Rabu, 09 Juni 2010

~~##“ADUH SAHABAT SUNGGUH BERAT ……”##~~

~##“ADUH SAHABAT SUNGGUH BERAT ……”##~~

Bacalah denga HATI maka akan Sampai ke HATI (Heee bukan di diemin, maksudnya diRESAPI) + pelan-pelan …..

Bismillah
Assalamu'alikum warohmatullahi wabarokatuh

Sebelumnya aku berusaha agar diriku bisa ikhlas dalam menulis dan menjalani apa-apa yang akan kulakukan di bawah ini.

Kutuliskan catatan ini untuk diriku
Abu Abdillah

Hari-hari yang telah kulalui
Bulan-bulan yang telah lama terlewat
Detik-detik yang telah berlalu
Minggu-minggu yang aku lewati

Aku selalu bersama kedua orang tuaku
Aku bersama mereka semenjak kecil
Tk, SD, SMP, SMA, hingga kelas sudah Sarjanaku
Ini bukanlah sesuatu yang dapat diitung dengan hitungan yang kecil

Kedua orang tuaku saat ini Alhamdulillah selalu
Dan senantiasa sehat sampai detik ini pun
Selalu dalam rahmat Allah subhanahu wa Ta'ala

Bapak dan Ibu yang aku biasa menyebutnya
Saat ini aku sudah dewasa
Dan aku ingin belajar untuk mandiri

Aku ingin belajar menjadi seorang yang
Bisa mapan Ilmu akhirat
Yang sekiranya aku mohon bisa bermanfaat
Bagi kita kelak di hari akhir

Ayah …. Ibu…. Bulan ini mungkin
Aku akan menginggalkan kalian berdua
Bersama adik-adik yang memang masih perlu bantuan
Dalam memenuhi kebutuhan mereka

Aku bukanlah ingin melarikan diri dari kalian…..
Aku bukan tidak ingin berbakti kepada kalian….
Aku bukan tidak ingin membantu keluarga….
Aku bukan ingin meninggalkan keluarga….

Demi Allah sesungguhnya aku juga ingat kepada hadits nabi
` رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلْ الْجَنَّةَ
"CELAKA Seseorang! CELAKA Seseorang! CELAKA Seseorang!, maka dikatakan Siapa wahai Rasulallah?? Rasulallah bersabda orang yang mendapati kedua orang tuanya atau salah satunya (dalam keadaan Tua) lalu dia (tidak berbakti), tidak memasukkan dirinya ke dalam Syurga"

Sungguh aku merasa takut wahai ayah, ibu,
Namun aku pergi dari rumah ini demi menuntut ilmu syar'i
'Ilmu yang dengannya aku bisa lebih berbakti kepada kalian
Dengan ilmu itu aku ingin lebih bermanfaat kepada orang lain
Ilmu yang dengannya semoga kita bisa berkumpul bersama-sama di syurga kelak

Maka ayah…. Ibu ….
Izinkanlah anakmu ini pergi untuk belajar
Kepada orang-orang yang mereka mengabdikan diri mereka kepada Allah
Orang-orang yang dengannya bisa tehindarkan mushibah dan bencana
Yang ditimpakan kepada orang-orang Dzhalim
Semoga kita bisa menjadi seperti mereka. Amiin

Dari seorang anak yang mencintai kalian
Yang tak bisa membalas air mata, keringat,
dan darah yang telah kalian kucurkan untuk kami anak-anakmu.

Bogor 2 April 2010
Bersama Ust. Armen Rahimahullah (rekaman "Suratku untuk mu")


Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Hmm ….
Bagaimanakah ku kan mulai yah ….?
Baiklah
Setelah ku fikirkan dengan seksama [beuh sok sok amad!]
Ku amati perilaku dan perkataan kalian duhai sahabatku
Dan maafkanlah harus kukatakan ini!
Ku tak sanggup tuk memberikan hal itu
Apa-apa yang kalian katakan padaku
“SUNGGUH AMANAH YANG BERAT”
“YANG HARUS KU PERTANGGUNG JAWABKAN”
“DI HADAPAN ALLAH KELAK”

Alhamdulillah kita diberikan LISAN oleh Allah subhanahu waTa’ala sehingga kita bisa memakainya
Untuk beribadah kepada Allah , berdzikir, mengucapkan salam, membaca al-qur’an, de el el dweh.
sekaligus lisan menjadi alat untuk mengikuti keinginan syaithan.
Nah, lisan memiliki dua bahaya besar nih,
1. Mengucapkan perkara yang bathil
2. Serta tidak dipergunakan untuk mengungkapkan kebenaran.
jadi lisan wajib dijaga dan diatur, jika tidak ingin menjadi ‘alat pembunuh’ yang berbahaya akibat apa yang keluar darinya.

Ada penyair yang mengatakan begini nih.

يموت الفتى من عثرة بلسانه
وليس يموت المرء من عثرة الرجل
فعثر ته بلسانه تذهب رأسه
وعثرته بر جله تبراء على مهل

Karena ketergelinciran lisan, seorang bisa mati
Seorang tak akan mati karena tergelincir kaki
Tergelincir lisan sebabkan kepala tiada
Sedangkan tergelincir kaki akan sembuh tanpa luka


Hmm Maksudnya apa KAK!
OCREH_OCREH simak yah ……!

Salah satu ‘HASIL’ lisan adalah pujian.
Pujian adalah ungkapan kekaguman terhadap orang lain karena kelebihan yang dimilikinya,
baik itu berupa kecantikan atau ketampanan, kekayaan, kepintaran, dan sebagainya.
Manusia pada dasarnya senang dipuji dan dikagumi,
karena pujian diisyaratkan sebagai suatu bentuk perhatian orang lain terhadap dirinya.
Akan tetapi Islam telah mengatur tata cara dan adab memuji terhadap orang lain yang mengandung banyak kebaikan.

Nah lho SAMPE-SAMPE Islam ngatur Pujian kita kepada orang lain.[sungguh sempurnanya ISLAM ya khan….?].

Pujian bagi kita-kita sih dah biasa aja khan?
Misalnya
“Subhanaloh Yuni, aduuh anak mamak rajin banget nih suka gebug-gebug kasur, duh mamak sayang deh”[akhwat KUAT n PERKASA hi hi hi! Damaiiii….] {LOGAT JAWA}

atau

“Subhanalloh SUARA antum baguuus bangeet ya. Ana sampe KESEMSEM”[tukas seorang akhwat kepada ikhwan ROHIS]…pengalaman yah KAK…? [hee sorry ya itu pengalaman orang laen h h h h h ]

Or

“Akhy ana kagum lihat antum nih ana lihat antum BAIIIK bangeet deh, ana pengen jadi temen antum yah akhy” [hmmm ni juga bukan pengalaman pribadi ana duhai adek,mbak, bang, om, tante, pak, bu, kang, teteh, ….. dsb, dll,semua sodara d..]

Hmm okelah kalau begitu…..
Pujian itu bisa tercela bisa juga diperbolehkan lho…!
Yang dimaksud dengan pujian yang tercela adalah pujian yang berlebihan dan pujian yang dapat menyebabkan orang yang dipuji merasa bangga diri (‘ujub).

Hmm maksudnya apa kak…!
Duh terpaksa dan memang harus ku katakan, aku inget hadist nabi yang ini.
Dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwa ada orang yang memuji temannya yang ada disamping Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ويلك قطعت عنق صا حبك, قطعت عنق صا حبك
“Celakalah engkau, kau telah menggorok leher saudaramu. Kau telah meggorok leher saudaramu!”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkannya beberapa kali. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من كان منكم مادحا أخاه لا محالة فليقل: أحسب فلانا والله حسيبه ولا أزكي على الله أحسبه كذا وكذا إن كان يعلم ذلك منه
“Barang siapa yang terpaksa harus memuji saudaranya, maka katakanlah: ‘Aku kira si fulan demikian dan demikian, tetapi Allah-lah yang menilai (keadaan sebenarnya). Aku tidak mau menilai atas nama Allah (kepada seseorang) demikian dan demikian, jika memang kelebihan itu ada pada dirinya.” [Hadits shahih, riwayat Bukhari (III/158) dan Muslim (IV/2297)]


Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar ada orang yang memuji saudaranya dengan sangat berlebihan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أهلكتم أو قطعتم ظهر الرجل
“Kalian telah mematahkan punggung saudara kalian (kalian telah membinasakannya).” [Hadits shahih, riwayat Bukhari (III/158 dan Muslim (IV/2297)]

Hmm nih kan hadist dank u tak sanggu kalau nafsirin sendiri jadi www.ngikutinajah.com
Ibnu Baththal menyimpulkan bahwa larangan itu diperuntukkan bagi orang yang memuji orang lain secara berlebihan dengan pujian yang tidak layak dia terima. Dengan pujian ini orang yang dipuji tersebut, dikhawatirkan akan merasa bangga diri, karena orang yang dipuji mengira bahwa dia memang memiliki sifat atau kelebihan tersebut. Sehingga terkadang dia menyepelekan atau tidak bersemangat untuk menambah amal kebaikan karena dia sudah merasa yakin dengan pujian tersebut.


Oleh karena itu, para ulama menjelaskan bahwa makna hadits:
‘Taburkanlah debu ke muka orang yang memuji orang lain!’[] Hadits shahih, riwayat Muslim (IV/2297).]
adalah berlaku untuk orang yang memuji orang lain namun dengan cara yang berlebihan.[ ] Fat-hul Baari (X/477).]

Nah tuh kan PUJIAN yang TERLARANG kak! Yang satu lagi yang mana…..?
Pujian yang dibolehkan

Tidak diragukan lagi bahwa memuji orang lain adalah termasuk penyakit lisan, jika menyebabkan orang yang dipuji merasa bangga diri atau jika pujian tersebut dilakukan secara serampangan atau melampaui batas, yakni berlebih-lebihan. Namun, jika pujian itu tidak mengandung hal-hal tersebut di atas, maka hukumnya diperbolehkan.

Imam Bukhari rahimahullahu Ta’ala memberi judul untuk salah satu bab dalam kitab Shahih beliau: “Bab Orang yang Memuji Saudaranya Berdasarkan Fakta yang Diketahui”. Imam Bukhari menyebutkan bahwa Sa’ad radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tidak pernah kudengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut kepada seseorang yang berjalan di muka bumi ini sebagai calon penghuni Surga kecuali hanya kepada ‘Abdullah bin Salam.” [Hadits shahih, riwayat Bukhari (VII/87), lihat juga al-Fath (X/478)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melukiskan sifat ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu sebagai berikut,
ما لقيك الشيطان سا لكا فجا إلا سلك فجا عير فجك
“Jika syaithan berpapasan denganmu pada suatu jalan, niscaya dia akan mencari jalan lain selain jalan yang engkau lalui.” [Hadits shahih, riwayat Muslim (IV/1864) dan al-Fath (X/479)]

Pujian yang diperbolehkan untuk diberikan kepada saudara kita adalah pujian yang tidak berlebihan dan orang yang dipuji tidak dikhawatirkan merasa bangga diri, maka pujian seperti ini diperbolehkan. Oleh karena itu, pujian dengan sesuatu yang sesuai fakta dan dengan sewajarnya sajalah yang diperbolehkan. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun dipuji dalam syair, khutbah, dan pembicaraan. Akan tetapi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menaburkan debu ke muka orang yang memujinya dengan pujian yang wajar tersebut.[ Fat-hul Baari (X/477)]

Okelah kak kalau kagak boleh MEMUJI gimana dunks….?
Kita kan KUAAGUUUM BEEEUUH…… [ketika Ikhwan lihat Akhwat yang hmmm maschaallloh] (wah wah kak hati-hati kalau nyeletucks !!!)
Eeh sabar dong! BIASE ajee kaleee……
Zi zi zi zi zi ………

Ya tentunya ada dong tuntunannya …..
Nih PERHATIKAN BAIK_BAIK
@.@ ~.~ *,* + , + ^-^

Cieee ileee serius buangeet he he he
Sorry bro other ans si ister

Hmm perhatikan!! [SERIUS MODE ONE]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
إذا رأى أحدكم من أخيه مـا يعجبه, فليدع له بالبركة
“Jika salah seorang di antara kalian melihat sesuatu yang menakjubkan dari saudaranya, maka hendaklah dia mendo’akannya agar diberikan keberkahan kepadanya.” [Hadits shahih, riwayat Imam Malik dalam al-Muwaththa’ (II/716 no.2), Ibnu Majah dalam Shahih-nya (II/265) dan Ahmad dalam Musnad-nya (III/447)]

Do’a mohon keberkahan saat mendapati (melihat) sesuatu yang menakjubkan dirinya pada saudaranya,
مـا شـا ء الله لا قوة إلا بـالله, أللـهـم بارك عليه
“Maasyaa Allaah (atas kehendak Allah), tidak ada kekuatan melainkan hanya dengan (pertolongan) Allah. Yaa Allah, berikanlah berkah padanya.”[4]

Imam Nawawi rahimahullahu Ta’ala mengatakan bahwa dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, banyak sekali hadits yang berisi pujian kepada seseorang. Berdasarkan hal itu, para ulama mengatakan bahwa cara mengkompromikan antara hadits-hadits yang kelihatan bertentangan itu adalah dengan memaknai larangan itu berlaku untuk pujian yang berlebihan, pujian yang ditambah-tambahi dengan kedustaan atau pujian yang dikhawatirkan akan muncul rasa bangga diri di dalam diri orang yang dipuji. Namun, jika tidak dikhawatirkan akan terjadi hal demikian, maka diperbolehkan memuji meskipun dihadapan orang tersebut. Hal ini dikarenakan kesempurnaan ketakwaan, keteguhan akal dan kemantapan ilmu yang dimiliki oleh orang yang dipuji. Bahkan hukumnya menjadi sunnah apabila dengan pujian, maka dia akan termotivasi untuk senantiasa berbuat kebaikan, menambah amal kebaikan, dan memberikan teladan yang baik kepada orang lain.[ Syarah Imam Nawawi fii Shahih Muslim (XVIII/126), lihat juga Afaatul Lisaan fii Dhau’il Kitaab was Sunnah, Syaikh Sa’ad bin ‘Ali bin Wahf al-Qaththani]


Hmm setelah kita membaca kira-kira apa yang akan kita lakukan kepada orang yang kita KAGUM karena [Ganteng, Cantix, Sholeh, Sholehah, Bageur, hmm www.apa_aja.or.id]

Jadi buat AKYu, KAMYu, KYITa, KYaLIAN, berhati hati OK SOB[sobrir maksubya…]
Bukan!, SOBAT amaksu’nyeee
OKe yeee HATI-HATI
Biar kite-kite selamet rame-rame [yee jadi betawi neeh!]
STOP!!!
Bukankah Kita Bisa Bersaudara, Meski Kita Beda Pendapat

Published: 22 Desember 2009

Imam Ahmad bin Hambal -rahimahullah- mengatakan,
«لا أُعَنَّفُ مَنْ قال شيئاً له وَجْهٌ وإنْ خَالفْنَاهُ»
“Aku tidak akan berkomentar keras terhadap orang yang memiliki suatu pendapat yang menyelisihi pendapat kami asalkan memiliki alasan yang bisa dipertanggungjawabkan”.
Perkataan Imam Ahmad bin Hanbal di atas merupakan kaedah penting dalam menyikapi perbedaan pendapat dalam ranah ijtihad tentunya. Terdapat banyak dalil yang menunjukkan benarnya perkataan beliau di atas dan perkataan beliau di atas juga diterapkan oleh para ulama yang memiliki sikap yang adil.
Perkataan di atas merupakan kata putus dalam menyikapi perbedaan pendapat. Komitmen dengannya akan membebaskan kaum muslimin dari pertikaian yang berkepanjangan dan berujung dengan permusuhan dan berbuahkan kebencian.
Sungguh bahagia orang yang komitmen dengannya. Betapa bahagianya kaum muslimin andai mau menerapkannya.
Untuk memahami urgensi perkataan Imam Ahmad di atas, perhatikanlah lima poin penting berikut ini.
1. Hampir-hampir tidak ada masalah ilmiah yang tidak mengandung perbedaan pendapat di antara para ulama.
2. Kadar perbedaan di antara para ulama itu bertingkat-tingkat. Ada perbedaan pendapat (khilaf) yang bobotnya lemah dan ada yang bobotnya kuat.
3. Perbedaan pendapat yang bobotnya kuat adalah perbedaan pendapat dalam masalah ijtihadiah (masalah yang tidak ada dalil tegas yang shahih dalam masalah tersebut). Itulah perbedaan yang setiap pendapat memiliki argument yang bisa diterima dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Yang menentukan secara pasti manakah perbedaan pendapat yang berbobot kuat ataukah tidak adalah para ulama mujtahid.
4. Pendapat yang benar itu hanya satu. Namun kita semua wajib memahami bahwa semua ulama mujtahid itu hanya berbicara dengan dasar ilmu, bukan hawa nafsu serta hanya mengikuti ilmu. Namun ilmu orang itu tentu berbeda-beda sehingga ada ulama yang memiliki ilmu yang tidak dimiliki oleh yang lain. Boleh jadi karena mengetahui dalil yang tidak diketahui oleh yang lain atau memiliki pemahaman yang tidak dipahami oleh yang lain.
5. Jika ada orang yang memiliki pendapat yang beda dengan pendapat kita dalam masalah-masalah ijtihadiah maka beda pendapat dalam hal semisal ini hukumnya boleh sehingga kita tidak boleh bersikap kasar kepadanya apalagi menilainya sebagai orang yang sesat.
Dengan menelaah lima poin di atas, kita akan semakin paham urgensi dari kaedah yang diletakkan oleh Imam Ahmad di atas.
Terdapat perkataan indah dan rincian menarik yang disampaikan oleh salah seorang ulama kaum muslimin yang selayaknya direnungkan oleh kaum muslimin karena perkataan tersebut merupakan penjelasan rinci untuk kandungan perkataan Imam Ahmad di atas. Itulah perkataan Izzuddin bin Abdis Salam dalam buku beliau, Syajarah al Ma’arif wa al Ahwal (hal 381).
Berikut ini adalah ringkasan perkataan beliau,
1. Menyalahkan atau mengingkari suatu pendapat itu bisa jadi dalam perkara yang disepakati kewajibannya atau keharamannya.
2. Orang yang meninggalkan perkara yang diperselisihkan wajibnya atau melakukan suatu hal yang diperselisihkan keharamannya tidaklah lepas dari dua kemungkinan.
Pertama, orang tersebut melakukan hal tadi karena motiv taklid dengan ulama, maka orang ini tidak boleh disalahkan kecuali jika dia taklid dengan ulama dalam permasalahan yang jelas-jelas bertolak belakang dengan dalil yang shahih dan tegas maknanya.
Kedua, orang tersebut memang orang yang tidak tahu, maka orang ini pun tidak boleh disalahkan meskipun tidak mengapa seandainya kita bimbing orang tersebut untuk melakukan hal yang lebih tepat. Mengapa orang tersebut tidak boleh disalahkan? Jawabannya, karena dia tidak melakukan suatu yang haram. Orang yang bodoh tidak diharuskan untuk taklid dengan ulama yang berpendapat haram atau berpendapat wajib.
3. Diperbolehkan untuk membimbing orang awam agar memilih pendapat yang lebih hati-hati. Demikian pula diperbolehkan untuk berdiskusi dengan ulama agar beliau memilih dalil yang lebih kuat.
4. Berdasar uraian di atas maka tidak boleh mengingkari melainkan seorang yang tahu secara pasti bahwa perbuatan yang dia ingkari adalah perkara yang disepakati haramnya dan perbuatan yang dia perintahkan adalah perbuatan yang disepakati wajibnya. Namun yang dimaksud tidak boleh mengingkari adalah mengingkari masalah tersebut sebagaimana mengingkari suatu yang hukumnya haram. Sehingga pengingkaran dalam bentuk bimbingan agar melakukan yang lebih baik atau memerintah dengan maksud menasehati dan mengarahkan adalah suatu yang dibolehkan.
Penjelasan Izzuddin di atas adalah penjelasan yang berdasarkan berbagai dalil syariat dan tujuan syariat yang agung. Camkan penjelasan di atas dan jangan tertipu dengan metode orang-orang yang bersikap keras dan ekstrim. Cara beragama yang benar adalah pertengahan antara berlebih-lebihan dan sikap menyepelekan. Dalam Islam tidak ada fanatik terhadap manusia melainkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat. Terjadi banyak penyimpangan dalam beragama ketika pembelaan dan permusuhan bukan karena nabi.

Catatan:
Tulisan ini adalah hasil terjemahan dari tulisan Syaikh Abdus Salam Barjas

http://almenhaj.net/makal.php?linkid=2721
http://www.burjes.com/burjes_article002.php
Jazakumullahu khoiron untuk Mas Yoad atas masukannya.

Abu Abdillah [Buka Hati Menuntut Ilmu]
Bogor, Sabtu 23 April 2010
Selesai jam 20.00 ketika pulang dari ……..
Tatkala Mentari alias SUN telah terganti BULAN alias MOON [sooo sweeeet deh] xi xi xi xi
Di Ruang BELAJAR BUKA HATI MENUNTUT ILMU

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ilaaha illa anta astaghfuruka wa atuubu ilaika
Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

__________________________
__________________________________________
Adab menulis yang baik adalah mencantumkan sumber artikel, hargailah karya seorang penulis

Abu Abdillah Buka Hati Menuntut Ilmu
Dari Sepenggal Kisah Hidupku yang masih PANJANG dan LEBIH BERAT ………..

Sumber : Catatan Abu Abdillah Buka Hati Menuntut Ilmu
Judul asli : “ADUH SAHABAT SUNGGUH BERAT ……”

Di susun ulang dan di ubah dari http://ibnuismailbinibrahim.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar