Kamis, 15 April 2010

Kisah inspiratif : Sang muadzin yang menukar keimanannya ...(Jagalah pendangan!!!)

Sahabatku rahimakumullah,
Dalam sebuah kisah klasik disampaikan bahwa pada zaman khalifah ada seorang pria yang terkenal saleh dan bersuara keras serta merdu yang bertugas untuk mengumandangkan adzan di sebuah masjid di kota Baghdad. Biasanya, untuk mengumandangkan adzan, pria tersebut harus naik ke atas menara agar suaranya sampai ke telinga-telinga manusia dan tak terbentur dinding hingga menjangkau penjuru kota.

Kali itu ia tengah berada di atas menara. Baru saja ia usai mengumandangkan adzan. Saat ia hendak turun dari menara, rupanya pandangan matanya tertuju pada seorang wanita cantik yang kebetulan tinggal di dekat masjid.

Maka setan pun membelenggu hati sang pria saleh tadi. Mulai saat itu, ia bertambah giat untuk mengumandangkan adzan. Bukan karena adzannya, akan tetapi karena pemandangan yang selalu akan ia lihat dari ketinggian menara!

Hari demi hari, ia pun semakin dimabuk cinta. Tak tahan dengan hasrat yang menggebu, akhirnya ia menyempatkan untuk bertemu perempuan tadi.

Sesampainya di rumah tersebut, maka baru ia ketahui bahwa perempuan yang menawan hatinya tiada lain adalah seorang Nasrani.

Saat pintu dibuka oleh perempuan yang kebetulan masih gadis itu, maka sang muadzin pun menyampaikan maksudnya, “Duhai gadis cantik, ketahuilah aku telah terpesona padamu dan Aku datang ke sini untuk meminangmu...!”

Si gadis yang kebetulan juga terpikat dengan ketampanan muadzin yang saleh ini sempat mengiyakan dalam hati, namun lisannya berkata lain. “Engkau tidak bisa meminangku sebelum engkau datang kepada ayahku!” jawab sang gadis. Kemudian seolah tak sabar, si muadzin menjawab “Baik. Aku akan memintamu menjadi istriku lewat ayahmu.”

Kali ini sungguh setan menghiasi benak gadis tersebut untuk berkata, “Ayahku tidak akan pernah setuju menjadikan engkau menantunya. Sebab engkau adalah seorang muslim, sedang aku Nasrani. Kalau engkau benar ingin menikahiku, maka tinggalkanlah agamamu!”

Ia terdiam sejenak, seakan menimbang antara kecintaannya kepada agamanya sejak lahir (Islam) dan kecintaannya pada gadis pujaan hatinya. Setan bekerja keras untuk mengubah keimanan sang muadzin tersebut. Mungkin karena tak kuasa ia menahan gejolak, maka sang muadzin yang tidak lagi saleh itu pun menjawab, “Baiklah gadisku. Aku berjanji dan bersedia meninggalkan agamaku asalkan aku dapat mempersuntingmu!”

Sang Gadis menjawab, “Yang bener saja engkau, aku tidak suka pria yang main-main, jawablah dengan serius dan jujur darim lubuk hatimu yang paling dalam”.

Sang muadzin yang sedang mabok cinta itupun menjawab : “Sungguh, demi Tuhan, aku bersedia masuk agama Nasrani, asal engkau bersedia menjadi istriku”

Akhirnya setelah keduanya sepakat pada saat itu, kemudian si gadis meminta sang muadzin untuk datang besok pagi demi menemui orang tuanya untuk melamarnya. Sementara sang muadzin yang sedang dirundung cinta itu puas akhirnya mendapatkan pujaan hatinya, mesti ia tukar dengan keimanannya.

Maka pada kesempatan shubuh esok harinya, ia naik ke atas menara untuk ‘mengumandangkan adzan sambil berniat melihat gadis pujaannya’, namun sayang begitu ia hendak turun, rupanya ia terpeleset dari menara yang tinggi dan jatuh hingga tewas.

Duh, alangkah malangnya nasib sang muadzin tersebut, yang telah memupuk kebaikan sudah sedemikian lama. Namun berakhir dengan sebuah kekafiran dan kenistaan akibat maksiat mata yang dilakukannya. Barangkali inilah yang disebut su’ul khatimah (Akhir yang buruk).

Sahabatku rahimakumullah,
Maksiat adalah pembangkangan terhadap Allah Swt. Bagaimana tidak disebut sebagai pembangkangan? Padahal Allah Swt telah jelas melarang hamba-Nya untuk melemparkan pandangan mata kepada pihak yang bukan mahram. Sebagaimana firman-Nya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (An Nuur [24] : 30)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman baik pria maupun wanita untuk menundukkan pandangan mereka. Dan perintah menunjukkan kewajiban, kemudian Allah menjelaskan bahwa hal ini lebih menyucikan dan membersihkan hati.

Rasulullah saw bersabda kepada Imam Ali kw, “Wahai Ali! janganlah engkau mengikuti satu pandangan dengan pandangan lain karena engkau hanyalah memiliki yang pertama dan tidak untuk yang selanjutnya." (HR. Al Haakim dalam Al Mustadrak).

Menurut sebagian Ulama, memandang lawan jenis secara melampaui batas dapat digolongkan zina tidak lain karena ia menikmati memandang kecantikan wanita yang akan menyebabkan masuknya ke dalam hati orang yang memandangnya, sehingga ia tergantung dengannya lalu berusaha berbuat kekejian dengannya.

Allah swt berfirman, yang artinya, “Dia mengetahui mata yang berkhianat dan apa yang tersembunyi dalam dada.” (Ghafir: 19)

Maka siapa yang tidak mau menahan pandangannya dalam melihat sebuah perkara yang diharamkan oleh Allah Swt, maka ia telah bermaksiat dan membangkang atas ketentuan yang Allah telah tetapkan. Ketahuilah siapa yang bermaksiat, tidaklah pernah beruntung!

Sahabatku, Lihatlah bagaimana maksiat akibat tidak menjaga pandangan telah berhasil menistakan sang muadzin yang sudah bertahun-tahun beribadah kepada Allah! Tidakkah Anda sudah berpikir tentang bahaya maksiat mata?

“Ya Allah aku berlindung kepadamu dari jahatnya penglihatanku, dari jahatnya pendengaranku, dari jahatnya lisanku, dan dari jahatnya angan-anganku. Ya Rabb, aku berlindung padaMu dari akhir yang buruk (suul khatimah). Amiin

Wallahualam bissawab

Semoga Bermanfaat
Jakarta, 14 April 2010
Wassalamualaikum wr.wb
Imam Puji Hartono (Gus Im)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar