Bulan Mei diperingati sebagai hari pendidikan. Beberapa hari sebelumnya, siswa-siswi sekolah menengah atas berpawai keliling kota dan mengganggu jalan-jalan yang dilewati. Mereka ugal-ugalan berkendara sambil mencoret apa pun yang ditemui sepanjang perjalanan. Tubuh mereka pun sudah berubah menjadi beraneka warna, mulai ujung rambut hingga seluruh tubuh. Mereka bahagia sambil merayakan kelulusan, katanya. Inikah ekspresi bahagia yang harus diluapkan oleh remaja-remaja kita?
Selepas SMA/SMK, mereka pun melanjutkan ke Perguruan Tinggi, bagi yang mampu. Sisanya bekerja menjadi buruh pabrik, office boy, penjaga toko, dan tenaga non skill lainnya. Lazim karena lulusan SMA/SMK minim skill. Meskipun banyak promo bahwa lulusan SMK dijamin lebih berpeluang mendapat pekerjaan, tetap saja kualitas mereka masih jauh dari memadai.
Belum lagi kita membicarakan angka pengangguran yang tinggi. Ilmu yang didapat di sekolah ternyata tak mampu menjawab kebutuhan zaman. Jadilah Indonesia penuh dengan manusia-manusia berijazah tapi miskin inisiatif dan kreativitas. Mereka ibarat robot yang menunggu diperintah oleh tuannya. Melamar kesana-kemari, ditolak berulang-kali.
Sebetulnya, apa sih yang salah dengan bangsa ini terutama dari segi pendidikannya? Ikuti terus yuk biar kamu jadi remaja kritis dan cerdas menyikapi problema bangsa yang ada. Karena mau tak mau, kamu ikut jadi imbasnya loh. Jadi tak mungkin lagi kita bersikap tak mau tahu dengan kondisi ini. So pantengin terus ya.
Kapitalisme, akar masalah!
Pernah nggak kamu merasa bahwa harga pendidikan saat ini semakin mahal saja? Mulai dari harga buku yang semakin melambung hingga uang SPP yang tidak terjangkau. Memang sih, ada dana BOS dari pemerintah yang membebaskan sekolah dasar dan menengah pertama dari tagihan SPP. Tapi hilang tagihan SPP, muncul tagihan uang iuran kelas, uang beli sapu, uang kebersamaan, dan banyak lagi alasan lain untuk memungut uang dari peserta didik.
Itu dari fenomena pendidikan dasar dan menengah pertama atau SMP. Yang tingkatan menengah atas gimana donk? Uang masuk jutaan rupiah untuk SMA dan SMK negeri menjadi syarat bila kamu ingin duduk di bangkunya. Belum lagi uang dan lain-lain yang semakin menjerat leher ibu dan bapak kamu sebagai wali murid. Kuliah gimana nasibnya? Makin parah apalagi dengan dijadikannya universitas di Indonesian menjadi Badan Hukum. Praktis, pengelolaan bangku pendidikan diperlakukan sama dengan perusahaan, yang laba rugi menjadi patokan keberhasilan.
Kalau begini caranya, gimana dengan nasib orang-orang miskin yang tak punya uang? Siap-siap saja para orang miskin di negeri ini gigit jari karena tak bisa menikmati pendidikan layak. Bahkan saking parahnya kondisi ini, banyak yang menyindir bahwa orang miskin dilarang sekolah. Karena sekolah butuh biaya banyak dan orang miskin sudah pasti tak punya uang tersebut. Yang miskin semakin miskin, yang kaya semakin kaya.
Kondisi ini mirip-mirip dengan zaman penjajahan kolonial dulu ketika yang boleh sekolah hanya anak bangsawan dan orang berduit saja. Pantas, karena memang Belanda datang ke Indonesia untuk menjajah dan membodohkan anak bangsa. Tapi kenyataan sekarang ini lebih menyakitkan, karena faktanya kita dijajah oleh bangsa sendiri. Dan mereka ini hanyalah kaki tangan penjajah sebenarnya yaitu imperialisme barat yang menjajah dengan cara lebih modern. Penjajahan ideology, pola pikir dan budaya yang berimbas pada semua aspek kehidupan termasuk pendidikan, inilah bentuk penjajahan masa kini.
…Kapitalisme adalah akar dari semua permasalahan ini termasuk pendidikan. Kapitalisme mempunyai metode tersendiri dalam menyebarkan pahamnya yaitu dengan cara menjajah atau imperialisme…
Kapitalisme adalah akar dari semua permasalahan ini termasuk pendidikan. Sebagai sebuah ideologi, kapitalisme mempunyai metode tersendiri dalam menyebarkan pahamnya yaitu dengan cara menjajah atau imperialisme. Penjajahan secara fisik saat ini sudah bukan zamannya karena akan banyak yang menggugat bila diterapkan. Mereka pun mencari cara yang relative bersih, aman dan si terjajah tidak sadar bahwa mereka sedang dijajah.
Simpul-simpul umat diambil hatinya agar mau mendukung program mereka. Para pemuka masyarakat disekolahkan, dicuci-otaknya dengan nilai-nilai yang mereka tanamkan. Sekembalinya ke negara asal, orang-orang ini secara sadar ataupun tidak telah menjadi antek-antek asing untuk menjajah bangsanya sendiri dengan program yang telah diajarkan sekian lama. Yang paling terasa di negeri muslim adalah program sekulerisasi dan demokratisasi yang dibuat seolah-olah indah terdengar.
Sekulerisme dan demokrasi, paham rusak!
Ya…dua paham ini cukup ampuh dalam merusak umat. Dunia pendidikan sebagai dasar pembangun sebuah bangsa, tak lepas pula dari jerat mangsa paham rusak ini. Ilmu dunia dengan ilmu agama dipisahkan secara tegas, seolah-olah tak ada kaitan antara keduanya. Masih segar di ingatan, perjuangan muslimah-muslimah terdahulu dalam mempertahankan kerudungnya di sekolah negeri. Sampai-sampai mereka harus diusir dari kelas hanya karena mereka bertahan menutup aurat. Meskipun akhirnya perjuangan mereka membuahkan hasil, fenomena tersebut menjadi bukti bahwa pemisahan agama dari kehidupan terutama dunia pendidikan memang terjadi.
Di bidang materi pendidikan, anak-anak didik dibuat bingung antara pelajaran yang satu dengan lainnya. Ketika pelajaran agama Islam murid difahamkan bahwa agama yang diterima di sisi Allah adalah Islam (QS. Ali-Imran: 19), mata pelajaran lain sebaliknya. Semua agama adalah sama, jadi Islam dianggap tidak lebih baik daripada agama lainnya. Begitu juga apabila ada orang yang berpindah agama atau murtad/keluar dari Islam, maka itu juga tak mengapa. Hak asasi manusia, alasannya. Padahal dalam Islam, orang murtad hukumannya adalah dibunuh apabila setelah diingatkan dia tetap membangkang. Dan masih banyak materi lainnya yang membuat peserta didik menjadi bingung dan gamang.
…Inilah akibatnya bila sebuah bangsa tak punya pendirian. Mudah terombang-ambing ketika dihadapkan pada pilihan…
Inilah akibatnya bila sebuah bangsa tak punya pendirian. Mudah terombang-ambing ketika dihadapkan pada pilihan. Bahkan untuk mengidentifikasi dirinya sendiri, bangsa seperti ini pun kebingungan. Bukan negara agama, juga bukan negara sekuler, selalu itu yang didengungkan ke otak para anak didik. Jadinya ialah negara seperti ini menjadi negara yang bukan-bukan. Lihatlah kelakuan para pejabatnya, kelakuan yang bukan-bukan menjadi tingkah polahnya. Korupsi, perzinaan, bos miras (minuman keras), dan banyak hal negatif lainnya.
Memang, masalah pendidikan tak bisa dilepaskan dari masalah lainnya. Selalu terkait satu sama lain, saling tumpang tindih. Hal yang mudah dilihat dari berhasil tidaknya sebuah pendidikan adalah dari output atau manusia yang dihasilkan dari system tersebut. Manusia-manusia serakah, tak takut dosa, dan bangga dengan kemaksiatan yang ada, inilah gambar rusak pendidikan negeri ini. Bila tak segera diambil langkah penyelamatan, mau jadi apa bangsa ini beberapa dekade ke depan?
Islam, solusi menyeluruh!
Islam adalah sebuah dien yang rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam. Sebelum alam dan umat yang lain mengakui keunggulan dan keistimewaan Islam, bermula dari umat Islam sendiri seharusnya pengakuan ini ada. Sudah tak zaman lagi pemeluk Islam hanya sekadar KTP alias tak tahu apa-apa tentang Islam sendiri. Sudah bukan saatnya lagi umat Islam menjadi asing dengan keislamannya sendiri.
Islam mempunyai solusi total dalam semua aspek kehidupan termasuk pendidikan. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan ini dalam sebuah kualitas jaminan mutu yang pertanggungjawabannya bukan hanya di dunia namun juga jauh ke dimensi akhirat. Sehingga pejabat negara tak sempat lagi memikirkan untuk mengayakan diri sendiri karena faktor ketakwaan menjadi salah satu kunci untuk mengangkatnya menjadi pejabat.
…Islam mempunyai solusi total dalam semua aspek kehidupan termasuk pendidikan. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan ini dalam sebuah kualitas jaminan mutu…
Sarana dan prasarana pendidikan dipermudah bahkan gratis. Murid tak perlu pusing memikirkan uang sekolah dan buku-buku, guru pun tak perlu nyambi sana-sini demi sesuap nasi. Semua dijamin oleh negara. Dalam kondisi seperti ini, tak heran bila kekhilafahan Islam mampu memimpin dunia dalam kurun waktu sekitar 14 abad. Selain rakyatnya yang cerdas dan pintar, mereka juga kokoh imannya.
Tak ada fenomena maju pembangunan secara fisik tapi keropos di dalam semisal negara Jepang dan Amerika saat ini. Tak ada yang namanya bunuh diri karena stress memikirkan kebutuhan hidup, patah hati ditinggal istri atau suami selingkuh, merasa sendiri di tengah keramaian dan banyak hal lain sebagai ciri-ciri orang miskin iman. Kemajuan yang dicapai oleh generasi muslim tidak semu karena bahagia lahir batin, dunia akhirat telah diraih. Pendidikan yang berdimensi iptek (ilmu pengetahuan) dan imtak (iman dan takwa) bukan lagi slogan semata, tapi sudah pada tataran nyata.
Bila sudah begini, jelas ternyata apa yang menjadi biang kerok amburadulnya pendidikan di Indonesia. Penyakitnya sudah teridentifikasi , tinggal manusianya mau diobati atau tidak. Dan obat bagi menjalarnya penyakit akut dalam sebuah system termasuk pendidikan adalah kembali ke titik fitroh manusia. Bila banyak upaya untuk back to nature demi menyelamatkan bumi, maka back to Islam adalah demi menyelamatkan manusia dan segenap fungsi kemanusiaannya.
Manusia yang berpikir pasti bisa memilih dengan jelas dan cerdas bahwa cuma Islam saja yang pantas dipilih. Bukan Cuma oleh umat Islam, umat yang lain pun mengakui keunggulan system Islam bernama syariah dalam menata kehidupan. Dan system syariah ini tak akan bisa diterapkan secara kaffah atau keseluruhan kecuali oleh system bernama Khilafah. Jadi, ayo semua kembali pada upaya untuk mengadakan system Khilafah yang akan menerapkan syariah termasuk dalam hal pendidikan pada seluruh warga negaranya, tidak terkecuali non muslim juga. So, tunggu apalagi? Ayo bergerak untuk perubahan! Sip deh ^_^
http://www.voa-islam.com/t
Tidak ada komentar:
Posting Komentar