Sabtu, 22 Mei 2010

Hakikat Harta

Apakah harta kita benar-benar milik kita?
Sebelum kita membahas harta yang hakiki, jawablah pertanyaan ini,
Ada 10 ekor burung sedang bertengger di atas dahan, lalu salah satu burung tersebut
kita tembak dan kena, berapa sisanya? 9?
Bukan, tetapi sisanya adalah 1. Karena yang 9 ekor pergi karena kaget mendengar suara tembakan. Sedangkan yang satu tersisa, tergeletak di tanah.
Kalau kita punya uang 10 juta, lalu kita sumbangkan 1 juta ke masjid, berapa yang tersisa milik kita? Untuk menjawab pertanyaan ini marilah kita simak dialog Rosul dengan Aisyah.
Pada suatu saat Rosululloh SAW. memotong domba, daging-daging yang enak dibagikan
kepada tetangganya sehingga hanya menyisakan kaki-kakinya nya.
Rosul bertanya, “wahai Aisyah, apakah yang tersisa untuk kita? Aisyah menjawab, “yang tersisa
untuk kita tinggal kaki-kakinya” Rosululloh dengan tersenyum bersabda, “sesungguhnya semua tersisa untuk kita kecuali kaki-kakinya”
Yang saya maksud harta kita adalah harta yang benar-benar milik kita secara hakiki.
Harta yang terus menjadi milik kita selamanya.
Inilah yang seharusnya menjadi Paradigma kita terhadap harta

Ketahuilah bahwa harta yang ada di genggaman kita sekalipun belum tentu milik kita.
Meskipun kita simpan di bank yang paling aman, meskipun kita menyewa tim keamanan
yang paling canggih. Karena jika ajal kita tiba, maka harta itu bukan lagi milik kita.
Satu-satunya cara agar harta kita aman dan akan menjadi terus milik kita adalah kita shodaqoh-kan.
Karena harta ketika kita shodaqohkan, harta itulah yang akan menemani kita baik di alam kubur
maupun di hari kiamat nanti. Sehingga perhitungannya ketika kita memiliki uang 10.000,
lalu kita shodaqohkan 2.000 maka yang tertinggal untuk kita adalah 2.000 itu.
Yang 8.000 mungkin masuk ke badan kita lalu tak lama kemudian keluar lagi.
Maka tidak heran Rosululloh pernah berqurban 100 ekor unta namun wafat hanya meninggalkan
7 dirham. Itupun segera dishodaqohkan.

Mari kita simak sabda beliau yang indah
Orang yang cerdas adalah orang yang mengevaluasi diri dan berbuat untuk masa setelah kematian. Dan orang yang lemah (akal) adalah orang yang memperturutkan hawa nafsu dan memimpikan Alloh (H.R. Ahmad)

Mari kita perhitungkan berapa persen dari harta kita yang benar-benar milik kita?
Celaka besar seseorang yang memiliki banyak harta, yang ketika belum sempat
menshodaqohkan hartanya namun terlebih dahulu meninggal dunia.
Saat itu ia tidak lagi memiliki harta yang dengan susah payah ia kumpulkan,
namun tetap dimintai pertanggung jawaban akan harta yang ia kumpulkan.
Lebih celaka lagi jika harta warisannya digunakan untuk berbuat maksiat oleh ahli warisnya
dan dalam pembagiannyapun terjadi “cakar-cakaran” antar anggota keluarga.
Ini adalah musibah yang sangat besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar