah lupa akan perannya Siti Khadijah dengan segala dukungan, moril, harta dan sayang serta cintanya pada Rasulullah sampai Rasulullah maju.dan berhasil menjadi pemimpin yang paling berhasil didunia sampai zaman kini.Siti Aisyah yang pintar lagi manja, sampai meneruskan perjuangan Rasulullah dengan hadits-hadits melalui beliau.
Kita tak pernah lupa dalam sebuah kata:"Perempuan itu adalah tiang Negara, bila baik perempuan dinegara itu, maka baiklah negerinya, bila buruk perempuan ditempat itu, maka buruklah lokasi tersebut. Begitulah betapa pentingnya peran seorang perempuan yang berhati mulia, berkata santun, cerdas, dan memiliki sense of crisis yang cukup tinggi atas kehidupan manusia lainnya, tidak merasakan dunia ini hanyalah miliknya sendiri, dan hidupnya hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, tidak akan pernah tenang dan tentram hatinya kecuali segalanya ia miliki sendiri.Karena ia kurang sadar, dan merasa dunia ini hanya selebar daun talas, ia seperti katak dibawah tempurung yang hanya tau dirinya saja. Betapa para sahabiah hidup dalam lingkungan yang luas, hidup mereka bebas, tetapi terikat. Bebas menyalurkan ilmu-ilmu mereka, bebas bekerja membantu mencari nafkah suami, namun terikat dan terbatas sesuai dengan naluri kewanitaannya. Para sahabiah, banyak yang berjualan kepasar, jadi penjahit, daiah, dan sebagainya.
Suamiku, dengan ayunan langkahmu meninggalkan tapak suci rumah kita, aku selalu mendo'akan agar dirimu sehat dan selamat didalam perjalanan.Aku selalu berusaha menahan diri agar tidak menuntutmu sepulang kerja nantik belikan atau bawakan ini dan itu, walaupun itu kau tawarkan pada diriku. Yang aku inginkan adalah keselamatanmu, karena keselamatanmu jauh lebih berharga dari harta melimpah. Aku tak ingin membiasakan diriku menjadi tangan yang selalu di bawah, selalu meminta, pendidikan itu justru kumulai dari rumah kita, agar kelak anak-anak kitapun tumbuh menjadi orang baik-baik, orang yang selalu memikirkan nasib orang lain, dan tak membiasakan diri untuk menerima saja, tetapi selalu memberi.
Aku tak ingin diriku dan anak-anak kita terbiasa akan kebiasaan tangan dibawah itu, karena Allah berfirman:"Mereka tidak selalu meminta seolah-olah pengemis, sehingga akibat mereka menahan diri untuk tidak meminta, banyak orang yang menduga mereka itu adalah orang yang kaya, karena memelihara diri mereka" bahkan mereka selalu berusaha tangan diatas, karena "Tangan diatas, jauh lebih baik dari tangan dibawah, memberi, jauh lebih pantas, ketimbang selalu menerima", pendidikan semacam ini, harus kita mulai dari diri dan keluarga kita sendiri wahai suamiku.meskipun dengan alasan atau sandaran aku meminta pada suamiku sendiri, meskipun anak-anak meminta pada orang tuanya sendiri, tetapi tetap juga, yang namanya meminta itu kurang baik, dan pendidikan itu justru dimulai dari keluarga. Tangggung jawab suami pada istri dan anak-anaknya tidak perlu pula harus diminta, ia datang dengan sendirinya sesuai dengan kesanggupan suami.
Suamiku, aku cukup bangga dan bahagia mendapatkan suami seperti dirimu yang baik, shalih, penyayang, perhatian, penyabar, tanggung jawab, dan memperlakukan istri dengan baik, karena aku sadar, dan akupun memilihmu juga karena agamamu, karena dirimu juga memilih aku karena agamaku, sebagaimana sabda Rasulullah Saw : "Dinikahi perempuan dengan empat perkara, karena kecantikannya, kekayaannya, keturunannya, agamanya, maka pilihlah karena agamanya, niscaya dirimu akan beruntung", Akupun menerima lamaranmu karena aku takut akan ancaman dalam sebuah hadits Rasulullah:" Apabila datang lelaki shalih meminang seorang perempuan untuk menjadikannya sebagai istri, kemudian ditolak oleh perempuan itu, maka tunggulah fitnah(cobaan) yang besar akan datang menimpanya". Aku tau, dirimu melakukan semua kebaikan-kebaikan itu atas dasar menjalankan perintah illahi dengan firmanNya"Dan pergaulilah istri-istrimu dengan pergaulan yang baik".
Segala perbuatan baik, pasti balasannya juga baik, (Hal Jazaaulihsaan, illaalihsaan) , tetapi tak jarang pula justru kita menemukan sebaliknya.Apapun kebaikan yang kita berikan selalu salah dan tak berarti dimata orang yang kita baik padanya, tak heran, bahkan kita mendapatkan balasan buruk darinya, karena memang begitulah dunia ini, seperti cerita keledai dengan ayah serta anaknya, dinaiki salah, tak dinaiki salah, diangkat salah, tak digendong salah menurut pandangan orang lain, dan bisa jadi kita menemukan balasan kebaikan itu dari orang lain, bukan dari orang yang kita telah berbuat baik dan berkorban untuknya, karena bagaimanapun janji Allah pasti benar adanya.
Mungkin kebaikan yang kita lakukan pada si A, tidak kita terima balasan darinya, tetapi kita menerimanya dari si B. Karena itulah Allah dan RasulNya selalu mengingatkan kita akan berbuat, bertindak, dan berlaku sesederhana mungkin, pertengahan, tidak berlebihan. Dan jangan pernah mendzalimi siapapun didunia ini, karena perbuatan yang paling dibenci oleh Allah Ta'ala dan rasulNya adalah mendzalimi sesama, menghina dan mencaci maki sesama, sejelek-jelek perkataan adalah perkataan cacian, hinaan dan makian, karena bisa jadi orang yang kita hina, kita ejek dan kita hina jauh lebih baik dari yang menghina, dan mengejek. (Lihat Q.S Al Hujurat 11).
Mari kita jauhi dari berbuat dzalim, apalagi mendzalimi orang yang telah berbuat baik untuk kita.Betapa banyaknya firman Allah akan hal ini, dzalim pada manusia, maka penyelesaiannya haruslah pada manusia yang kita dzalimi, kalau tidak tergantunglah segala amalan dan hisab kita diakhirat kelak, terkatung-katung nasib kita kelak, sebelum semua terselesaikan, baik itu kesalahan, ataupun
hutang kita. Apapun sikap, perbuatan yang kita lakukan hendaknya berada dalam posisi pertengahan, karena Allah juga berfirman:"Dan kami jadikan kamu ummat pertengahan, agar menjadi saksi kelak atas ummat lainnya"dan lagi: "Masing-masing perkara itu sebaiknya adalah pertengahan, tidak terlalu berlebihan". Agar tidak terjadi penyesalan dibelakang hari.Mari kita serahkan semua perkara pada Allah Ta'ala, karena Dialah maha Khaliq, maha bijaksana, maha adil, dan maha mengetahui.Dari Atsar dan sebahagian ulama telah mengatakan ini menjadi sebuah hadits:”Cintailah kekasihmu sedang-sedang saja, bisa jadi ia menjadi musuh kamu suatu saat kelak, dan benciilah musuhmu sedang-sedang saja, bisa jadi musuhmu itu menjadi menjadi kekasihmu suatu saat kelak.Hal inipun sesuai dengan firman Allah.”Balaslah perbuatan jahat dengan perbuatan baik, bisa jadi orang yang dulunya ada diantara kita permusuhan, suatu saat ia menjadi teman yang sangat baik(kekasih) .”Waliyun Hamim”(Teman yang sangat dekat, dalam bahasa Arab, Hamim itu kekasih), berbeda dengan sahabat, aqrabat.
Wassalamu'alaikum. Biaro, Bukittinggi, 24 September 2007.Rahima
Suamiku, satu bulan sudah berlalu. Masih teringat jelas di dalam memori otakku detik-detik bahagia itu. Detik di mana malaikatpun ikut mendoakan kita. Detik di mana gerbang kebahagiaan akan kita lewati dengan ikatan perjanjian yang kuat. Mahligai akan kita bangun dengan kekuatan cinta. Mahligai yang meski sederhana, namun kokoh dan meneduhkan. Engkau sebagai raja yang arif dan perkasa melindungi dari setiap serangan. Dan aku adalah ratu yang lembut, senantiasa memberi cinta dan kedamaian serta menjaga singgasana kita.
Suamiku, satu bulan kita lalui penuh kebahagiaan. Namun sayang, kita tidak boleh berbangga diri. Jalan di depan kita masih panjang. Satu bulan hanya masa perkenalan, seperti halnya bunga krisan yang beradaptasi di lingkungan barunya.
Satu bulan hanya masa yang singkat, karena sepanjang usia kita pun takkan bisa benar-benar mengenal dua pribadi yang berbeda. Satu bulan hanya titik awal kita memulai perjalanan ini. Ingatlah suamiku, perjalanan kita nantinya tidak selalu semulus yang kita rencanakan. Akan banyak kejutan dari-Nya yang bisa membuat kita tersenyum, tertawa, menangis, bahkan terluka. Namun, jangan sampai gentar suamiku sayang. Tetaplah tegar dan kuat menghadapinya. Karena kita kan selalu bersama, berusaha bersabar dan mengambil hikmah di setiap kejutan itu.
Ingatkah engkau sayangku. Nasehat bijak dari orang tua kita? Beliau tak lebih tinggi pendidikannya dari kita. Namun, mereka telah melalui perjalanan yang panjang. Telah banyak bunga dan duri yang mereka temui. Dan pastinya, mereka lebih banyak mengambil hikmahnya. Maka suamiku, mari kita renungkan nasehat tersebut. Sama-sama kita perbanyak bekal dalam perjalanan panjang kita.
Sayang, aku ingin selalu menjadi bidadari untukmu. Tidak hanya di dunia sekarang, tapi juga sampai ke surga Allah kelak. Maka, tak akan mudah seperti yang ku bayangkan untuk mencapainya. Dinda juga perlu bantuan dan dukunganmu, wahai suamiku. Ingatkanlah dengan tegas setiap kesalahanku namun dengan kelembutanmu. Karena isterimu ini hanyalah tulang rusuk mu yang bengkok. Jangan kau paksakan meluruskannya, karena ia akan patah. Tapi jangan juga kau biarkan karena ia akan selamanya bengkok. Bimbinglah isterimu ini untuk meraih ridho dari mu dan terutama ridho dari Allah.
Ketahuilah suamiku, aku hanyalah manusia biasa yang jauh dari sempurna. Begitu juga dengan dirimu. Aku hanya wanita yang bisa rapuh. Begitu juga engkau hanya lelaki biasa yang bisa menjadi khilaf. Kita hanya pribadi yang mempunyai ego masing-masing. Kita bisa mengajukan semua logika untuk merancang masa depan surga kita. Namun, kita tidak berdaya dengan kuasa-Nya. Hanya kekuatan doa lah yang bisa membantu kita. Hanya kesederhanaan pemikiran kita tentang sabar dan syukur yang bisa menyelamatkan kita.
Jangan pernah takut sayang, jika suatu saat badai datang menerjang kapal kita. Aku kan selalu mendampingimu melawan badai itu. Luruskan arah dan kembangkan layar, aku kan membantumu dengan kompas penunjuk arah yang benar. Tetaplah tabah menghadapinya karena badai itu kan mendewasakan kita hingga nantinya kita sampai ke pulau impian itu. Karena Allah tidak akan menguji kita di luar kesanggupan kita. Yakinlah akan ada terang setelah gelap malam. Kuatkanlah desain kapal kita agar anak-anak kita nantinya tetap aman di dalamnya meski kita menghadapi goncangan. Persiapkanlah untuk mereka pendidikan akhlak yang terbaik sehingga mereka bisa meguhkan perjuangan kita dan menguatkan dengan doa.
Tak banyak lagi kata-kata yang bisa kutuangkan dalam surat ini, suamiku. Karena kata takkan cukup menceritakan tiap hal yang akan kita temui. Hanya sebait puisi kesayanganmu yang bisa kuselipkan di akhir surat ini.
”Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan kata yang tak sempat disampaikan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.” (Sapardi Djoko Damono)
Sekian surat dari ku untukmu suamiku. Kutitipkan doa di dalam surat ini, dan akan kkirim dengan penuh cinta kasih sayang hanya untukmu.
Dari wanita tak sempurna yang sedang belajar menjadi perhiasan dunia untukmu, sebagai isteri sholeha.
Bumi Allah, tepat satu bulan pernikahan kita
Karya : Nely Dyahwathi
Sumber : www.eramuslim.com
Kado Untuk Suamiku
Kupersembahkan kado sederhana ini untukmu suamiku tercinta. Tiada kata yang pantas keucapkan dari lidahku yang mungil ini, selain”Terimakasih atas segala apa yang kau berikan padaku, semoga Allah memberikan rahmat dan ridhaNya selalu kepadamu, dengan segenap ragaku, sepanjang jantungku masih berdetak, maka aku tetap " Mencintaimu" , melalui kehangatan tanganmu, aku merasakan hangatnya cintamu”.
Air mataku selalu berlinang bila mengingat dirimu yang telah bersusah payah mencari nafkah lahir dan bathin untuk menghidupi kami.Terkadang dirimu sendiri tidak kau pikirkan, rapikah dandanan bajumu, tersisirkah rambutmu, terpakaikah dasimu, mengkilatkah sepatumu, atau bahkan kau lupa akan isi perutmu sendiri, sudah sarapan pagikah, sudah makan siangkah, semua tidak kau pikirkan kalau tidak kuingatkan padamu, karena pikiranmu cuma satu, mencari nafkah. Selama perkawinan kita dirimu cukup tergantung akan perhatianku pada makan, minum, dan pakaianmu.sampaipun hampir semua bajumu akulah yang memilihkan warnanya.kau benar-benar seorang suami yang manja, dan aku menyukai kemanjaanmu itu.
Wajah dan tubuhmu yang dulu kekar, mulai memudar, keriput mulai merambat iwajahmu, rambutpun mulai memutih, mata semakin sayu, , dan dengan tetesan keringat selalu membasahi sekujur tubuhmu. Namunpun begitu, bagiku dirimu adalah tetap suamiku yang tertampan dan termuda , karena akupun jua semakin melangkah tua.Hatimu selalu ikhlas, tanpa sedikitpun rasa mengeluh dan lelah kau perlihatkan padaku.Sementara aku tidak sepantasnya selalu mengeluh atas kesulitan RT, membersihkan rumah, mengurus anak-anak, mengantarkannya sekolah, memasak, mencuci, menggosok. Tidak sepantasnya aku selalu saja menuntut minta ini, minta itu, beli ini beli itu, antarkan ini, antarkan itu, padahal, seharusnya semua itu mampu aku kerjakan sendiri, karena aku harus menyadari, waktu sangat berharga bagimu, semenit itu bisa jadi uang untuk menafkahi kami, dan juga dirimu butuh istirahat.
Aku selalu ingat, betapa Rasulullah pernah mendapatkan teguran karena hanya sekedar mencari keridhaan istrinya, mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah Ta’ala, padahal, perintah Allah harusnya jauh lebih kau perhatikan ketimbang permintaanku. Juga aku selalu ingat, betapa Allah menyuruh Rasulullah, disaat para istrinya menginginkan kehidupan duniawi lebih lagi, apa yang harus dijawab Rasulullah atas perintah Allah tersebut?” Katakanlah wahai Muhammad(pada istri-istri kamu), jika kamu menginginkan kehidupan duniawi beserta perhiasannya, maka, marilah sini akan kuberikan kesenangan duniawi itu, dan kuceraikan kamu dengan perceraian yang baik-baik”.(Al Ahzab 28)
Dari firman Allah diatas, aku bisa merenungkan, betapa seharusnya seorang istri, jangan terlalu banyak menuntut kepada suami. Ridha dan ikhlas dengan apapun pemberian suami, apapun keputusan suami, karena itulah realita kehidupan.Allah ta'ala berfirman:" lelaki(para suami) itu pemimpin atas perempuan(para istri), dengan kelebihan yang diberikan oleh Allah ta'ala kepada sebahagian mereka(suami) atas sebahagian yang lain(istri), dan dengan kelebihan para suami memberikan nafkah bagi para istri dari harta mereka, maka para istri-istri yang shalihah adalah mereka yang taat pada Allah dan menjaga dirinya.Perempuan- perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz(membangkang, melawan), hendaklah kamu beri nasehat kepada mereka, tinggalkanlah mereka ditempat tidur(pisah ranjang),dan (kalau perlu), pukullah mereka.tetapi jika mereka mentaatimu, janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya, sungguh Allah maha tinggi, lagi maha besar(Annisa 34).
Wahai suamiku, tidak sepantasnyalah seorang suami takut pada istrinya seperti kebanyakan suami zaman sekarang(tidak semua lelaki), dan ketakutan suami pada sang istri, jarang kita temukan dari zaman para Nabi dan para sahabat, andaikanpun ada, langsung dapat teguran dari Allah Subhanahu Wata'ala. Suatu yang aneh, bila kita melihat para suami takut pada sang istri, apakah memang kiamat dah dekat, atau bumi sudah kebalik?Allahu' alam.
Siapa sih perempuan didunia ini, yang tidak menginginkan gemerlap keajaiban duniawi, kesenangan berbaju cantik, berpakaian indah, perhiasan dengan hiasan emas permata, bahkan berlian sekalipun, tinggal dirumah mewah dengan perabotan serba canggih , mutakhir dan lengkap.Hampir semua perempuan didunia ini menginginkan hal itu.Hanya sayang sekali, pada hakikatnya kesederhanaan dan menghemat itu sering terlupakan. Kehidupan zuhud, sederhana dan menghemat disaat kita mampu sudah sulit ditemukan lagi, karena gemerlap kemewahan telah menghiasi dan menyelimuti dunia fatamorgana, penuh fantasi ini.
Pepatah mengatakan:”Al Iqtishaadu asaasunnajaahi, Kesederhanaan, (hemat), itu adalah sumber dari keberhasilan seseorang”.Hemat bukan berarti pelit, karena Allah paling tidak suka pada orang yang sombong lagi pelit.Sudahlah sombong dan pelit, orang pelit pada umumnya sifatnya egois, mementingkan diri sendiri, tidak pernah memikirkan bagaimana nasib orang lain, sudahlah egois, malah menyuruh orang agar egois dan berbuat bakhil pula dan berusaha menyembunyikan kekayaan, atau karunia yang diberikan Allah padanya(Annisa 36-37). (agar tidak ada orang yang meminta belas kasihan kepadanya, dan termasuk disini mereka yang selalu saja mencari-cari alasan agar tidak bersedeqah, seakan-akan kebutuhan rumah yang selalu bertambah-tambah, dan kebutuhan selalu kurang, padahal kalau kita ingat firman Allah, manusia disuruh bersedeqah dalam keadaan lapang dan sempit, sebab disanalah keberkahan hidup itu adanya, bisa jadi dengan sedeqah kita yang sedikit itulah yang justru mempermudahkan rezeki kita).
Suamiku, aku tau, betapa banyaknya para lelaki yang hancur karena ulah perempuan, tetapi sebanyak itu pula para lelaki yang maju karena ada perempuan baik mendampinginya. Ingat kita cerita Napoleon Bonaparte yang katanya super pintar, salah satu penyebab hancurnya juga karena perempuan, ingat kita kehancuran Mesir kuno, dengan cerita cleopatranya, tetapi kita tak juga pernah lupa akan perannya Siti Khadijah dengan segala dukungan, moril, harta dan sayang serta cintanya pada Rasulullah sampai Rasulullah maju.dan berhasil menjadi pemimpin yang paling berhasil didunia sampai zaman kini.Siti Aisyah yang pintar lagi manja, sampai meneruskan perjuangan Rasulullah dengan hadits-hadits melalui beliau.
Kita tak pernah lupa dalam sebuah kata:"Perempuan itu adalah tiang Negara, bila baik perempuan dinegara itu, maka baiklah negerinya, bila buruk perempuan ditempat itu, maka buruklah lokasi tersebut. Begitulah betapa pentingnya peran seorang perempuan yang berhati mulia, berkata santun, cerdas, dan memiliki sense of crisis yang cukup tinggi atas kehidupan manusia lainnya, tidak merasakan dunia ini hanyalah miliknya sendiri, dan hidupnya hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, tidak akan pernah tenang dan tentram hatinya kecuali segalanya ia miliki sendiri.Karena ia kurang sadar, dan merasa dunia ini hanya selebar daun talas, ia seperti katak dibawah tempurung yang hanya tau dirinya saja. Betapa para sahabiah hidup dalam lingkungan yang luas, hidup mereka bebas, tetapi terikat. Bebas menyalurkan ilmu-ilmu mereka, bebas bekerja membantu mencari nafkah suami, namun terikat dan terbatas sesuai dengan naluri kewanitaannya. Para sahabiah, banyak yang berjualan kepasar, jadi penjahit, daiah, dan sebagainya.
Suamiku, dengan ayunan langkahmu meninggalkan tapak suci rumah kita, aku selalu mendo'akan agar dirimu sehat dan selamat didalam perjalanan.Aku selalu berusaha menahan diri agar tidak menuntutmu sepulang kerja nantik belikan atau bawakan ini dan itu, walaupun itu kau tawarkan pada diriku. Yang aku inginkan adalah keselamatanmu, karena keselamatanmu jauh lebih berharga dari harta melimpah. Aku tak ingin membiasakan diriku menjadi tangan yang selalu di bawah, selalu meminta, pendidikan itu justru kumulai dari rumah kita, agar kelak anak-anak kitapun tumbuh menjadi orang baik-baik, orang yang selalu memikirkan nasib orang lain, dan tak membiasakan diri untuk menerima saja, tetapi selalu memberi.
Aku tak ingin diriku dan anak-anak kita terbiasa akan kebiasaan tangan dibawah itu, karena Allah berfirman:"Mereka tidak selalu meminta seolah-olah pengemis, sehingga akibat mereka menahan diri untuk tidak meminta, banyak orang yang menduga mereka itu adalah orang yang kaya, karena memelihara diri mereka" bahkan mereka selalu berusaha tangan diatas, karena "Tangan diatas, jauh lebih baik dari tangan dibawah, memberi, jauh lebih pantas, ketimbang selalu menerima", pendidikan semacam ini, harus kita mulai dari diri dan keluarga kita sendiri wahai suamiku.meskipun dengan alasan atau sandaran aku meminta pada suamiku sendiri, meskipun anak-anak meminta pada orang tuanya sendiri, tetapi tetap juga, yang namanya meminta itu kurang baik, dan pendidikan itu justru dimulai dari keluarga. Tangggung jawab suami pada istri dan anak-anaknya tidak perlu pula harus diminta, ia datang dengan sendirinya sesuai dengan kesanggupan suami.
Suamiku, aku cukup bangga dan bahagia mendapatkan suami seperti dirimu yang baik, shalih, penyayang, perhatian, penyabar, tanggung jawab, dan memperlakukan istri dengan baik, karena aku sadar, dan akupun memilihmu juga karena agamamu, karena dirimu juga memilih aku karena agamaku, sebagaimana sabda Rasulullah Saw : "Dinikahi perempuan dengan empat perkara, karena kecantikannya, kekayaannya, keturunannya, agamanya, maka pilihlah karena agamanya, niscaya dirimu akan beruntung", Akupun menerima lamaranmu karena aku takut akan ancaman dalam sebuah hadits Rasulullah:" Apabila datang lelaki shalih meminang seorang perempuan untuk menjadikannya sebagai istri, kemudian ditolak oleh perempuan itu, maka tunggulah fitnah(cobaan) yang besar akan datang menimpanya". Aku tau, dirimu melakukan semua kebaikan-kebaikan itu atas dasar menjalankan perintah illahi dengan firmanNya"Dan pergaulilah istri-istrimu dengan pergaulan yang baik".
Segala perbuatan baik, pasti balasannya juga baik, (Hal Jazaaulihsaan, illaalihsaan) , tetapi tak jarang pula justru kita menemukan sebaliknya.Apapun kebaikan yang kita berikan selalu salah dan tak berarti dimata orang yang kita baik padanya, tak heran, bahkan kita mendapatkan balasan buruk darinya, karena memang begitulah dunia ini, seperti cerita keledai dengan ayah serta anaknya, dinaiki salah, tak dinaiki salah, diangkat salah, tak digendong salah menurut pandangan orang lain, dan bisa jadi kita menemukan balasan kebaikan itu dari orang lain, bukan dari orang yang kita telah berbuat baik dan berkorban untuknya, karena bagaimanapun janji Allah pasti benar adanya.
Mungkin kebaikan yang kita lakukan pada si A, tidak kita terima balasan darinya, tetapi kita menerimanya dari si B. Karena itulah Allah dan RasulNya selalu mengingatkan kita akan berbuat, bertindak, dan berlaku sesederhana mungkin, pertengahan, tidak berlebihan. Dan jangan pernah mendzalimi siapapun didunia ini, karena perbuatan yang paling dibenci oleh Allah Ta'ala dan rasulNya adalah mendzalimi sesama, menghina dan mencaci maki sesama, sejelek-jelek perkataan adalah perkataan cacian, hinaan dan makian, karena bisa jadi orang yang kita hina, kita ejek dan kita hina jauh lebih baik dari yang menghina, dan mengejek. (Lihat Q.S Al Hujurat 11).
Mari kita jauhi dari berbuat dzalim, apalagi mendzalimi orang yang telah berbuat baik untuk kita.Betapa banyaknya firman Allah akan hal ini, dzalim pada manusia, maka penyelesaiannya haruslah pada manusia yang kita dzalimi, kalau tidak tergantunglah segala amalan dan hisab kita diakhirat kelak, terkatung-katung nasib kita kelak, sebelum semua terselesaikan, baik itu kesalahan, ataupun
hutang kita. Apapun sikap, perbuatan yang kita lakukan hendaknya berada dalam posisi pertengahan, karena Allah juga berfirman:"Dan kami jadikan kamu ummat pertengahan, agar menjadi saksi kelak atas ummat lainnya"dan lagi: "Masing-masing perkara itu sebaiknya adalah pertengahan, tidak terlalu berlebihan". Agar tidak terjadi penyesalan dibelakang hari.Mari kita serahkan semua perkara pada Allah Ta'ala, karena Dialah maha Khaliq, maha bijaksana, maha adil, dan maha mengetahui.Dari Atsar dan sebahagian ulama telah mengatakan ini menjadi sebuah hadits:”Cintailah kekasihmu sedang-sedang saja, bisa jadi ia menjadi musuh kamu suatu saat kelak, dan benciilah musuhmu sedang-sedang saja, bisa jadi musuhmu itu menjadi menjadi kekasihmu suatu saat kelak.Hal inipun sesuai dengan firman Allah.”Balaslah perbuatan jahat dengan perbuatan baik, bisa jadi orang yang dulunya ada diantara kita permusuhan, suatu saat ia menjadi teman yang sangat baik(kekasih) .”Waliyun Hamim”(Teman yang sangat dekat, dalam bahasa Arab, Hamim itu kekasih), berbeda dengan sahabat, aqrabat.
Wassalamu'alaikum. Biaro, Bukittinggi, 24 September 2007.Rahima
Tidak ada komentar:
Posting Komentar