Minggu, 25 Juli 2010

ISRA’ MI'RAJ, KITAB MULIA DAN KRIPTO.

ISRA’ MI'RAJ, KITAB MULIA DAN KRIPTO.

“ Diakui beragam pemahaman tentang kisah Isra’ dan Mi'raj . Namun jika kita cermati pola bahasa Kitab Mulia dengan berbagai ‘isyaratnya’, maka kita akan dapat menyimpulkan – pada dasarnya kisah tersebut adalah Perjalanan Dimensi Ruang dan Waktu Antar Bintang - dari kawasan yang dekat (Tata Surya) ke kawasan Bintang yang ‘terjauh’, Sidratil Muntaha melewati Bintang Sirius (Asy Syi’ra). Kisah ini direkam pada penggalan sejumlah ayat pada Surat Bintang pula, sangat spesifik”.


Sabtu, 10 Juli 2010.

Klasifikasi: Sangat Rumit.

Saya diminta oleh sejumlah teman untuk menulis tentang kisah Isra’ Mi'raj yang diberitakan baik oleh Kitab Mulia dan Hadist (perkataan dan perbuatan Nabi) yang diriwayatkan para sahabatnya. Pada awalnya, enggan – karena sangat rumit dan penjelasannya cukup panjang. Tidak mudah dicerna.

Namun demikian, akhirnya penulis putuskan untuk mencobanya dengan merobah bahasanya menjadi lebih umum.

Baik kita akan mulai dengan pendekatan yang berbeda, dan belum tentu pembaca setuju semua. Karena memang tidak sederhana, bisa beragam penafsiran.

Dalam tradisi Yahudi. kisah seorang Nabi berwisata “naik kelangit”, bukan hanya dialami oleh nabi Muhammad saja. Tapi jauh sebelum itu, bahkan jauh sebelum Nuh as (Noah) 4500 tahun yang lalu. Nabi Idris as (Enoch atau Anuch) ditemani oleh seorang malaikat berkunjung ke langit (dmaknai langit-4), dimensi ruang dan waktu (DRW) lebih tinggi dari DRW kita, kemudian ke "Surga" serta melihat dan mencoba nikmatnya “di tempat yang tinggi” yang dimaknai Surga. Ini dicatat dalam berbagai catatan Kisah para Nabi dari Kaum Yahudi. Juga diisyaratkan dalam Kitab Mulia, walaupun sangat sumir, dalam pengertian hakiki (Maryam, 56-57).

Kisah dimulai dari kaum Quraish Makkah Saudi Arabia yang selalu tidak percaya informasi dari Nabi, dan menginginkan bukti-bukti yang aneh-aneh. Setelah dibuktikan, dianggap sihir.


Bagian dari Alam Semesta
Tahun 614 M, kaum Quraish menginginkan Bulan dibelah, dan itu dilayani oleh Nabi (Bulan, 01) dan sejumlah Hadist shahih (Bukhari, Ibnu Mas'ud, dan Anas). Mereka bertanya tentang perjalanan Dzulkarnain (Kisah Pendiri Imperium Persia Cirus The Great) serta kisah pemuda Nasrani dalam Gua, direspon oleh Nabi dengan baik. Tahun 618-620, mereka minta beberapa hal yang mustahil (Yang diperjalankan malam hari/ al Isra’, 90-93)

1. Memancarkan mata air dari bumi.
2. Meminta sebuah kebun kurma dan anggur, dengan air mengalir di bawahnya.
3. Meminta menghadirkan Allah beserta malaikat-malaikatnya..
4. Meminta sebuah rumah dari emas.
5. Yang terakhir, mereka meminta Nabi untuk "naik ke langit".

Permintaan terakhir dikabulkan oleh Allah swt, tahun 620/621 M, Nabi Muhammad naik kelangit – menjelajah ruang angkasa dari satu dimensi (KRW: Kontinum Ruang dan Waktu) ke dimensi lain, hingga dimensi tertinggi, langit ke-7. Dari kawasan Bintang terdekat (Matahari) ke kawasan Bintang Terjauh (Sidratil Muntaha), boleh jadi melewati Bintang Sirius – karena direkam dalam surat yang sama – surat Bintang – dan memiliki kombinasi kode (kripto) yang sama. Dalam waktu relatif singkat, waktu standar Bumi, relativitas waktu.

Perjalanan ini adalah perjalanan nyata, baik badan dan rohnya, karena ditegaskan dengan melihat kawasan Sidratil Muntaha (Tepi/Tempat Terjauh di Alam Semesta) dan Jibril as dalam wujud sebenarnya, dengan kata “ ra-aahu” (Bintang, 13-16). “ Ra’aahu” dan “yaara” bermakna melihat dengan indra mata lahir, fisik – bukan meta fisik, dan “yaraa” secara khusus (Bintang, 12) (Al Mishbah, Dr Quraish Shihab). Pengalaman fisik, bukan mimpi atau hanya roh. Penglihatannya tidak berpaling kemana-mana, karena terpesona melihat bukti kekuasaan Tuhan (Bintang, 17). Sebagaimana kita jika ditempat paling tinggi, puncak gunung misalnya, melihat panorama dibawahnya. Banyak hal yang mampu dilihat - apa lagi pada dimensi tertinggi.

Kata "bi 'abdihii" yang berarti "hamba-Nya" juga bermakna wujud nyata, fisik - bukan semata-mata roh. Lengkapnya, " Maha Suci Tuhan yang telah memperjalankan hamba-Nya (bi 'abdihii) pada suatu malam...." (Al Israa', 01).

“Apakah kamu membantahnya atas apa yang dilihatnya (yaraa)” (Bintang, 12).

Secara ringkas perjalanan Isra' Mi'raj dibagi dalam dua tahap :

1. Tahap satu disebut al Isra’ atau “Yang diperjalankan pada malam hari”, dari Makkah ke Yerusalem di Israel sekarang. Diceritakan dengan mengendarai “Buraq”, atau artinya “ cepat sekali, seperti cahaya kilat”. Hadist shahih, tidak menjelaskan spesifik hewan, apa lagi “kuda bersayap dengan kepala seorang wanita”. Tetapi adalah “binatang tunggangan atau alat transport dalam bahasa kini” yang ukurannya lebih kecil dari kuda dan lebih besar dari keledai”. Itu saja, tidak ada penjelasan lain. Kisah Isra' sendiri dicatat dalam Kitab Mulia berupa penggalan ayat pada surat Al Isra'.

2. Tahap kedua dari Bumi (kawasan Bintang Matahari) ke Sidratil Muntaha (kawasan Bintang terjauh di Alam Semesta) – didekatnya ada “Surga Tempat Hunian Yang Indah dan Nyaman” atau “jannatul ma-waa” (Bintang, 15). Salah satu lokasi terbaik pada Surga Tingkat Paling Atas. Perjalanan ini tidak menggunakan Buraq, tetapi dengan “Miraj” atau artinya “Alat dan Tempat untuk naik”. Suatu “alat”, entah apa detilnya, yang membantu perjalanan Nabi agar Perjalanan Yang Jauh ini berlangsung dengan cepat, singkat, selamat dan nyaman.

“M'iraj” adalah bentuk singular, dalam bentuk plural disebut “al Ma’arij”, atau “Alat-alat/Tempat-tempat untuk naik kelangit”. Merupakan judul surat tersendiri dalam Kitab Mulia. Para Malaikat dan Jibril as terbiasa menggunakan alat ini ketika pergi ke Sidratil Muntaha – karena merujuk penjelasan Dr Quraish Shihab – perjalanan kesana sangat jauh dan membuat lelah. Jibril as tidak menggunakan “sayapnya”, karena melelahkan dan “payah”, tetapi dengan “al Ma’arij”. Kecepatannya dalam bahasa teks Kitab Mulia adalah sama dengan “ Satu hari setara dengan 50.000 ribu tahun" (Qs, 70:04).

Lengkapnya, " Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya 50.000 tahun" (Qs, 70:04).

Namun ini belum bermakna apa-apa. Harus dikombinasikan dengan keterangan lain, dimana “1 hari sama dengan 1000 tahun perhitungan waktu Bumi”. (Haji, 47)

Nah, disini rumitnya. Kedua informasi tadi harus dikonversikan kedalam bahasa astronomi, supaya dapat dipahami dengan lebih baik.

Tata Surya
Singkat kata, dengan merujuk penjelasan ahli Fisika dari Mesir Professor Elnaby (A New Astronomical Qur’anic Method For The Determination Of The Greatest Speed , C”), Paul Dirac dan Paul Davies, menggunakan sistem kalendar Bulan atau Side Real – kecepatan jelajah “Mi'raj” adalah “1 hari sama dengan 16,392 miliar tahun cahaya”. Lebih mudah dipahami, dikonversikan ke jam, kecepatannya adalah 683 juta tahun cahaya per jam. Ini adalah gambaran yang diberikan Kitab Mulia, kecepatan "alat untuk naik" , yang biasa digunakan oleh para malaikat dan Nabi ke Sidratil Muntaha. Kita tahu, satu detik cahaya setara dengan 300.000 km.

Sebagai perbandingan, dari Bumi ke Matahari adalah 8 menit dengan kecepatan cahaya. Bintang terdekat, Alpha Centauri, sekitar 4,2 tahun cahaya. Dengan kecepatan 683 tahun cahaya per jam, menjadi tidak berarti apa-apa perjalanan yang jauh ini. Dengan kecepatan relatif mendekati cahaya saja, waktu sudah tidak sama lagi. Disuatu tempat, obyek yang bergerak, di alam semesta waktu terasa lama, tetapi mungkin di Bumi hanya singkat saja, atau sebaliknya. Di Bumi waktu sangat lama, tapi di suatu tempat hanya beberapa detik saja. (Paul Davies, About Time).

Tiap "langit" atau "as sama' " memiliki sejumlah KRW (Kontinuum Ruang dan Waktu), dimana hukumnya berbeda dengan apa yang kita kenal sekarang ini. Alam Semesta didefinisikan 11 Dimensi (Hyperspace - Michio Kaku), oleh sejumlah ilmuwan - kita masuk pada Dimensi ke-4 (3 ruang: panjang, lebar dan tinggi serta satu satuan waktu). Diatasnya ada 7 Dimensi Ruang yang berbeda, detilnya seperti apa - pengetahuan kita belum sampai kesana.
Dalam bahasa lebih sederhana, Kitab Mulia memberi isyarat, bahwa langit terbagi dua: (1) Langit dekat (Dunya) dihiasi dengan Bintang, gugusan Bintang dan "Musobiha", atau fenomena alam berupa Bintang yang sangat masif, sekarat dan meledak (Hypernova). (2) Langit jauh dan lama (Akhirat), terbagi menjadi tujuh langit atau Tujuh Dimensi Ruang. Sukar dipahami.

Inilah yang digambarkan oleh Kitab Mulia, melengkapi kisah Isra’ dan Miraj Nabi.


Bahasa Kripto Isra' Mi'raj Nabi.

Kitab Mulia selalu melengkapi isi dan makna sebuah ayat atau surat dengan bahasa kripto atau sandi, untuk meneguhkan bahwa itu benar, yang tentu saja hanya dapat dipahami oleh pembaca yang memang khusus mempelajari hal tersebut. Tujuan akhirnya adalah, “memberi keyakinan kepada pembaca yang beriman supaya menjadi lebih beriman” dan melengkapi keterangan bahasa teks.

Dibawah ini kita ambil contoh bahasa kripto yang sederhana:

1. Ketika firman Illahi menjelaskan “langit” (Dimensi Ruang) diatas kita ada 7. Angka 7, memang benar 7. Kitab Mulia mencatatnya 7 kali dalam 7 surat, 7 ayat. Angka bilangan Prima.
Yaitu: (Qs, 02:29), (Qs, 17:44), (Qs, 23: 86) (Qs, 41:12), (Qs, 65:12), (Qs, 67:03), dan (Qs, 71:15).

Contohnya: “Langit yang tujuh, Bumi dan semua bertasbih kepada Allah….” (Qs, 17:44).

Susunan surat dan nomor ayat ini memiliki kode utama 19, angka bilangan prima, yang menunjukkan posisi surat dan nomor ayat yang sangat sistematis.

Perhatikan nomor surat, susunannya: 2 1 7 2 3 4 1 6 5 6 7 7 1, bilangan ini merupakan bilangan kelipatan 19, karena 2172341656771 adalah 19 x 114333771409.

Nomor ayatnyapun demikian, susunannya: 2 9 4 4 8 6 1 2 1 2 3 1 5. Bilangan ini juga kelipatan 19, karena 2944861212315 adalah 19 x 154992695385.

Ingat, kode shalatpun merupakan bilangan kelipatan 19!

Kodenya 5 digit, yaitu 2 4 4 3 4, atau 19 x 1 2 8 6. Dimana angka 2 adalah jumlah rakaat shat subuh, angka 4 adalah jumlah rakaat shalat dzuhur, dan seterusnya.
Luar biasa bukan?.

2. Ketika berbicara al Isra’, maka judul surat ini ditempatkan pada nomor surat 17, karena berhubungan dengan banyaknya rakaat shalat dalam Islam, 17 rakaat. Perintahnya turun pada saat Is'ra dan Mi'raj. Bilangan Prima juga.

3. Ketika berbicara Mi'iraj dan perjalanan antar Bintang, Kitab Mulia juga menggunakan bilangan prima sebagai kodenya, yaitu angka 17. Perhatikan, posisi surat Bintang (53), kesurat Al Ma’arij (70), dan para Malaikat menghadap Al A’laa (Yang Maha Tinggi) ke Sidratil Muntaha, posisi surat (87). Semuanya berbeda 17 surat. Kita mengetahui, bahwa angka 17 adalah banyaknya jumlah rakaat shalat bagi Muslim yang beriman yang diperintahkan melalui Muhammad ketika di Sidratil Muntaha. Angka 5 dan 17 adalah bilangan prima dalam matematika.

Posisi suratnyapun demikian, tidak ada makna apa-apa. Tetapi jika ditambahkan dengan angka 17, maka terbentuklah kode angka 7 berupa 8 digit: 5 3 7 0 8 7 1 7. Disbut kode, karena bilangan tersebut merupakan kelipatan 7, atau 5 3 7 0 8 7 1 7 = 7 x 1 2 5 2 9 3 3 9.

4. Semua yang bermakna Bintang, dikombinasikan dengan posisi surat, dan nomor ayat pada surat Bintang memiliki kode utama 7. Karena bilangan tersebut habis dibagi oleh 7, ingat 7 langit. Dalam 14 digit yang rumit.

Perhatikan:

Bintang Sirius, terdapat pada surat Bintang.
Surat Bintang posisi surat nomor 53, yang bermakna Bintang ada 4 ayat, nomor 1,9,14, dan 49, yaitu, dengan demikian kode 14 digit adalah 5 3 1 5 3 9 5 3 1 4 5 3 4 9. Disebut kode, karena bilangan tersebut merupakan bilangan khusus kelipatan 7, atau sama dengan
7 x 7 5 9 3 4 2 1 8 7 7 9 0 7.

Kita tahu, bahwa kode PIN ATM atau kartu kredit kita hanya 6 digit saja, dan sangat sederhana. sedangkan digit diatas jauh lebih rumit, karena menggambarkan makna, posisi surat dan nomor ayat.


Angka 5 3 adalah nomor surat, angka 1 adalah nomor ayat – bintang tersembunyi atau terbenam, maksudnya Sirius. Angka 9, adalah nomor ayat yang menjelaskan bentuk orbit Sirius, Bintang Ganda, berupa dua busur panah. Angka 49, adalah Bintang Sirius dan angka 14 adalah nomor ayat “kawasan Bintang Sidratil Muntaha di langit-ke7.

Tuhan mengajari kita bahasa matematika.

Melihat rumitnya kisah Isra’ dan Miraj, maka kita dapat memahami – mengapa respon Muslim terhadap kisah ini memiliki tafsir yang beragam. Bagaimanapun juga, dasar utamanya adalah perjalanan spiritual, pembuktian kekuasaan Tuhan untuk menjalankan seorang Nabi “naik kelangit”, akidah, ibadah dan pelajaran bagi pembaca adanya isyarat tentang sains modern, yang tidak terbayangkan. Relativitas waktu Eisntein dan perjalanan antar dimensi.

Dalam beberapa tahun kedepan, pemahaman seperti ini, akan lebih mudah diterima pembaca Muslim.

Semoga bermanfaat.

Salam
Arifin Mufti, Bandung, West Java.
Indonesia.

Buku dan artikel Terkait:

1. Pemerintahan Tuhan, Arifin Mufti
2. Surat Bintang, artikel Arifin Mufti di Notes.
3. Berbagi artikel Kripto Al Qur’an, Arifin Mufti
4. About Time, Paul Davies
5. (A New Astronomical Qur’anic Method For The Determination Of The Greatest Speed , C”), Profesor Fisika Elnaby , Mesir
6. Hyperspace, Michio Kaku
7. Tafsir Al Mishbah, Dr Quraish Shihab dan Tafsir-tafsir Maududi (Ulama Pakistan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar