Rabu, 09 Juni 2010

Apa tujuan hidupmu?

Apa tujuan hidupmu?
Banyak orang tidak mengetahui tujuan hidupnya, sehingga kehidupannya tidak jelas dan tidak mempunyai arah yang pasti, barulah ia sadari tujuan hidupnya, pada saat yang tiada gunanya lagi kesadaran tersebut, sehingga sia-sialah segala penyesalan pada waktu itu.
Tidak sedikit juga orang yang telah mengetahui tujuan hidupnya, namun sayang ia sering lalai dan tidak konsisten dan konsekuen dalam menetapkan tujuan hidupnya, sehingga ia sering terbawa arus, karena lemahnya pendiriannya. Kelompok seperti ini, terbagi menjadi dua bagian, ada yang kembali kepada pendiriannya, dan ada yang tersesat dan terperosok kedalam jurang sehingga ia tidak dapat kembali lagi.
Sungguh beruntung, orang-orang yang mengetahui tujuan hidupnya, dan berpendirian kuat dengan tujuan hidupnya tersebut, sehingga ia konsisten dan konsekuen dalam menjalankannya, tidak mudah dan tidak lemah terbawa arus, bangkit jikalau terjatuh, dan berusaha kembali mengokohkan tujuan hidupnya.
Allåh subhanahu wa ta’ala berfirman:
يُتْرَكَ سُدًى أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ
ayahsabul insaanu an yutråka suddaa
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja ( tanpa pertanggungjawaban)?”
(Al Qiyamah: 36)
Allåh berfirman,
ونَأَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُ
afahasibtum annamaa khålaqnaakum ‘abats-tsaww wa annakum ilaynaa laa turja’uun
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
(Al-Mukminun: 115)
Allåh berfirman,
لَوْ أَرَدْنَا أَنْ نَتَّخِذَ لَهْوًا لَاتَّخَذْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا إِنْ كُنَّا فَاعِلِي
law aråd’na an nattakhidza lahwal lat takhådz naahu min ladunnaa in kunnaa faa ‘iliin
“Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian, (tentulah Kami telah melakukannya).”
(Al-Ambiyaa: 17)
Allåh berfirman,
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ
wa maa khålaq’nas samaawaati wal ardhå wa maa baynahumaa laa ‘ibiin
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main.
(Ad-Dukhaan: 38)
Dari ayat-ayat di atas sungguh sangat jelas bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini dan yang ada di langit serta apa yang ada di antara keduanya tidak ada yang sia-sia. Lalu untuk apakah semuanya itu?
Mari kita melihat keterangan Allah di dalam Al Qur’an:
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
alladziy ja’ala lakumul ardhå firåå syaww was samaa-a binaa-an, wa anzala minas-samaa-i maa-an fa akhråja bih minats tsamarååti rizqål lakum, fa laa taj’-'aluu lillaahi an daadaww wa antum ta’lamuun
“Dialah yang telah menjadikan bumi terhampar buat kalian dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untuk kalian, karena itu janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahuinya.”
(Al Baqarah: 22)
Allåh berfirman,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
huwalladziy khålaqå lakum maa fil ardhi jamiy’aa
”Dia Allah yang telah menjadikan segala apa yang di bumi untuk kalian.”
(Al Baqarah: 29)
Dia berfirman,
اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ قَرَارًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ ۖ فَتَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Allåhulladziy ja’ala lakumul ardhå qårååråww was samaa-a binaa-a wa shåwwaråkum fa ahsana shuwaråkum wa råzaq’nakum minath thåyyibaat. dzaalikumullåhu råbbakum. tabaaråkållåhu råbbul ‘aalamiin
“Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kalian tempat menetap dan langit sebagai atap, lalu membentuk kalian, membaguskan rupa kalian serta memberi kalian rizki dari sebagian yang baik-baik yang demikian itu adalah Allah Råbbmu, Maha Agung Allah, Råbb semesta alam.”
(Ghååfir: 64)
Semua nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia tidak lain hanya untuk membantu manusia dalam mewujudkan tugas dan tujuan yang mulia ini.
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin dalam kitab Al Qaulul Mufid (1/27) mengatakan:
“Dengan hikmah inilah manusia diberikan akal dan diutus kepada mereka para rasul dan diturunkan kepada mereka kitab-kitab, dan jika tujuan diciptakannya manusia adalah seperti tujuan diciptakannya binatang, niscaya akan hilang hikmah diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab-kitab. Karena yang demikian itu akan berakhir bagaikan pohon yang tumbuh lalu berkembang dan setelah itu mati.”
Lalu apakah tujuan kita diciptakanNya?
Allåh subhanahu wa ta’ala berfirman;
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Wa maa khålaq’tul jinna wal insa illaa liya’buduun
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengibadahi/menyembah kepada-Ku.
(Adz-Dzaariyat: 56)
Abdurrahman As Sa’di dalam tafsir beliau mengatakan:
“Inilah tujuan Allah menciptakan jin dan manusia dan Allah mengutus seluruh para rasul untuk menyeru menuju tujuan ini yaitu ibadah yang mencakup di dalamnya pengetahuan tentang Allah dan mencintai-Nya, bertaubat kepada-Nya, menghadap dengan segala yang dimilikinya kepada-Nya dan berpaling dari selain-Nya.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab Majmu’ Fatawa (1/4) mengatakan:
“Maka sesungguhnya Allah menciptakan manusia untuk menyembah-Nya sebagaimana firman Allah,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Wa maa khålaq’tul jinna wal insa illaa liya’buduun
‘Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku.’
Ibadah kepada Allah hanya dilakukan dengan cara mentaati Allah dan Rasul-Nya dan tidak dikatakan ibadah kecuali apa yang menurut syariat Allah adalah sesuatu yang wajib atau sunnah.”
Setelah mengetahui tujuan hidup kita, yang diberitahukan Råbb Yang Menciptakan kita, maka marilah kita jadikan tujuan hidup tersebut (yakni mengibadahi-Nya) menjadi sandaran dan prioritas utama dalam hidup kita.
Maka hal yang pertama, adalah mengetahui bagaimana menjalani tujuan hidup tersebut, sehingga kita memiliki pedoman yang jelas untuk meraihnya.
Menuntut ‘ilmu syar’i untuk meraih tujuan hidup
Maka TUNTUTLAH ‘ILMU SYAR’I, yang membimbing kita bagaimana menjalani kehidupan ini.
Inilah yang kita namakan ikhlash dalam menuntut ‘ilmu, karena tidaklah kita mencari ‘ilmu tersebut, melainkan agar dapat memuluskan jalan kita dalam meraih tujuan hidup kita.
Lalu ‘ilmu apakah yang kita prioritaskan?
Sesuai dengan tujuan utama hidup kita, maka ‘ilmu yang kita prioritaskan adalah ‘ilmu tauhid, yaitu ‘ilmu untuk dapat memudahkan kita mengetahui segala konsekuensi dari apa yang telah kita tetapkan, yakni hanya semata-mata mengibadahinya dan menjauhi segala kesyirikan.
Sebagaimana firman Allåh subhanahu wa ta’ala berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ
fa’lam, annahu laa ilaaha illallåh
“Maka ketahuilah (ilmuilah), bahwa sesungguhnya tidak ada (sesembahan yang berhak diibadahi) selain Allah..”
(Muhammad: 19)
Maka dari sini telah jelas apa saja ‘ilmu yang harus kita prioritaskan, diantaranya:
1. Belajar untuk mengetahui konsekuensi syahadatain (dua syahadat) yang telah kita ikrarkan, serta belajar bagaimana meng-esa-kan-Nya dalam beribadah kepada-Nya (yang bebas dari syirik; baik syirik besar maupun syirik kecil).
2. Belajar mengenal cara peribadatannya, bagaimana cara beribadah yang benar sesuai yang Di Inginkan-Nya. (belajar beribadah sesuai sunnah, mutaba’ah)
3. Mengenal batasan-batasan dari kedua hal diatas, agar kita tidak menyimpang dalam menjalankannya.
Imam Ahmad rahimahullah berkata:
“Ada Tiga hadits yang merupakan poros agama, yaitu hadits Úmar, hadits Aísyah, dan hadits Nu’man bin Basyir.”
1. Hadits ‘umar yakni mengenai niat
[Pelajaran yang dapat kita petik dari hadits ini yaitu, bagaimana kita memurnikan ibadah kita hanya kepada-Nya, serta meninggalkan segala sesuatu apapun yang dapat merusak kemurnian tersebut, dalam arti lain, yakni memurnikan dan memperkokoh tauhid serta membersihkan dan menjauhkan dari segala bentuk kesyirikan]
2. Hadits ‘Aisyah
[yakni bagaimana cara beribadah dengan benar (melakukan peribadatan sesuai dengan yang Di-Inginkan-Nya, yakni mengikuti peribadatan yang telah dituntunkan dan di dan tidak melakuakan bid'ah]
3. Hadits nu’man
Yakni mengenal batasan-batasan dalam perintah dan larangan, baik dalam peribadatan ataupun selainnya.
Maka benarlah kata al-imam ahmad råhimahullåh, inilah tiga pokok ‘ilmu yang paling penting dan paling dasar yang harus kita prioritaskan untuk meraih tujuan hidup kita. Maka marilah, kita, yang telah mengetahui tujuan hidup kita, menjadikan tujuan tersebut sebagai pegangan kita dalam hidup, dan sesegera mungkin kita mulai berusaha untuk menempuhnya, yang seperti dikatakan diatas, yaitu memulainya dengan menuntut ‘ilmu, agar dengan ‘ilmu tersebut, kita dapat mengamalkannya dengan sebaik-baiknya untuk menjalankan dan mengarahkan hidup kita, serta mengajak keluarga, orang-orang dibawah tanggung jawab kita, serta orang-orang terdekat kita untuk sama-sama meniti tujuan hidup tersebut…
Wallahu a’lam bish showwab
Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam beserta keluarga dan para sahabatnya radhiyallahu anhum ajmain dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.
Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai kebenaran dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya, serta tunjukkanlah kepada kami kebatilan itu sebagai sebuah kebatilan, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.
Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Engkau, aku memohon ampun dan aku bertaubat kepada-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar