Kamis, 06 Mei 2010

Ibadah Tersembunyi

Oleh: Dr. Muhammad Al-Arifi

Sepuluh tahun silam, pada malam yang dingin di musim hujan, aku bersama teman-teman. Karena mobil yang kami tumpangi mogok, terpaksa kami tinggal di tempat terbuka. Aku teringat saat itu kami menyalakan api dan mengitarinya. Betapa indah ngobrol di musim dingin di sekitar hangatnya kobaran api.
Setelah sekian lama kami duduk-duduk, kulihat salah seorang temanku pergi diam-diam. Dia saleh dan rajin melakukan ibadah tersembunyi. Aku pernah melihatnya pergi salat Jumat di pagi buta, bahkan ketika pintu masjid jamik belum dibuka.
Ia mengambil seember air, kukira akan buang hajat. Karena lama, aku bangun dan mengawasinya. Dari jauh kulihat ia membalut tubuhnya dengan kain karena hawa yang sangat dingin. Saat itu ia tersungkur dalam sujud di atas permukaan tanah, di tengah kegelapan malam seorang diri.
Demikian tampak jelas kalau ia sangat mencintai Allah. Dan, kukira Allah Swt. juga pasti mencintainya. Aku yakin bahwa ibadah tersembunyi seperti ini adalah kemuliaan di dunia sebelum di akhirat.
Beberapa tahun kemudian, aku tahu Allah menjadikannya diterima di bumi ini. Ia kini ikut berdakwah dan mengajak umat manusia. Jika berjalan di pasar atau masjid, anak-anak kecil berebutan mendahului orang-orang dewasa ingin bersalaman. Betapa banyak pedagang, umara, dan orang-orang terkenal berharap dicintai hati orang banyak sepertinya, tetapi sia-sia.
Ya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang” (Maryam: 96). Dalam arti kata, Allah menjadikannya dicintai orang lain.
Jika engkau sudah dicintai Allah, Dia akan membuatmu diterima di bumi.
Rasulullah saw. bersabda, “Jika Allah mencintai seseorang, Dia akan memanggil Jibrîl dan berfirman, ‘Aku mencintai si Fulan. Maka, cintailah ia.’ Jibrîl pun mencintainya.
Selanjutnya, Jibrîl memanggil seluruh penghuni langit dan berkata, ‘Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan. Maka, cintailah dia.’ Seluruh penghuni langit pun mencintainya.” Lebih lanjut Rasulullah saw. bersabda, “Kemudian diturunkanlah untuknya kecintaan penduduk bumi.
Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang” (Maryam: 96).
Jika Allah membenci seseorang, Dia akan memanggil Jibrîl dan berfirman, ‘Aku benci pada si Fulan. Maka, bencilah ia.’ Jibrîl pun membencinya. Setelah itu, Jibrîl memanggil seluruh penghuni langit dan berkata, ‘Sesungguhnya Allah membenci si Fulan. Maka, bencilah ia oleh kalian semua.’ Seluruh penghuni langit pun membencinya. Setelah itu, diturunkanlah untuknya kebencian di bumi.”
Betapa indahnya jika engkau hidup di bumi ini bisa makan, minum, dan tidur, sementara di langit Allah memanggil namamu, “Aku mencintai si Fulan. Maka, cintailah ia oleh kalian semua.”
Al-Zubayr ibn al-‘Awwâm berkata, “Barang siapa di antara kalian mampu melakukan amal saleh dengan tersembunyi, lakukanlah.”
Ibadah tersembunyi itu bermacam-macam, antara lain:
Melestarikan salat malam meskipun hanya satu rakaat witir setiap malamnya. Lakukanlah langsung setelah isya, atau sebelum tidur, atau sebelum fajar supaya dicatat di sisi Allah sebagai bagian dari bangun malam.
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah itu ganjil dan menyukai yang ganjil. Karena itu, lakukanlah salat ganjil (witir), wahai yang membaca Alquran.”
Contoh lain, berusaha mendamaikan dua orang yang berseteru, baik kawan, tetangga, atau suami-istri. Rasulullah saw. bersabda, “Maukah kalian kuberi tahu amalan yang pahalanya lebih baik daripada salat, puasa, dan sedekah?”
“Mau,” jawab para sahabat.
Rasulullah saw. melanjutkan, “Yaitu mendamaikan dua orang yang berseteru. Adapun merusak dua orang yang berseteru adalah pencukur.”
Contoh lain, banyak berzikir kepada Allah. Sesungguhnya tidak ada yang lebih disukai Allah melebihi kita mengingat-Nya. Rasul saw. bersabda, “Maukah kutunjukkan amalan kalian yang paling baik, paling suci di sisi Sang Maharaja, dan paling tinggi di derajat kalian, lebih baik bagi kalian daripada emas dan uang, juga lebih baik bagi kalian daripada bertemu musuh, kemudian kalian saling memukul leher?”
“Mau,” jawab para sahabat, “apa itu, wahai Rasulullah?”
Rasulullah saw. bersabda, “Berzikir atau mengingat Allah Swt.”
Contoh lain, bersedekah diam-diam. Sesungguhnya bersedekah dengan diam-diam meredakan murka Tuhan. Jika salat Fajar, Abû Bakar terbiasa pergi ke padang pasir, lalu tinggal di sana sejenak, kemudian kembali lagi ke Madinah. Karena penasaran, suatu hari ‘Umar diam-diam membuntuti Abû Bakar setelah salat Fajar. Ternyata, Abû Bakar sengaja keluar dari Madinah untuk datang ke sebuah tenda kumuh di tengah padang pasir.
Setibanya di sana, ‘Umar bersembunyi di belakang sebuah batu besar. Tidak terlalu lama menunggu, Abû Bakar pun keluar dari tenda itu.
Selanjutnya, setelah Abû Bakar keluar, ‘Umar masuk ke tenda tersebut. Ternyata, di dalam ada seorang wanita tua dan buta bersama seorang bayi kecil.
‘Umar bertanya, “Siapa orang yang datang pada kalian tadi?”
Wanita itu menjawab, “Aku tidak tahu. Yang jelas, ia seorang muslim. Setiap pagi ia datang kemari.”
“Apa yang ia perbuat?” kejar ‘Umar.
Wanita itu berkata, “Ia menyapu rumah kami, mencampur adonan kami, memeras susu ternak kami, lalu keluar.”
Sambil keluar ‘Umar berkata, “Engkau membuat lelah para penggantimu, wahai Abû Bakar. Engkau membuat lelah para penggantimu, wahai Abû Bakar.”
Tetapi, sejatinya ibadah dan keikhlasan ‘Umar tidak terlalu jauh dari Abû Bakar.
Suatu hari Thalhah ibn ‘Ubayd Allâh melihat ‘Umar keluar di tengah kegelapan malam. Ketika itu, ia masuk ke sebuah rumah, kemudian keluar lagi. Lalu masuk rumah yang lain, kemudian keluar lagi. Thalhah penasaran apa yang diperbuat ‘Umar di rumah-rumah itu.
Pagi harinya, Thalhah pergi ke rumah pertama yang dimasuki ‘Umar. Ternyata, di sana ada seorang perempuan tua, buta, dan tidak bisa berbuat apa-apa. Thalhah bertanya, “Untuk apa orang ini datang kemari?”
Perempuan itu menjawab, “Ia sudah terbiasa sejak ini dan ini. Ia datang membawa sesuatu yang baik untukku, dan mengeluarkan rasa sakit dariku.”
Sambil keluar Thalhah berkata, “Ibumu kehilanganmu, wahai Thalhah.”
Pada kesempatan lain, ‘Umar pergi ke daerah pinggiran Madinah. Di sana ada seorang musafir yang beristirahat di tengah jalan. Sebuah tenda kumuh didirikan, sedangkan ia duduk di ambang pintu seperti kebingungan.
‘Umar bertanya, “Siapa?”
Orang itu menjawab, “Aku dari daerah pedalaman. Aku ingin datang menghadap Amirul Mukminin untuk meminta kemurahan hatinya.”
Dari dalam tenda terdengar rintihan seorang wanita. ‘Umar menanyakannya.
Orang itu menjawab, “Pergilah, semoga Allah merahmati keperluanmu.”
“Inilah keperluanku,” tukas ‘Umar.
Orang itu berkata, “Istriku akan melahirkan. Tetapi, aku tidak punya uang, makanan, dan siapa-siapa.”
‘Umar segera berbalik pulang. Setibanya di rumah, ia berkata kepada sang istri, Ummu Kultsûm binti ‘Alî ibn Abî Thâlib, “Apakah engkau punya sesuatu yang dianugerahkan Allah kepadamu?”
“Untuk apa?” tanya sang istri.
‘Umar pun menceritakan perihal laki-laki itu.
Setelah itu, sang istri membawa barang-barang, sedangkan ‘Umar membawa ransel berisi makanan, panci, dan kayu. Mereka pun berangkat menemui laki-laki itu.
Ummu Kultsûm masuk ke dalam tenda menemui istri laki-laki itu, sedangkan ‘Umar duduk bersamanya. Ia nyalakan api dan meniup kayu, lalu memasak makanan. Saat itu, asap menyelinap di antara belukar jenggotnya.
Sementara itu, orang itu hanya duduk memerhatikannya. Tiba-tiba Ummu Kultsûm beteriak dari dalam tenda, “Wahai Amirul Mukminin, beritahu temanmu bahwa anaknya sudah lahir.”
Mendengar kata-kata “Amirul Mukminin”, sontak orang itu kaget bukan kepalang.
“Engkaukah Khalifah ‘Umar ibn al-Khaththâb?” katanya.
“Ya,” jawab ‘Umar.
Orang itu gemetar dan menepi dari ‘Umar.
‘Umar berkata, “Tetaplah di tempatmu.”
Setelah itu, ‘Umar mengambil dan meletakkan panci di dekat tenda, kemudian berteriak pada Ummu Kultsûm, “Beri ia makan.” Perempuan itu pun makan.
Tidak lama kemudian, ‘Ummu Kultsûm membawa keluar sisa makanan itu. ‘Umar berdiri mengambilnya, lalu meletakkan di depan laki-laki tersebut sembari berkata, “Makanlah. Sudah semalaman engkau tidak tidur.”
Selanjutnya, ‘Umar memanggil sang istri. Ummu Kultsûm keluar.
“Besok temuilah kami. Kami akan perintahkan sesuatu yang baik untukmu.”
Semoga Allah merahmati ‘Umar. Ia begitu tawaduk, suka melakukan ibadah tersembunyi demi menggapai cinta Allah.
Suatu malam ‘Alî ibn al-Husayn r.a. membawa ransel berisikan roti, lalu disedekahkan. Ia berkata, “Sesungguhnya sedekah yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi meredakan murka Tuhan.”
Ketika meninggal, orang-orang mendapati bekas hitam di punggungnya. Mereka berkata, “Ini punggung seorang kuli angkut. Padahal, kami sama sekali tidak tahu ia pernah bekerja sebagai kuli angkut.”
Sepeninggal ‘Alî, sekitar seratus rumah yang dihuni para janda dan anak yatim di Madinah tidak lagi mendapatkan bantuan makanan. Biasanya makanan tiba-tiba ada di rumah mereka di malam hari. Mereka sendiri tidak tahu siapa yang meletakkan makanan itu. Setelah ‘Alî meninggal dan bantuan makanan terputus, mereka baru tahu kalau dialah sebenarnya yang datang ke rumah mereka memberi bantuan.
Kisah lain, salah seorang salaf berpuasa selama dua puluh tahun; satu hari berpuasa, satu hari tidak. Keluarga orang tersebut tidak tahu kalau ia berpuasa. Karena ia punya warung, sehari-hari ia biasa berangkat ketika matahari sudah terbit. Ketika itu, ia tidak lupa membawa makanan untuk sarapan pagi dan makan siang. Jika hari itu ia berpuasa, makanan tersebut ia sedekahkan. Tetapi, jika sedang tidak berpuasa, ia makan. Setelah matahari terbenam, ia pulang dan makan bersama keluarga.
Orang-orang semacam itu bisa merasakan manisnya beribadah dalam setiap keadaan. Merekalah orang-orang bertakwa. Allah Swt. berfirman,
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, dan gadis-gadis remaja yang sebaya, dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula) perkataan dusta, sebagai pembalasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak (al-Naba’: 31 – 36).
Karena itu, carilah kecintaan Sang Pencipta. Sesungguhnya Dia menjamin akan menanamkan kecintaan terhadapmu di hati ciptaan-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar