Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.(QS. 49:12)
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Dalam ayat ini, Allah SWT memberi peringatan kepada orang-orang yang beriman, supaya mereka menjauhkan diri dari prasangka terhadap orang-orang yang beriman dan jika mereka mendengar sebuah kalimat yang keluar dari mulut saudaranya yang mukmin, maka kalimat itu harus diberi tanggapan yang baik, ditujukan kepada pengertian yang baik, dan jangan sekali-kali timbul salah paham, apalagi menyelewengkannya sehingga menimbulkan fitnah dan prasangka.
Umar telah berkata yang artinya demikian:
"Jangan sekali-kali kamu menerima ucapan yang keluar dari mulut saudaramu, melainkan dengan maksud dan pengertian yang baik, sedangkan kamu sendiri menemukan arah pengertian yang baik itu."
Dan diriwayatkan dan Rasulullah saw bahwa sesungguhnya Allah mengharamkan dari orang mukmin darahnya, kehormatannya dan menyangka kepadanya dengan sangkaan yang buruk, atau dilarang berburuk sangka. Adapun orang yang secara terang-terangan berbuat maksiat, atau sering dijumpai berada di tempat orang yang biasa minum arak hingga mabuk, maka buruk sangka terhadap mereka itu tidak dilarang.
Imam Baihaqi dalam kitabnya Syu'abul Iman meriwayatkan sebuah hadis dari Said bin Musayyab sebagai berikut:
Beberapa saudaraku di antara sahabat Rasulullah saw telah menyampaikan sebuah tulisan kepadaku yang berisi beberapa petunjuk, di antaranya, "Letakkanlah urusan saudaramu di atas sangkaan yang sebaik-baiknya selagi tidak datang kepadamu yang membantah sangkaanmu itu dan jangan sekali-kali engkau memandang buruk perkataan yang pernah diucapkan oleh seorang muslim, padahal engkau menemukan tafsiran yang baik pada ucapannya itu; dan barangsiapa yang menempatkan dirinya di tempat purbasangka, maka janganlah ia mencela, kecuali kepada dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang menyembunyikan rahasianya, maka pilihan itu berada di tangannya, dan tidak engkau balas seorang yang mendurhakai Allah (pada dirimu), dengan contoh yang lebih baik ialah taat kepada Allah demi balasan itu; dan hendaklah engkau selalu bersahabat dengan orang-orang yang benar sehingga engkau berada di dalam lingkup budi pekerti yang mereka upayakan, karena mereka itu menjadi perhiasan dalam kekayaan dan menjadi perisai ketika menghadapi bahaya yang besar. Dan jangan sekali-kali meremehkan sumpah agar kamu tidak dihinakan oleh Allah SWT. Dan jangan sekali-kali bertanya tentang sesuatu yang belum ada sehingga berwujud terlebih dahulu dan jangan engkau sampaikan pembicaraan kecuali kepada orang yang mencintainya. Dan tetaplah berpegang kepada kebenaran walaupun kamu akan terbunuh olehnya. Hindarilah musuhmu dan tetaplah menaruh curiga kepada kawanmu. kecuali orang yang benar-benar sudah dapat dipercaya, dan tidak ada yang dapat dipercaya kecuali orang yang takut kepada Allah. Dan bermusyawarahlah dalam urusanmu dengan orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka dalam keadaan gaib.
Kemudian Allah menerangkan sebabnya orang-orang mukmin wajib menjauhkan diri dari purbasangka, oleh karena sebagian purbasangka itu mengandung dosa. Berburuk sangka terhadap orang mukmin adalah suatu dosa besar karena Allah nyata-nyata telah melarangnya. Selanjutnya Allah melarang kaum mukminin mencari-cari kesalahan orang lain, mencari kecemaran, dan noda orang lain.
Abu Hurairah meriwayatkan sebuah hadis sahih sebagai berikut:
Jauhilah olehmu berburuk sangka. sesungguhnya berburuk sangka itu termasuk perkataan yang paling dusta. Dan jangan mencari-cari kesalahan orang lain, jangan buruk sangka. jangan membuat rangsangan dalam penawaran barang, jangan benci-membenci, jangan belakang-membelakangi, dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara. Dan tidak halal bagi seorang muslim untuk mengucil saudaranya lebih dari tiga hari.
Dan diriwayatkan pula oleh Abi Barzah Al Aslami, sahda Rasulullah saw:
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman dengan lidahnya, tetapi iman itu belum masuk ke dalam hatinya; jangan sekali-kali kamu bergunjing terhadap kaum muslimin, dan jangan sekali-kali mencari-cari noda atau auratnya. Karena barangsiapa yang mencari-cari noda kaum mukminin, maka Allah akan membalas pula dengan membuka noda-nodanya. Dan barangsiapa yang diketahui kesalahannya oleh Allah, niscaya Dia akan menodai kehormatannya dalam lingkungan rumahnya sendiri.
Imam Tabrani meriwayatkan sebuah hadis dari Harisah bin Nu'man:
Artinya:
Ada tiga perkara yang tidak terlepas dari umatku. yaitu anggapan sial karena sesuatu ramalan, dengki dan buruk sangka. Maka bertanyalah seorang sahabat: "Ya Rasulullah saw apa yang dapat menghilangkan tiga perkara yang buruk itu dari seseorang?". Nabi menjawab: "Apabila engkau hasad (dengki), maka hendaklah engkau memohon ampun kepada Allah. Dan jika engkau mempunyai purbasangka, jangan dinyatakan, dan bilamana engkau memandang sial karena sesuatu ramalan maka lanjutkanlah tujuanmu".
Abu Qilabah meriwayatkan bahwa telah sampai berita kepada Umar bin Khattab, bahwa Abu Mihjan As Saqafi minum arak bersama-sama dengan kawan-kawannya di rumahnya. Maka pergilah Umar hingga masuk ke dalam rumahnya, tetapi tidak ada orang yang bersama Abu Mihjan itu kecuali seorang laki-laki, Abu Mihjan sendiri. Maka berkatalah Abu Mihjan: "Sesungguhnya perbuatanmu ini tidak halal bagimu karena Allah telah melarangmu dari mencari-cari kesalahan orang lain". Kemudian Umar keluar dari rumahnya.
Dan Allah melarang pula bergunjing atau mengumpat orang lain, dan yang dinamakan gibah atau bergunjing itu ialah menyebut-nyebut suatu keburukan orang lain yang tidak disukainya sedang ia tidak di tempat itu baik sebutan atau dengan isyarat, karena yang demikian itu, menyakiti orang yang diumpatnya. Dan sebutan yang menyakiti itu ada yang mengenai, keduniaan, badan, budi pekerti, harta atau anak, istri atau pembantunya, dan seterusnya yang ada hubungannya dengan dia.
Telah berkata Hasan (cucu Nabi) bahwa bergunjing itu ada tiga macam, ketiga-tiganya tersebut dalam Alquran, yaitu gibah, ifki dan buhtan. Gibah atau bergunjing, yaitu menyebut-nyebut keburukan yang ada pada saudaramu. Adapun ifki yaitu kamu menyebut-nyebut keburt tentang seseorang mengenai berita-berita yang sampai kepadamu, dan buhtan atau tuduhan yang palsu ialah bahwa engkau menyebut-nyebut kejelekan seseorang yang tidak ada padanya. Dan tidak ada perbedaan pendapat antara para ulama bahwa bergunjing ini termasuk dosa besar, dan diwajibkan kepada orang yang bergunjing supaya segera bertobat kepada Allah dan minta maaf kepada orang yang bersangkutan.
Mu'awiyah bin Kurrah berkata kepada Syubah: "Jika seandainya ada seorang yang putus tangannya lewat di hadapanmu, kemudian kamu berkata 'itu si buntung', maka ucapan itu sudah termasuk bergunjing".
Allah taala mengemukakan sebuah perumpamaan supaya terhindar dari bergunjing, yaitu dengan suatu peringatan yang berbentuk pertanyaan: "Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging bangkai saudaranya?" Tentu saja kamu merasa jijik kepadanya. Oleh karena itu, jangan pula menyebut-nyebut keburukan seseorang ketika ia masih hidup. Sebagaimana kamu tidak menyukainya yang demikian itu, karena dipandang buruk juga dalam syariat.
Ali bin Husen mendengar seorang laki-laki sedang mengumpat orang lain, lalu ia berkata: "Awas kamu jangan bergunjing karena bergunjing itu sebagai lauk pauk manusia". Nabi sendiri berkhutbah pada hijjatul wada (naik haji yang penghabisan):
Imam Tabrani meriwayatkan sebuah hadis dari Harisah bin Nu'man:
Artinya:
Sesungguhnya darahmu, hartamu, dan kehormatanmu haram bagimu seperti haramnya hari ini dalam bulan ini dan di negerimu ini.
Allah menyuruh kaum mukminin supaya tetap bertakwa kepada-Nya karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadap orang yang bertobat dan mengakui kesalahan-kesalahannya. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang, dan tidak akan mengazab seseorang setelah ia bertobat.
Bergunjing itu tidak diharamkan jika disertai dengan maksud-maksud yang baik, yang tidak bisa tercapai kecuali dengan gibah itu. dan soal-soal yang dikecualikan dan tidak diharamkan dalam bergunjing itu ada enam perkara:
1. Dalam rangka kelaliman agar supaya dapat dibela oleh seorang yang mampu menghilangkan kezaliman itu.
2. Jika dijadikan bahan untuk merubah sesuatu kemungkaran dengan menyebut-nyebut kejelekan seseorang kepada seorang penguasa yang mampu mengadakan tindakan perbaikan.
3. Di dalam mahkamah, seorang yang mengajukan perkara boleh melaporkan kepada mufti atau hakim bahwa ia telah dianiaya oleh seorang penguasa yang (sebenarnya) mampu mengadakan tindakan perbaikan.
4. Memberi peringatan kepada kaum Muslimin tentang suatu kejahatan atau bahaya yang mungkin akan mengenai seseorang; misalnya menuduh saksi-saksi tidak adil, atau memperingatkan seseorang yang akan melangsungkan pernikahan bahwa calon pengantinnya adalah seorang yang mempunyai cacat budi pekertinya, atau mempunyai penyakit yang menular.
5. Bila orang yang diumpat itu terang-terangan melakukan dosa di muka umum, seperti minum arak di hadapan khalayak ramai.
6. Mengenalkan seorang dengan sebutan yang kurang baik, seperti a'war (orang yang matanya buta sebelah) jika tidak mungkin memperkenalkannya kecuali dengan nama itu.
::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Dalam ayat ini, Allah SWT memberi peringatan kepada orang-orang yang beriman, supaya mereka menjauhkan diri dari prasangka terhadap orang-orang yang beriman dan jika mereka mendengar sebuah kalimat yang keluar dari mulut saudaranya yang mukmin, maka kalimat itu harus diberi tanggapan yang baik, ditujukan kepada pengertian yang baik, dan jangan sekali-kali timbul salah paham, apalagi menyelewengkannya sehingga menimbulkan fitnah dan prasangka.
Umar telah berkata yang artinya demikian:
"Jangan sekali-kali kamu menerima ucapan yang keluar dari mulut saudaramu, melainkan dengan maksud dan pengertian yang baik, sedangkan kamu sendiri menemukan arah pengertian yang baik itu."
Dan diriwayatkan dan Rasulullah saw bahwa sesungguhnya Allah mengharamkan dari orang mukmin darahnya, kehormatannya dan menyangka kepadanya dengan sangkaan yang buruk, atau dilarang berburuk sangka. Adapun orang yang secara terang-terangan berbuat maksiat, atau sering dijumpai berada di tempat orang yang biasa minum arak hingga mabuk, maka buruk sangka terhadap mereka itu tidak dilarang.
Imam Baihaqi dalam kitabnya Syu'abul Iman meriwayatkan sebuah hadis dari Said bin Musayyab sebagai berikut:
Beberapa saudaraku di antara sahabat Rasulullah saw telah menyampaikan sebuah tulisan kepadaku yang berisi beberapa petunjuk, di antaranya, "Letakkanlah urusan saudaramu di atas sangkaan yang sebaik-baiknya selagi tidak datang kepadamu yang membantah sangkaanmu itu dan jangan sekali-kali engkau memandang buruk perkataan yang pernah diucapkan oleh seorang muslim, padahal engkau menemukan tafsiran yang baik pada ucapannya itu; dan barangsiapa yang menempatkan dirinya di tempat purbasangka, maka janganlah ia mencela, kecuali kepada dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang menyembunyikan rahasianya, maka pilihan itu berada di tangannya, dan tidak engkau balas seorang yang mendurhakai Allah (pada dirimu), dengan contoh yang lebih baik ialah taat kepada Allah demi balasan itu; dan hendaklah engkau selalu bersahabat dengan orang-orang yang benar sehingga engkau berada di dalam lingkup budi pekerti yang mereka upayakan, karena mereka itu menjadi perhiasan dalam kekayaan dan menjadi perisai ketika menghadapi bahaya yang besar. Dan jangan sekali-kali meremehkan sumpah agar kamu tidak dihinakan oleh Allah SWT. Dan jangan sekali-kali bertanya tentang sesuatu yang belum ada sehingga berwujud terlebih dahulu dan jangan engkau sampaikan pembicaraan kecuali kepada orang yang mencintainya. Dan tetaplah berpegang kepada kebenaran walaupun kamu akan terbunuh olehnya. Hindarilah musuhmu dan tetaplah menaruh curiga kepada kawanmu. kecuali orang yang benar-benar sudah dapat dipercaya, dan tidak ada yang dapat dipercaya kecuali orang yang takut kepada Allah. Dan bermusyawarahlah dalam urusanmu dengan orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka dalam keadaan gaib.
Kemudian Allah menerangkan sebabnya orang-orang mukmin wajib menjauhkan diri dari purbasangka, oleh karena sebagian purbasangka itu mengandung dosa. Berburuk sangka terhadap orang mukmin adalah suatu dosa besar karena Allah nyata-nyata telah melarangnya. Selanjutnya Allah melarang kaum mukminin mencari-cari kesalahan orang lain, mencari kecemaran, dan noda orang lain.
Abu Hurairah meriwayatkan sebuah hadis sahih sebagai berikut:
Jauhilah olehmu berburuk sangka. sesungguhnya berburuk sangka itu termasuk perkataan yang paling dusta. Dan jangan mencari-cari kesalahan orang lain, jangan buruk sangka. jangan membuat rangsangan dalam penawaran barang, jangan benci-membenci, jangan belakang-membelakangi, dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara. Dan tidak halal bagi seorang muslim untuk mengucil saudaranya lebih dari tiga hari.
Dan diriwayatkan pula oleh Abi Barzah Al Aslami, sahda Rasulullah saw:
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman dengan lidahnya, tetapi iman itu belum masuk ke dalam hatinya; jangan sekali-kali kamu bergunjing terhadap kaum muslimin, dan jangan sekali-kali mencari-cari noda atau auratnya. Karena barangsiapa yang mencari-cari noda kaum mukminin, maka Allah akan membalas pula dengan membuka noda-nodanya. Dan barangsiapa yang diketahui kesalahannya oleh Allah, niscaya Dia akan menodai kehormatannya dalam lingkungan rumahnya sendiri.
Imam Tabrani meriwayatkan sebuah hadis dari Harisah bin Nu'man:
Artinya:
Ada tiga perkara yang tidak terlepas dari umatku. yaitu anggapan sial karena sesuatu ramalan, dengki dan buruk sangka. Maka bertanyalah seorang sahabat: "Ya Rasulullah saw apa yang dapat menghilangkan tiga perkara yang buruk itu dari seseorang?". Nabi menjawab: "Apabila engkau hasad (dengki), maka hendaklah engkau memohon ampun kepada Allah. Dan jika engkau mempunyai purbasangka, jangan dinyatakan, dan bilamana engkau memandang sial karena sesuatu ramalan maka lanjutkanlah tujuanmu".
Abu Qilabah meriwayatkan bahwa telah sampai berita kepada Umar bin Khattab, bahwa Abu Mihjan As Saqafi minum arak bersama-sama dengan kawan-kawannya di rumahnya. Maka pergilah Umar hingga masuk ke dalam rumahnya, tetapi tidak ada orang yang bersama Abu Mihjan itu kecuali seorang laki-laki, Abu Mihjan sendiri. Maka berkatalah Abu Mihjan: "Sesungguhnya perbuatanmu ini tidak halal bagimu karena Allah telah melarangmu dari mencari-cari kesalahan orang lain". Kemudian Umar keluar dari rumahnya.
Dan Allah melarang pula bergunjing atau mengumpat orang lain, dan yang dinamakan gibah atau bergunjing itu ialah menyebut-nyebut suatu keburukan orang lain yang tidak disukainya sedang ia tidak di tempat itu baik sebutan atau dengan isyarat, karena yang demikian itu, menyakiti orang yang diumpatnya. Dan sebutan yang menyakiti itu ada yang mengenai, keduniaan, badan, budi pekerti, harta atau anak, istri atau pembantunya, dan seterusnya yang ada hubungannya dengan dia.
Telah berkata Hasan (cucu Nabi) bahwa bergunjing itu ada tiga macam, ketiga-tiganya tersebut dalam Alquran, yaitu gibah, ifki dan buhtan. Gibah atau bergunjing, yaitu menyebut-nyebut keburukan yang ada pada saudaramu. Adapun ifki yaitu kamu menyebut-nyebut keburt tentang seseorang mengenai berita-berita yang sampai kepadamu, dan buhtan atau tuduhan yang palsu ialah bahwa engkau menyebut-nyebut kejelekan seseorang yang tidak ada padanya. Dan tidak ada perbedaan pendapat antara para ulama bahwa bergunjing ini termasuk dosa besar, dan diwajibkan kepada orang yang bergunjing supaya segera bertobat kepada Allah dan minta maaf kepada orang yang bersangkutan.
Mu'awiyah bin Kurrah berkata kepada Syubah: "Jika seandainya ada seorang yang putus tangannya lewat di hadapanmu, kemudian kamu berkata 'itu si buntung', maka ucapan itu sudah termasuk bergunjing".
Allah taala mengemukakan sebuah perumpamaan supaya terhindar dari bergunjing, yaitu dengan suatu peringatan yang berbentuk pertanyaan: "Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging bangkai saudaranya?" Tentu saja kamu merasa jijik kepadanya. Oleh karena itu, jangan pula menyebut-nyebut keburukan seseorang ketika ia masih hidup. Sebagaimana kamu tidak menyukainya yang demikian itu, karena dipandang buruk juga dalam syariat.
Ali bin Husen mendengar seorang laki-laki sedang mengumpat orang lain, lalu ia berkata: "Awas kamu jangan bergunjing karena bergunjing itu sebagai lauk pauk manusia". Nabi sendiri berkhutbah pada hijjatul wada (naik haji yang penghabisan):
Imam Tabrani meriwayatkan sebuah hadis dari Harisah bin Nu'man:
Artinya:
Sesungguhnya darahmu, hartamu, dan kehormatanmu haram bagimu seperti haramnya hari ini dalam bulan ini dan di negerimu ini.
Allah menyuruh kaum mukminin supaya tetap bertakwa kepada-Nya karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadap orang yang bertobat dan mengakui kesalahan-kesalahannya. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang, dan tidak akan mengazab seseorang setelah ia bertobat.
Bergunjing itu tidak diharamkan jika disertai dengan maksud-maksud yang baik, yang tidak bisa tercapai kecuali dengan gibah itu. dan soal-soal yang dikecualikan dan tidak diharamkan dalam bergunjing itu ada enam perkara:
1. Dalam rangka kelaliman agar supaya dapat dibela oleh seorang yang mampu menghilangkan kezaliman itu.
2. Jika dijadikan bahan untuk merubah sesuatu kemungkaran dengan menyebut-nyebut kejelekan seseorang kepada seorang penguasa yang mampu mengadakan tindakan perbaikan.
3. Di dalam mahkamah, seorang yang mengajukan perkara boleh melaporkan kepada mufti atau hakim bahwa ia telah dianiaya oleh seorang penguasa yang (sebenarnya) mampu mengadakan tindakan perbaikan.
4. Memberi peringatan kepada kaum Muslimin tentang suatu kejahatan atau bahaya yang mungkin akan mengenai seseorang; misalnya menuduh saksi-saksi tidak adil, atau memperingatkan seseorang yang akan melangsungkan pernikahan bahwa calon pengantinnya adalah seorang yang mempunyai cacat budi pekertinya, atau mempunyai penyakit yang menular.
5. Bila orang yang diumpat itu terang-terangan melakukan dosa di muka umum, seperti minum arak di hadapan khalayak ramai.
6. Mengenalkan seorang dengan sebutan yang kurang baik, seperti a'war (orang yang matanya buta sebelah) jika tidak mungkin memperkenalkannya kecuali dengan nama itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar