Orangnya cerdas dan kini dia mendapat beasiswa untuk belajar di sebuah  perguruan tinggi pendidikan agama terkenal di luar negeri. Kepiawaiannya  sangat diakui rekan dan para dosennya. Bahkan karya tulisnya mengenai  agama menghiasi majalah dan surat kabar. Namun dia mengeluh kepada saya,  bahwa saat ini dia tak bisa konsentrasi belajar karena memikirkan  hubungan cinta jarak jauhnya. Ya, dia tengah menjalin cinta dengan  seseorang yang sedang studi juga di negara lain sejak beberapa bulan  ini. Benang-benang asmara terajut lewat email, chatting, dan SMS, nyaris  setiap hari. Ada saja hal-hal yang saling dicurhatkan dan dilaporkan.  Masya Allah!
Namun, konflik batin terus menggelayuti hati dan pikiran teman saya itu.  Betapa tidak, dia tahu bahwa semua itu mengganggu konsentrasi  belajarnya, apalagi saat ini dia sedang mempersiapkan ujian akhirnya.  Terbayang jika gagal, maka orang tua yang siang malam mendoakannya pasti  akan kecewa. Lebih-lebih lagi, dia juga paham bahwa apa yang mereka  lakukan selama ini adalah dosa yang bisa dikategorikan sebagai zina  hati. Dia juga mengerti bahwa itu semua bisa terjadi karena godaan  syaithan la’natullah, yang makin menggila kala imannya sedang lemah.  Namun apa daya, dia merasa tidak sanggup melawan arus deras godaan cinta  itu. Dia merasa terus terhanyut oleh buaian syaithan yang kali ini  seakan berwajah manis. Bayangan sang kekasih sungguh sulit untuk  dihapuskan. Pikirannya yang cerdas dan pengetahuan yang luas mengenai  syariat Islam seakan berubah menjadi tumpul kala digunakan untuk  mengatasi konflik batin ini.
****
Alhamdulillah, suatu saat dia mendatangi majelis taklim dan mendengar  lantunan firman Allah SWT: “Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh  bagimu, maka jadikanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya syaithan  itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka  yang menyala-nyala.” (QS Fathir: 6). Suara hafidz yang tartil itu  sungguh merasuk dalam qalbunya dan menjadi media penghantar Nur  Hidayah-Nya.
“Jihad...!!!” teriaknya tanpa sadar.
Benar sekali, jihadun nafs (jihad melawan hawa nafsu diri-sendiri) dan  jihadusy syaithan (jihad melawan syaithan). Dua istilah yang intinya  satu yakni jihad ini menggetarkan hati dan pikirannya. Teringat tausyiah  salah seorang gurunya: “Kata Al-Jihad di-kasrah huruf jim secara bahasa  bermakna kesulitan, kesukaran, kepayahan. Sedangkan secara syar’i  bermakna mencurahkan segala kemampuan dalam memerangi musuh, khususnya  orang-orang kafir.”
Kuncinya adalah “Mengerahkan segala kemampuan, baik materi atau bahkan  nyawa kita, untuk membela agama Allah dan melawan musuh Allah dan  Rasul-Nya”. Jadi, jika usaha kita biasa-biasa saja atau sambil lalu  belumlah dikatakan sebagai jihad.
Menurut Ibnul Qayyim ra., jihadun nafs adalah jihad seorang hamba untuk  menundukkan dirinya dalam ketaatan kepada Allah SWT, dengan melakukan  apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilarang-Nya, serta  memerangi diri sendiri di jalan Allah. Sedangkan jihadusy syaithan ada  dua tingkatan, pertama berjihad untuk menghalau segala sesuatu yang  dilontarkan syaithan pada manusia berupa syubhat dan keraguan yang dapat  membahayakan perkara iman. Orang yang mampu mengerjakannya akan  membuahkan keyakinan. Kedua, berjihad untuk menghalau segala apa yang  dilemparkan syaithan berupa kehendak buruk dan syahwat. Orang yang mampu  melakukannya akan membuahkan kesabaran. Sabar akan menolak syahwat dan  kehendak buruk, keyakinan akan menolak keraguan dan syubhat.
Dua jenis jihad inilah yang perlu kita lakukan terlebih dahulu sebelum  jihadul kuffar (jihad melawan orang kafir yang menyerang aqidah Islam)  dan jihadul munafiqin (jihad melawan orang munafiq yang yang menyerang  aqidah Islam).
****
“Jadi... tunggu apa lagi”, pikir teman saya itu, “Musuh sudah jelas  walaupun tidak tampak, yaitu syaithan. Jalan sudah ada, yaitu jihad.  Saya akan mulai dengan berniat lilLaahi Ta’ala, sebab amal perbuatan  akan sia-sia di mata Allah jika tidak dilandasi dengan niat yang benar,  Innamal a’malu bin niyyaat”. Beberapa program jihadun nafs dan jihadusy  syaithan dia canangkan dan dia jalankan dengan penuh kesungguhan dan  keyakinan. Genderang perang melawan hawa nafsu dan syaithan ditabuhnya  dengan menggelegar. Hatinya ikhlas, jika memang sang kekasihnya itu  adalah jodohnya, Insya Allah akan dipertemukan dengannya dalam  pernikahan yang syar’i.
Untuk mewujudkannya, tidak perlu komunikasi hotline 24 jam sehari dengan  sang kekasih seperti yang sudah-sudah. Yang penting, amanah belajar  harus dituntaskan dulu. Namun dalam masa belajar ini, adalah rugi di  mata Allah jika hanya mempelajari pengetahuan duniawi tanpa mendasarinya  dengan pengetahuan ukhrawi. Oleh sebab itu, jika suatu saat dia akan  mengajak kekasihnya untuk menikah maka diniatkan sebagai ajakan untuk  beribadah.
Jika godaan nafsu datang, dia hadapi dengan memperbanyak puasa,  istighfar, dan zikir. Untuk meneguhkan hati dan fisiknya, dia perbanyak  tilawatil Qur’an dan Qiyamul Lail. Jika ada perkara meragukan, apakah  tergolong kebaikan atau justru keburukan, dia ingat sabda Rasulullah  SAW: “Kebaikan itu adalah akhlaq yang baik. Dan dosa adalah apa-apa yang  meragukan jiwamu dan engkau tidak suka dilihat orang lain dalam  melakukan hal itu.” (HR Muslim).
Teman saya itu senyum-senyum kecut jika ingat apa saja yang pernah dia  lakukan selama ini. Kebodohan atau kekurang pengetahuannya memang  berbuah kejahilan; menjahili apa-apa yang menjadi ketentuan Allah SWT,  yaitu: apa yang disuruh-Nya dilalaikan, apa yang dilarang-Nya justru  dijalankan sebaik-baiknya. Astaghfirullah...
Kini teman saya sangat bahagia karena merasa tidak dibiarkan oleh Allah  SWT bergelimang dalam kesesatan dan maksiat. Ia merasa sangat bersyukur  karena telah mendapat taufiq dan hidayah-Nya dalam mengendalikan  cintanya dengan jihad.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar