Oleh Ustadz Abu Umar Basyir hafizhahullah
Buang jauh-jauh angan-angan menjadi si malas yang beruntung, karena itu hanya salah satu dari keajaiban dunia. Hal itu ada hanya untuk menunjukkan, bahwa sesekali sunnatullah atau hukum alam juga bisa membuat pengecualian. Selain itu, pemalas lebih dekat ke arah keranjang kemiskinan, ketimbang istana kekayaan.
Posisi boleh saja empuk, peluang bisnis yang melimpah, masukan dalam belanja keluarga yang berlimah, kesemuanya hanya akan menjadi tumpukan sampah, bagi orang pemalas.
Bagi seorang muslim, rasa malas itu harus diberantas dengan kembali ke niatan pertama seseorang memulai bekerja, yaitu ibadah.
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu memiliki masa semangat, setiap semangat juga memiliki masa mengendur. Maka, barangsiapa yang masa mengendurnya kembali kepada Sunnah Nabi, maka ia berada dalam petunjuk. namun, barangsiapa yang masa mengendurnya tidak kembali kepada Sunnah, maka dia akan binasa.” [Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dan yang lainnya serta dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam “Shahihu ‘l-Jaami’” dengan nomor: 2152]
Ibnu Qayyim pernah berkata, “Kemerosotan semangat itu sebuah kondisi yang pasti pernah dialami oleh siapa pun yang beramal. lalu barangsiapa yang semangatnya itu tetap pada jalur amal yang benar dan tidak menyebabkan seseorang meninggalkan hal-hal yang wajib, juga tidak menjerumuskannya kepada hal-hal yang diharamkan, masih bisa diharapkan dia akan menjadi lebih baik dari sebelumnya, karena ibadah yang paling disukai oleh Allah adalah yang paling konsisten dilakukan.” [Madaariju ‘s-Salikin, 3: 126.]
Kalau seorang muslim menyadari betul bahwa bekerja mencari nafkah baginya adalah ibadah, dan saat sedang bekerja berarti ia sedang melakukan amal kebajikan, maka tidak layak ia bermalas-malasan. Karena, mereka yang mengejar dunia demi dunia saja, tanpa begitu bersemangatnya mencari keuntungan. Maka, bagaimana mungkin seorang muslim yang dengan bekerja, selain akan terpenuhi kebutuhan dunianya, selain akan lebih banyak menikmati karunia Allah, masih pula mendapatkan pahala, lalu duduk termenung bermalas-malasan?
Bila seorang muslim menjadi miskin setelah segala upaya digelar, setelah segala ikhtiyar dilakukan, doa pun kerap dipanjatkan, sungguh akhir dari semua itu tetaplah kebahagiaan bagi dirinya. Tapi, seorang muslim terpaksa menjadi miskin karena memang kebiasaannya yang suka bermalas-malasan, sebaiknya ia mengetuk urat saraf di lehernya agar segera bangkit dan bekerja. Karena menjadi miskin, lalu jatuh sakit, kemudian mati akibat bermalas-malasan, sungguh sebuah catatan amal perbuatan yang sama sekali tak akan pernah bisa dibanggakan.
[Disalin dari buku Kiat Sukses Menjemput Rizki, Abu Umar Basyir, Shafa Publika]
Artikel: http://salafiyunpad.wordpress.com/
Link download rekaman bedah buku Kiat Sukses Menjemput Rizki bersama Ustadz Abu Umar Basyier:
http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/05/05/download-audio-bedah-buku-kiat-sukses-menjemput-rizki-ust-abu-umar-basyir-bagus/
Ditulis pada hari Selasa · Komentari · SukaTidak Suka
Arief Amiruddin dan 2 orang lainnya menyukai ini.
Tulis komentar...
Hak-Hak Ukhuwwah [Khutbah Jum'at]
Bagikan
Kemarin jam 11:19
Segala puji hanya milik Allâh Ta'ala, yang telah menjadikan kaum Muslimin bersaudara dan saling menyayangi, yang memerintahkan mereka agar saling tolong-menolong dalam kemaslahatan dunia dan agama. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilâh yang haq diibadahi kecuali Allâh Ta'ala , tiada sekutu bagi-Nya’ Dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga keselamatan tercurahkan kepadanya, keluarganya, para shahabatnya dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik hingga hari kiamat.
Wahai manusia, bertaqwalah kepada Allâh Ta'ala , ketahuilah bahwa Allâh Ta'ala mewajibkan kepada sesama muslim ukhuwah dan tolong menolong dalam kemaslahatan dunia dan agama. Allâh Ta'ala berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allâh Ta'ala , supaya kamu mendapat rahmat."
(Qs al-Hujurât/ 49:10)
Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
Perumpamaan kaum mukminin satu dengan yang lainnya dalam hal saling mencintai,
saling menyayangi dan saling berlemah lembut di antara mereka adalah seperti satu tubuh.
Apabila salah satu anggota badan sakit,
maka semua anggota badannya juga merasa demam dan tidak bisa tidur.
(HR. Muslim: 4658)
Apabila ini yang menjadi kewajiban kaum Muslimin, maka ukhuwah ini mewajibkan mereka saling memenuhi hak satu dengan lainnya. Di antara hak tersebut adalah :
Mencintai karena Allâh Ta'ala .
Yaitu tanpa membedakan nasab di antara mereka, juga tanpa egoisme yang bisa menyeret seseorang kepada sifat tidak baik, akan tetapi karena Allâh Ta'ala semata-mata.
Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
Tidak (sempurna) iman salah seorang di antara kamu
hingga dia mencintai buat saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.
(HR. Bukhari no. 12)
Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam juga bersabda yang artinya: “Ada 3 hal, barang siapa yang memilikinya ia akan merasakan manisnya iman, pertama: hendaklah Allâh Ta'ala dan Rasul-Nya lebih dia cintai dari pada selainnya; kedua: dia mencintai seseorang semata-mata karena Allâh Ta'ala ; ketiga: dia enggan untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allâh Ta'ala sebagaimana dia juga enggan untuk dilemparkan ke dalam api Neraka.”(HR. Bukhari no. 15)
Mendamaikan mereka.
Apabila ada perselisihan dan perpecahan di antara mereka, maka kewajiban seorang muslim adalah mendamaikannya.
Allâh Ta'ala berfirman :
Oleh sebab itu, bertakwalah kepada Allâh Ta'ala
dan perbaikilah hubungan antara sesamamu.
(Qs Al-Anfâl/8:1)
Ishlâh maknanya adalah meluruskan masalah yang diperselisihkan dan mengembalikannya kepada kaum Muslimin serta memperbaiki kedua pihak yang berselisih. Nabi n menghitung perbuatan mendamaikan kaum Muslimin sebagai sedekah, maka kewajiban mereka yaitu jika ada perselisihan atau perpecahan di antara mereka, hendaknya mereka damaikan dan luruskan perselisihan tersebut dengan adil, sehingga ukhuwah kembali terjalin di antara mereka.
Jujur dalam bermuamalah.
Hendaknya mereka bermuamalah dengan jujur, tidak berdusta, tidak berkhianat dan tidak menipu dalam jual beli. Hendaknya muamalah jual beli tersebut dilakukan atas dasar niat yang baik, tanpa menutupi aib yang ada pada barang yang dijual dan tanpa berbohong dalam harganya.
Kejujuran adalah keselamatan. Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Apabila dua orang muslim bermuamalah jual beli, maka ada khiyar (hak memilih) bagi keduanya. Jika keduanya jujur dan berterus terang, maka keduanya akan mendapat barakah dari jual belinya, dan jika keduanya berdusta dan menyembunyikan, maka barakah akan dihilangkan dari jual belinya.”
Mendoakan kebaikan kepadanya
Mendoakannya dengan maghfirah, agar diberi kemaslahatan dunia dan agama.
Allâh Ta'ala berfirman:
Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.
(Qs Muhammad/47:19)
Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda yang artinya:
“Hak muslim satu dengan lainnya ada 6, yaitu apabila engkau bertemu dengannya, berilah salam kepadanya; apabila dia mengundangmu, penuhilah udangannya; apabila dia meminta nasehat kepadamu, maka nasehatilah; apabila dia bersin dan mengucapkan alhamdulillâh, maka doakanlah; apabila dia sakit, maka jenguklah; dan apabila dia meninggal, maka iringilah jenazahnya.”
Dari hadits di atas terdapat 6 hak sesama Muslim, yaitu:
Pertama: apabila seorang muslim bertemu dengan saudaranya, hendaknya dia mendahuluinya dengan mengucap salam. Memulai salam hukumnya sunat, sedangkan menjawab salam hukumnya wajib, sebagaimana firman Allâh Ta'ala yang artinya:
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan,
maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya,
atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).
(Qs an-Nisâ‘/4:86)
Hendaknya kaum Muslimin menyebarkan salam di antara mereka. Abdullah bin Salam mendengar Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda yang artinya:
“Wahai manusia, sebarkanlah salam, berilah makan (orang miskin - red),
sambunglah silaturahmi dan shalatlah pada malam hari ketika manusia dalam sedang tidur,
engkau akan masuk surga dengan keselamatan.”
(HR.Ibnu Majah no. 1324)
Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menggabungkan perintah mengucap salam dan memberi makan (fakir miskin) karena hal itu akan menumbuhkan rasa kecintaan antar kaum Muslimin dan menghilangkan kegelisahan.
Kedua: sabda Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam : “ Apabila dia mengundangmu, maka penuhilah.” Maksudnya, apabila dia mengundangmu untuk walimah atau hadir dalam suatu resepsi, hendaknya engkau datang, kecuali apabila ada udzur syar`i yang menyebabkan berhalangan hadir atau memberatkanmu. Jika pada walimah atau resepsi tersebut ada kemungkaran dan menurut persepsimu, engkau mampu mengubah kemungkaran tersebut, maka engkau wajib datang dan mengubahnya. Akan tetapi jika tidak mampu mengubahnya, janganlah engkau menghadirinya. Kehadiranmu yang tidak bisa mengubah kemungkaran itu, merupakan tanda engkau setuju dengan hal tersebut.
Ketiga: sabda Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam : “ Apabila dia minta nasehat, maka nasehatilah.” Maksudnya, apabila dia meminta nasehat kepadamu dalam suatu perkara dan meminta pendapat kamu yang baik, maka hendaknya kamu bersungguh-sungguh menasehatinya, baik dalam hal yang dia sukai maupun tidak.
Keempat: sabda Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam : “Apabila dia bersin dan memuji Allâh Ta'ala, doakanlah dia.” Bersin merupakan nikmat dari Allâh Ta'ala karena mengosongkan udara buruk yang ada di tubuh. Apabila dia bersin, ini merupakan nikmat Allâh Ta'ala yang perlu disyukuri. Sehingga apabila dia memuji Allâh Ta'ala , wajib bagi orang yang berada di sisinya untuk mendoakanya dengan mengucapkan: “Yarhamukallâh”. Kemudian orang yang bersin mengucapkan: “ Yahdîkumullâh wa yushlih bâlakum.” Ini merupakan perilaku Muslimin yang baik, maka hukumnya wajib untuk menjawab orang yang bersin apabila dia memuji Allâh Ta'ala.
Kelima : sabda Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam : “ Apabila dia sakit, maka jenguklah.” Menjenguk orang sakit mengandung kebaikan yang banyak, di antaranya bisa mengurangi beban orang yang sakit dan keluarganya. Mengunjunginya, duduk di sampingnya dan mendoakannya, maka akan membuat dia bahagia dan menguatkan rajâ`nya kepada Allah k. Di antara adab menjenguk orang sakit, pertama: Hendaknya secara berkala; jangan setiap hari karena hal itu akan memberatkannya, kecuali kalau dia menyukainya. Kedua: mendoakan kesembuhan baginya, memberi motivasi kepadanya agar segera sembuh, melapangkan bebannya serta menghiburnya. Ketiga: hendaknya jangan berlama-lama duduk di sampingnya agar tidak membebaninya, kecuali dia menginginkannya.
Keenam : sabda Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam: “ Apabila dia meninggal dunia, maka iringilah jenazahnya.” Hal itu karena ada doa, permohonan ampun kepadanya, menyenangkan wali dan kerabatnya dan ada unsur memuliakan kedudukan orang yang meninggal. Barang siapa yang menghadiri jenazah, menyalatkan dan mendoakannya, maka dia akan memperoleh pahala satu qirâth. Barang siapa menshalatkan dan mengiringinya sampai pemakaman, dia akan memperolah 2 qirâth. Ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, apa itu dua qirâth?” Beliau menjawab “Seperti dua gunung yang besar.” Wahai hamba Allâh Ta'ala, bertakwalah kepada Allâh Ta'ala dan jagalah hak-hak saudara kalian.
Allâh Ta'ala berfirman yang artinya:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
dan bertakwalah kamu kepada Allâh Ta'ala,
Sesungguhnya Allâh Ta'ala amat berat siksa-Nya.”
(Qs al-Mâidah/5:2)
[ KHUTBAH KEDUA ]
'amma ba'du
Wahai hamba Allâh Ta'ala , bertakwalah kepada Allâh Ta'ala , ketahuilah bahwa di antara hak-hak kaum Muslimin satu dengan lainnya adalah amar ma‘ruf dan nahi munkar. Maka, apabila engkau melihat saudaramu berada dalam kemaksiatan dan penyelisihan kepada syariat atau lainnya engkau tidak boleh mendiamkannya. Akan tetapi engkau harus menasehatinya secara sembunyi-sembunyi antara engkau dan dia. Dan hendaknya engkau menunjukkannya pada kebaikan dan memperingatkannnya dari keburukan.. Hendaknya engkau perbaiki dengan cara yang baik, hingga dia bisa mengetahui bahwa kamu adalah saudaranya dan engkau sangat memperhatikannya.
Wahai hamba Allâh Ta'ala , bertakwalah kepada Allâh Ta'ala dan bersemangatlah dalam menunaikan hak-haknya sebagaimana engkau juga meminta agar hak engkau dipenuhi oleh saudaramu.
Maraji’: Al Khuthab al Mimbariyah cet. Dâr Ashimah hlm 191-198 oleh Dr. Shâlih bin Fauzân al Fauzân
(Khutbah Jum'at: Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIII)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar