Jumat, 25 Juni 2010

Tidak Menunggu, Tidak Pula Terburu-buru



“Manusia diciptakan bertabiat ingin segera.”
(QS.Al-Anbiyaa:37)

Ketika kita berbicara mengenai sebuah kebenaran yang ingin kita tegakkan, terkadang sebagian dari kita lupa akan perjalanan dari sebuah proses menuju hasil, begitu kita tahu bahwa sesuatu itu benar, kita lantas dengan kekuatan yang kecil, berusaha merobohkan sesuatu yang besar, ibarat kita tahu bahwa pohon ini bisa kita tebang, tapi di tangan kita cuma memegang sebilah pisau kecil, apakah mungkin kita bisa mendapatkan hasil sesuai yang kita inginkan ?

Dalam perjalanan sejarah, sikap asal-asalan dan terburu-buru selalu saja merenggut korban yang tidak sedikit, baik jiwa maupun harta, perjuangan yang disusun dengan matang tiba-tiba menjadi berantakan dan harus berhenti di tengah jalan, cuma karena sebagian orang tidak sabar dalam menapaki sebuah proses menuju keberhasilan, yang pada akhirnya selalu membuahkan kesia-siaan, dan kembali, perjuangan harus dimulai lagi dari titik nol.

Ghirah dan semangat yang menggebu-gebu serta keinginan untuk segera meraih hasil sesungguhnya dapat menghancurkan perjuangan itu sendiri, untuk itulah, sudah selayaknya para mujahid dakwah lebih banyak membaca sejarah, memahami sepak terjang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mendakwahkan dan memperjuangkan Islam, tidak bersikap isti’jal, karena akibatnya bisa sangat fatal.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Jangan sampai orang mukmin terjerumus dua kali dalam lubang yang sama.” (HR.Bukhari)

lantas apakah yang menyebabkan timbulnya sikap isti’jal ini ? tidak lain adalah iman yang menyala-nyala disertai semangat yang tinggi, dan ini biasanya dialami oleh kaum muda. Iman memang gelora jiwa yang menggelegak dalam dada, ia merupakan kekuatan dan energi yang tidak terkira, akan tetapi, apabila energi dan kekuatan ini tidak diarahkan dengan benar dan penuh perhitungan, maka bisa menimbulkan ekses yang buruk, bukan kemaslahatan yang dihasilkan, malah sejumlah kemudharatan yang akan dituai.

Itulah makanya kenapa Allah subhanahu wa Ta’ala memberikan bimbingan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bersikap ‘lebih’ sabar,

Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Dan kami jadikan sebagian dari kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar ? Dan Allah adalah Tuhanmu yang Maha Melihat.”
(QS.Al-furqaan:20)

“Bersabarlah terhadap apa yang mereka katakan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.”
(QS.Al-Muzzammil:10)

“Maka bersabarlah, sesungguhnya janji Allah adalah benar. Dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) menggelisahkan kamu,”
(QS.Ar-Ruum:60)

Apabila kita mau mengibaratkan, maka iman itu telanjang, sedang taqwa adalah pakaiannya dan akhlaq adalah mahkotanya, dengan keimanan saja, seseorang bisa bersikap sangat keras dan kaku, bisa sangat emosional dan mudah konflik. Akan tetapi apabila dibungkus dengan taqwa dan dihiasi dengan akhlaqul-karimah, maka sosok orang yang beriman akan jauh lebih indah dan menarik.

Itulah gunanya kenapa kita perlu lebih banyak ‘bergaul’ dan ‘berinteraksi’ dengan masyarakat banyak, semata-mata agar kita tahu kebiasaan dan karakter masyarakat secara jelas, dengan begitu, dakwah yang akan kita sampaikan menjadi bijaksana dan bisa mereka terima, karena sesungguhnya kadar iman setiap manusia tidaklah sama, itulah kenapa kita harus pintar2 dalam menyampaikan dakwah agar tujuan kita dalam penegakkan haq bisa sampai dan diterima, itulah makanya kita kembali lagi ke awal, bahwasanya dalam setiap penyampaian dan penegakkan kebenaran, kita tidak menghadapi orang yg sama, semua berbeda latar belakang dan pemahamannya, untuk itulah diperlukan kesabaran dan sebuah proses yang tidak instan.

Sungguh bijaksana Allah subhanahu wa Ta’ala dalam memberlakukan syariat Islam, ada tapan-tahapan yang mesti dilewati, tidak langsung loncat menuju sasaran inti. LIhatlah bagaimana Allah subhanahu wa Ta’ala melarang minuman keras, mula-mula turun ayat,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.”
(QS.An-Nisaa:43)

Ayat diatas hanya menganjurkan umat Islam menjauhi khmer ketika hendak melakukan shalat, kemudian turun ayat berikutnya,

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanla, ‘pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.”
(QS.Al-Baqarah:219)

Ayat ini pun belum tegas mengharamkan khmar. Allah masih mengakui bahwa dalam khamr itu terdapat manfaat, walau sangat kecil. Di saat terakhir, Allah baru menegaskan hukum khamr,

“Hai orang-orang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan.”
(QS.Al-Maidah:90)

Begitulah cara Allah subhanahu wa Ta’ala menurunkan hukum-hukum syariat-Nya, ada proses dan tapan-tahapannya, tidak langsung ke sasaran. Melalui ajaran ini Allah subhanahu wa Ta’ala mendidik kita agar lebih sabar dalam berdakwah dan memperjuangkan kebenaran.

Gerakan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bisa kita jadikan uswah, dimana Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat sistematis dalam menyusun program dan langkah-langkahnya, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tergesa-gesa, tapi sebagaimana Allah subhanahu wa Ta’ala nyatakan dalam firman-Nya, justru orang-orang kafir tersengal-sengal mengikuti langkahnya,

“Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan.”
(QS.Al-Muddatstsir:17)

Dada orang kafir menjadi sempit karena beratnya mengikuti langkah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, disini dicegah, nerobos yang sana, yang satu diintimidasi, yang lain malah bersimpati, satu mati tumbuh seribu lainnya, begitulah gerak Islam, terancang dan terprogram.

Untuk itulah, sudah saatnya ummat Islam mengakhiri gaya perjuangan yang emosional, yang hanya mengedepankan semangat tanpa rencana dan program yang berkesinambungan. Kita tidak akan mendapatkan apa-apa, kecuali sekedar kepayahan saja. Ibaratnya, kita lari di tempat, semua tenaga sudah dihabiskan, seluruh pikiran sudah dikuras, seluruh energi sudah dikerahkan, tapi hasilnya hanya berupa keringat, tidak ada kemajuan sedikitpun, dari dulu disitu-situ aja, kemarin dipinggirkan, sekarang masih tetap di pinggiran.

Semestinya kita berkata dalam diri masing-masing, biarlah sekarang kita di pinggir, tapi nanti kami akan datang untuk menyampaikan kebenaran dengan segala kekuatan, sebagaimana firman Allah,

“Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata, ‘Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu, ikutilah orang yang tiada minta balasan padamu, dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.’”
(QS.Yaasin:20-21)

Saya akhiri tulisan saya dengan sebuah cerita,

Kisah ini mengenai Khabbab bin Arts ketika datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam guna mengadukan berbagai gangguan dan tekanan yang dialaminya. Ia memohon kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar minta pertolongan kepada Allah subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan jawaban sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebagai berikut,

“Pada zaman sebelum kamu ada seorang laki-laki yang ditanam didalam tanah, lalu dibawakan gergaji dan diletakkan di kepalanya. Maka digergajilah dirinya menjadi dua, namun demikian tidak menghalanginya untuk melaksanakan agamanya. Juga dipasang sisir besi, ingá tidak tersisa sedikitpun daging yang melekat di tulangnya atau sumsumnya, namun demikian tidak menghalanginya untuk melaksanakan agamanya. Demi Allah, sesungguhnya Dia akan menyempurnakan urusan agama ini, sehingga seseorang akan dapat berkendaraan dari Shan’a ke Hadhramaut dengan tiada yang ditakuti kecuali Allah dan tiada takut terhadap serigala yang bakal menerkam kambingnya. Akan tetapi kamu tergesa-gesa.”

Melihat cerita diatas, dan untuk anda ketahui, Khabbab bukanlah potongan sahabat Nabi yang cengeng, malah ia termasuk as-saabiquunal-awwalun, yang mendapatkan tekanan keras dari kafir Quraisy. Adalah wajar bila ia ingin segera dapat melaksanakan ajaran Islam dengan leluasa, tanpa intimidasi dan teror. Ia memohon kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar minta pertolongan kepada Allah subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi oleh Nabi permohonan Khabbab ini dianggap terlalu dini atau terlalu tergesa-gesa. Tekanan dan teror musuh belum seberapa.

Jika Khabbab saja dianggap tergesa-gesa, bagaimana dengan kita, yang berdakwah baru kemarin ? Tingkat pengorbanan kita sungguh sangat sedikit, bahkan mungkin belum berarti sama sekali, lantas pertanyaannya, pantaskah jika kita segera ingin melihat syari’at Allah tegak di muka bumi ?

Wajarkah jika kita ingin segera melihat nilai-nilai Islam menjadi norma kehidupan sehari-hari ?

Sekedar ingin boleh..

Tapi mengharap hasil secepat membalik telapak tangan

itu sesuatu yang mustahil..

bersabar dalam berproses..

itu kuncinya

semoga bermanfaat dan bisa menjadi renungan, agar ke depannya, perjuangan dalam penegakkan syariat Islam ini, tidak melulu patah dan berhenti di tengah jalan


dblackdwarf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar