Senin, 01 Maret 2010

SoLiLokui Mawar Berduri (Teruntuk yang Menamakan Dirinya Aktivis Dakwah)

AssaLamu’aLaikum warahmatuLLahi wabarakatuh…

Hai Muslimah...
Bagaimana harimu?
Menyenangkan?
Semoga begitu… 

Pagi ini, ketika kusibakkan tirai jendela kamarku, sang mentari menyapa ramah dengan sinar sejuknya. Seakan dia tahu kegilisahan yang mendera hatiku sejak sore.....

Bagaimana tidak?
Aku adalah seorang muslimah berjilbab yang selama ini berusaha ikhlas berdakwah. Aku selalu berusaha ikhlas menjaga kebersihan hati. Aku pun selalu menjaga agar suaraku, tingkah lakuku dan sikapku tidak menimbulkan virus cinta kaum Adam. Aku adalah orang yang selalu bercermin pada kegagalan untuk meraikh kemenangan. Aku selalu berusaha memberi yang terbaik untuk jalan dakwah ini. Tetapi mengapa aku harus digugat?Mengapa meksi datang padaku sepucuk surat yang membuat aku terasa tertohok, pas di ulu hati?

Tulisan tangan yang kuakui sangat lemah, bahkan cenderung artistik itu benar-benar menorehkan luka hati.
Nyeri..
Perih..
Bak sembilu menyayat-nyayat..
Surat itu anonim.
Awalnya aku menganggap seorang pengecut telah berani menyambangiku. Tapi isinya, kau mau tahu apa yang tertera diatas selembar kertas putih bergambar bunga mawar pada sudutnya itu? 

Simaklah...

"Saudariku sayang...,
Bagaimana mungkin engkau sampai terperdaya....
Kiramu.., engkau telah menjadi bunga Islam terpelihara.
Durimu tajam, kau pun (merasa) tumbuh di rimba...
Tapi, siapa dapat menghalangi diri dari wewangi dirimu...?
Siapa dapat mencegah diri dari indah menatapmu....?

Sungguh..,
Engkau telah terperdaya...!
Berkali-kali kubaca ulang. Mencoba membuat diri objektif. Tapi hasilnya sama saja, hatiku sakit. Sakit sekali!!! Tapi pagi ini, kucoba untuk merenung. Introspeksi. Evaluasi atas perjalanan hari-hariku.
Bukankah seseorang yang berjiwa besar itu harus mampu menerima perlakuan yang paling pahit sekalipun? Aku ingin mulai. MUlai mengaca diri.

Siapa sih aku? Selama ini aku telah mencoba keras meresapkan dalam dasar hatiku yang paling dalam bahwa aku adalah seorang hamba Allah. Itu selalu dan harus selalu kuingat. Sehingga dalam setiap aktifitas yang kulakukan, prinsip "LIllah-Billah-ilallah" selalu kucamkan. Itulah motto hidupku. Tapi sejauh mana aku berhasil..?

Aku merasa telah mengoreksi niatku. Tak ada yang salah. Aku yakin, hatiku bersih. Teman-teman aktifis dakwa dikampus telah paham sengan prinsipku ini. Aku akan menjadi orang pertama yang marah besar, manakala kudengar selentingan tentang kisah romantisme antar aktifis. Aku selalu berkata dengan gagah dihadapan adik-adik dan teman sejawatku, "Saya butuh orang yang berhati bersih dalam bekerja. Buang dan singkirkan setiap niat kotor. Saya benci bila aktifis dakwah dikotori dengan hati yang bengkok. Pastikan hati kalian bersih dalam setiap interaksi. Ingat itu! ini medan yang keras, saudariku. Jangan engkau terperosok dalam lubang-lubang cinta yang diciptakan syaithon bila engkau tidak dapat menjaga hatimu, tinggalkan saja medan dikampus atau segeralah menikah!" Vulgar. BArangkali itu kesanmu, wahai muslimah. Tapi itulah aku. Pengalaman telah mengajarkan kepadaku bersikap "keras".

Lalu, mengapa ia menyebutku terperdaya? Kalau iya, terperdaya oleh apa? Mana buktinya? Aneh rasanya bila menyebut diriku terperdaya oleh virus cinta! Kalaupun selama ini aku berinteraksi dengan rekan-rekan pria, semua itu murni urusan dakwah! Sungguh! KArena alasan itu pula, terkadang aku harus berdiskusi dan bertukar pikiran dengan mereka.

Kuakui, aku cenderung lebih sreg untuk bertukar pendapat dengan mereka yang lebih rasional dan realistis ketimbang kepada aktifis putri yang lebih banyak menggunakan pertimbangan perasaan dan tidak antisipatif dalam mengambil keputusan.

Wahai kaumku, tahukah engkau betapa besar perhatianku pada dakwah ini? TAhukah engkau, bahwa masalah pembinaan adik-adik kelas, program kerja yang matang, penempatan porsonil yang tepat, seleksi porsonil untuk garda depan, kordinasi kerja yang baik, selalu menjadi perhatian utamaku? Itulah sebabnya, kadang aku sampai menjelang isya di kampus. Itula sebabnya kadang kubiarkan rekan-rekan putra mengawalku pulang kerumah.

Meskipun aku sering terlibat diskusi, tapi ketahuilah tak ada topik lain kecuali masalah dakwah, dakwah dan hanya dakwah! Urusan dakwahlah dan semata-mata kerena kerja di jalan Allah-lah yang membuat aku menjalin hubungan dekat dengan beberapa rekan putra. Aku selalu menghindari pembicaraan yang mengarah pada persoalan pribadi. dalam rapat pun, bila pembicaraan sudah menyimpang (mulai di bumui dengan canda ria dan hal-hal yang tidak perlu) pasti aku intrupsi. Dalam setiap pembicaraan aku selalu menyiapkan agenda, hingga tak bertele-tele.

Sesungguhnya aku memang takut. Takut terjangkit virus cinta. AKu memilih sikap preventif daripada kelak harus mengobati. Kupikir, itulah cara terbaik untuk menjadi prajuritNya yang ikhlas dijalan mulia ini. Aku telah memakai caraMu, Ya Allah! Tapi, mengapa aku masih digugat?

Kucoba lagi menelusuri hari-hari yang telah kulalui. Bersih indah. Penuh semangat, full inovasi dan kreasi. Ah, hari-hariku kurasakan selalu lebih baik dari dari sebelumnya. AKu yakin itu. Seberapa besar?

Ah, ini pertanyaan yang selalu menyentak nuraniku. Seberapa besar, yah seberapa besar keyakinanku bahwa hari-hariku selalu bersih. DIbalik itu semua, ada satu pertanyaan yang selama ini selalu kutepis. pertanyaan tentang, "Bila kau dapat berusaha keras menjaga kebersihan hatimu, siapa yang dapat menjamin bahwa mereka (rekan-rekan putra) pun berusaha keras menjaga kebersihan hatinya? Tidakkah virus itu dapat menjangkiti hati mereka, lalu menularinya padamu..?

Ah, aku memang buta. Selama ini aku bersikeras pada sikap ngeyel: yang penting hatiku bersih. Dan bila hatimu kotor, itu urusanmu! seharusnya aku tidak bisa bersikap cuek bebek seperti itu. Bukankah aku sering terkena dampak kekotoran hati mereka?

Bukankah kadang aku tertatih-tatih menata hatiku manakala datang ujianMu? Bukankah aku sering menghilang dari medan untuk meredakan gejolak hati? Bukankah sering kudengar bisik-bisik takut bahwa Akh Fulan simpatik pada ukhti dengan tipe sepertiku? BAhwa Akh Anu ingin mempunyai pendamping yang memiliki kepribadian sepertiku dan sebagainya.

Aku memang buta. Aku telah terperdaya! Aku telah menyebarkan 'penyakit' sambil tak peduli pada keadaan 'si sakit' hanya karena aku merasa aman-aman saja. Aku lupa bahwa hati laki-laki itupun penuh rahasia seperti halnya hati kaum kita, perempuan.

Aku lupa bahwa masalah hati adalah subjektif. Benar adanya bahwa laki-laki suka pada kelembutan dan kemanjaan. Tapi siapa dapat melarang bila ada hati laku-laki yang justru cenderung pada sikap tegas dan tegar. Benar adanya bahwa laki-laki tersanjung bila ditempatkan pada posisi dimintai tolong dan perlindungan. Tapi, siapa yang dapat menyalahkan bila ada hati laki-laki yang lebih kepincut pada sikap mandiri dan penuh tanggung jawab

Wahai kaumku, kusadari diri telah terperdaya. Syaithan telah membisikkan rasa 'aman' dari bahaya virus cinta padaku dengan amat berlebihan. Syaithon telah menbuat aku tidak peduli pada andilku dalam mengotori hati orang lain. Tak ada yang dapat kulakukan sekarang kecuali segera berbenah diri! berlepas diri dari masalah dan pergi meninggalkan medan dakwah bukanlah sikap terpuji. Aku hanya perlu bersikap wasathan. Sederhana dan pertengahan. Kupikir tak ada salahnya meninjau kembali agenda aktifitasku di kampus. mengurangi intensitas pertemuan dengan rekan putra, mengerem sikap 'suhu' dan 'bossy' yang menonjol dalam pribadiku yang paling penting adalah menguatkan kembali hubungan hatiku dengan Allah.

Perenungan pagi ini membuat hatiku lebih tenang. Aku berterima kasih padaMu, YA Allah yang telah menggerakkan tangan seseorang untuk menggoreskan surat teguran. Untukmu, wahai kaumku, kuharap engkaupun dapat memetik hikmah dam pelajaran dari sini.

Sering kita lupa bahwa syaithan adalah musuh yang licik, hingga kita terperdaya oleh bujuk rayunya. Tak salahlah bila berkali-kali Allah memperingatkan agar waspada dari jebakannya. "..dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithon, karena sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagimu" (QS. 2:108). Bila dilihatnya kita banyak melakukan amal shalih, dihembuskanlah dalam hati sikap riya', hingga rusak amal shalih tersebut. Bila ditemuinya kita dalam keadaan tenang dan berserah diri pada Allah, dibisikkanlah rasa was-was dan gelisah dalam hati kita. "Dialah yang membisikkan rasa was-was kedalam hati manusia" (An NAas: 5). Dan bila dilihatnya kita dapat membentengi diri dari virus cinta, maka ditebarkan virus tersebut pada kaum laki-laki sehingga rusaklah jalinan hubungan yang suci semata-mata karena Allah. Oleh karena itu, camkanlah selalu bahwa syaithan adalah musuh yang harus diperangi!

Saling mengingatkan dan menasehati di jalan Allah hendaknya selalu ditegakkan. Adalah salah besar biala kita berprinsip: yang penting aku tidak seperti itu! Kita tidak bisa merasa aman dari perbuatan dosa seraya meninggalkan saudara-saudara pada perbuatan tercelah. Ini namanya egois! Tidakkah kita ingin menikmati (syurga) insya Allah bersama-sama dengan teman seperjuangan??

Virus cinta itu kejam. Dia akan meninggalkan penderitanya tergolek lemah tak berdaya, sibuk dnegan angan-angan, tergelam dalam khayal, sambil melupakan amal shalih. Karena itu, bekerjasamalah dalam menghadapinya! "Saling menasehati dalam kebenaran, kesabaran, juga dalam rasa kasih sayang"

Sebagai perempuan berangkali kita harus berupaya keras menutup celah yang memberi peluang bagi masuknya virus cinta. salah satunya, seperti yang Allah peringatkan dalam Al qur'an...: "maka janganlah kamu lemah dan tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya. Dan Ucapkanlah perkataan yang baik" (Al Azhab: 32). JUga dalam intensitas pertemuan, mejaga padangan dan adab-adab pergaulan Islami.

Saling menularkan kebersihan hati melalui menghidupkan majelis-majelis ruhiyah juga penting untuk diperhatikan. Memperbanyak dzikrullah, tilawah dan tadabbur ayat-ayat Allah. Ingatlah batin yang kuat sumber motivasi bagi aktifitas fisik. Bagaimana mungkin para aktifis dapat selalu full semangat dan motivasi dalam beramal jika hatinya kotor dan dipenuhi keinginan yang belum waktunya?

Wahai muslimah...
Aku merasa malu, karena sempat tertohok dan sakit hati atas teguran itu. Tapi hatiku kini telah tenang. Aku siap untuk memperbaiki diri. Aku ingin selalu membersihkan hati dan membantu saudara-saudaraku dalam mebersihkan hati mereka. Bagaimana denganmu...??

-diketik ulang oleh uF^ dari majalah Ummi edisi 2 tahun 97-
Bandung, 11 Rabul Awwal 1431 H

-Sebuah nasehat untuk mereka yang telah memilih jalan yang mulia ini, jalan para Nabi dan RasulNya yaitu dakwah ilallah...-


…Copas By Lembaga Muslimah WI…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar