Rabu, 24 Februari 2010

APA SAJA YANG BOLEH DIKERJAKAN WANITA?.

Pertanyaan:

Bagaimana hukum wanita bekeria menurut syara'? Maksudnya: bekerja di luar rumah seperti laki-laki. Apakah dia boleh bekerja dan ikut andil dalam produksi, pembangunan, dan kegiatan kemasyarakatan? Ataukah dia harus terus-menerus menjadi tawanan dalam rumah, tidak boleh melakukan aktivitas apa pun? Sementara kami sering mendengar bahwa agama Islam memuliakan wanita dan memberikan hak-hak kemanusiaan kepadanya jauh beberapa abad sebelum bangsa Barat mengenalnya. Apakah aktivitas yang ia lakukan itu tidak dapat dianggap sebagai haknya yang akan menjernihkan air mukanya, sekaligus dapat menjaga kehormatannya agar tidak menjadi barang dagangan yang diperjualbelikan seenaknya ketika dibutuhkan atau dikurbankan ketika darurat?

Mengapa wanita (muslimah) tidak boleh terjun ke kancah kehidupan sebagaimana yang dilakukan wanita-wanita Barat, untuk menjernihkan kepribadiannya danmemperoleh hak-haknya, agar dapat mengurus dirinya sendiri, dan ikut andil dalam memajukan masyarakat?

Kami ingin mengetahui batas-batas syariah terhadap aktivitas yang diperbolehkan bagi wanita muslimah, yang bekerja untuk dunianya tanpa merugikan agamanya, lepas dari kekolotan orang-orang ekstrem yang tidak menghendaki kaum wanita belajar dan bekerja serta keluar rumah walau ke masjid sekalipun. Juga jauh dari orang-orang yang menghendaki agar wanita muslimah lepas bebas dari segala ikatan sehingga menjadi barang murahan di pasar-pasar.

Kami ingin mengetahui hukum syara' yang benar mengenai masalah ini dengan tidak melebih-lebihkan dan tidak mengurang-ngurangkan.

Jawaban Yusuf Qardhawy:

Wanita adalah manusia juga sebagaimana laki-laki. Wanita merupakan bagian dari laki-laki dan laki-laki merupakan bagian dari wanita, sebagaimana dikatakan Al-Qur'an:

"... sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain ..." (Ali Imran: 195}

Manusia merupakan makhluk hidup yang diantara tabiatnya ialah berpikir dan bekerja (melakukan aktivitas). Jikatidak demikian, maka bukanlah dia manusia.

Sesungguhnya Allah Ta'ala menjadikan manusia agar mereka beramal, bahkan Dia tidak menciptakan mereka melainkan untuk menguji siapa diantara mereka yang paling baik amalannya. Oleh karena itu, wanita diberi tugas untuk beramal sebagaimana laki-laki - dan dengan amal yang lebih baik secara khusus - untuk memperoleh pahala dari Allah Azza wa Jalla sebagaimana laki-laki. Allah SWT berfirman:

"Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), 'Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan...'" (Ali Imran: 195)

Siapa pun yang beramal baik, mereka akan mendapatkan pahala di akhirat dan balasan yang baik di dunia:

"Barangsiapa yang mengeryakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (an-Nahl: 97}

Selain itu, wanita - sebagaimana biasa dikatakan - juga merupakan separo dari masyarakat manusia, dan Islam tidak pernah tergambarkan akan mengabaikan separo anggota masyarakatnya serta menetapkannya beku dan lumpuh, lantas dirampas kehidupannya, dirusak kebaikannya, dan tidak diberi sesuatu pun.

Hanya saja tugas wanita yang pertama dan utama yang tidak diperselisihkan lagi ialah mendidik generasi-generasi baru. Mereka memang disiapkan oleh Allah untuk tugas itu, baik secara fisik maupun mental, dan tugas yang agung ini tidak boleh dilupakan atau diabaikan oleh faktor material dan kultural apa pun. Sebab, tidak ada seorang pun yang dapat menggantikan peran kaum wanita dalam tugas besarnya ini, yang padanyalah bergantungnya masa depan umat, dan dengannya pula terwujud kekayaan yang paling besar, yaitu kekayaan yang berupa manusia (sumber daya manusia).

Semoga Allah memberi rahmat kepada penyair Sungai Nil, yaitu Hafizh Ibrahim, ketika ia berkata:

Ibu adalah madrasah, lembaga pendidikan Jika Anda mempersiapkannya dengan baik Maka Anda telah mempersiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya.

Diantara aktivitas wanita ialah memelihara rumah tangganya membahagiakan suaminya, dan membentuk keluarga bahagia yang tenteram damai, penuh cinta dan kasih sayang. Hingga terkenal dalam peribahasa, "Bagusnya pelayanan seorang wanita terhadap suaminya dinilai sebagai jihad fi sabilillah."

Namun demikian, tidak berarti bahwa wanita bekerja di luar rumah itu diharamkan syara'. Karena tidak ada seorang pun yang dapat mengharamkan sesuatu tanpa adanya nash syara' yang sahih periwayatannya dan sharih (jelas) petunjuknya. Selain itu, pada dasarnya segala sesuatu dan semua tindakan itu boleh sebagaimana yang sudah dimaklumi.

Berdasarkan prinsip ini, maka saya katakan bahwa wanita bekerja atau melakukan aktivitas dibolehkan (jaiz). Bahkan kadang-kadang ia dituntut dengan tuntutan sunnah atau wajib apabila ia membutuhkannya. Misalnya, karena ia seorang janda atau diceraikan suaminya, sedangkan tidak ada orang atau keluarga yang menanggung kebutuhan ekonominya, dan dia sendiri dapat melakukan suatu usaha untuk mencukupi dirinya dari minta-minta atau menunggu uluran tangan orang lain.

Selain itu, kadang-kadang pihak keluarga membutuhkan wanita untuk bekerja, seperti membantu suaminya, mengasuh anak-anaknya atau saudara-saudaranya yang masih kecil-kecil, atau membantu ayahnya yang sudah tua - sebagaimana kisah dua orang putri seorang syekh yang sudah lanjut usia yang menggembalakan kambing ayahnya, seperti dalam Al-Qur'an surat al-Qashash:

"... Kedua wanita itu menjawab, 'Kami tidak dapat meminumi (ternak kami) sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedangkan bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.'" (al-Qashash: 23)

Diriwayatkan pula bahwa Asma' binti Abu Bakar - yang mempunyai dua ikat pinggang - biasa membantu suaminya Zubair bin Awwam dalam mengurus kudanya, menumbuk biji-bijian untuk dimasak, sehingga ia juga sering membawanya di atas kepalanya dari kebun yang jauh dari Madinah.

Masyarakat sendiri kadang-kadang memerlukan pekerjaan wanita, seperti dalam mengobati dan merawat orang-orang wanita, mengajar anak-anak putri, dan kegiatan lain yang memerlukan tenaga khusus wanita. Maka yang utama adalah wanita bermuamalah dengan sesama wanita, bukan dengan laki-laki.

Sedangkan diterimanya (diperkenankannya) laki-laki bekerja pada sektor wanita dalam beberapa hal adalah karena dalam kondisi darurat yang seyogianya dibatasi sesuai dengan kebutuhan, jangan dijadikan kaidah umum.

Apabila kita memperbolehkan wanita bekerja, maka wajib diikat dengan beberapa syarat, yaitu:

1. Hendaklah pekerjaannya itu sendiri disyariatkan. Artinya, pekerjaan itu tidak haram atau bisa mendatangkan sesuatu yang haram, seperti wanita yang bekerja untuk melayani lelaki bujang, atau wanita menjadi sekretaris khusus bagi seorang direktur yang karena alasan kegiatan mereka sering berkhalwat (berduaan), atau menjadi penari yang merangsang nafsu hanya demi mengeruk keuntungan duniawi, atau bekerja di bar-bar untuk menghidangkan minum-minuman keras - padahal Rasulullah saw. telah melaknat orang yang menuangkannya, membawanya, dan menjualnya. Atau menjadi pramugari di kapal terbang dengan menghidangkan minum-minuman yang memabukkan, bepergian jauh tanpa disertai mahram, bermalam di negeri asing sendirian, atau melakukan aktivitas-aktivitas lain yang diharamkan oleh Islam, baik yang khusus untuk wanita maupun khusus untuk laki-laki, ataupun untuk keduanya.

2. Memenuhi adab wanita muslimah ketika keluar rumah, dalam berpakaian, berjalan, berbicara, dan melakukan gerak-gerik.

"Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkanperhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya ...'" (an-Nur: 31 )

"... dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan ..." (an-Nur: 31 )

"... Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehinggaberkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, danucapkanlah perkataan yang baik" (al-Ahzab 32)

3. Janganlah pekerjaan atau tugasnya itu mengabaikan kewajibankewajiban lain yang tidak boleh diabaikan, seperti kewajiban terhadap suaminya atau anak-anaknya yang merupakan kewajiban pertama dan tugas utamanya.

Wabillahi aufiq.


Saatnya Menjadi Muslimah Berprestasi

Oleh: Ummu TQ
(Sumber: www.kafemuslimah.com)

Jujur saja setiap orang pasti ingin menjadi yang terbaik. Atau paling tidak memiliki hal-hal yang baik dalam hidupnya. Tempat bekerja yang baik, penghasilan yang lumayan besar, rumah dan lingkungannya yang sehat, suami dan anak-anak yang baik-baik saja. Dan masih banyak lagi standar-standar kebaikan yang kita idam-idamkan. Namun kalau kita mau survey, sedikit dari 10 keluarga muslim, paling banyak 3 diantaranya yang menganggap aktifitas dalam bermasyarakat untuk berkarya dan berguna sebagai salah satu ukuran hidup yang baik.

Hal ini seiring dengan semakin majunya teknologi, derasnya informasi yang datang dari luar (baca : Barat) memaksa setiap keluarga tercemar dengan budaya individual, budaya egois yang lebih mengutamakan dirinya dan keluarganya sendiri. Yang penting keluarganya selamat, yang penting anaknya tidak ikut narkoba, yang pentingÂ… yang pentingÂ…

Keinginan untuk berbuat dalam masyarakat, kemauan untuk berkarya, berprestasi semakin rendah. Terlebih lagi bagi kalangan ibu-ibu, seperti kita-kita ini. Langka sekali menemukan seorang muslimah yang berpredikat ibu rumah tangga yang punya seabrek gawean rumah tangganya namun masih meluangkan waktu dan pikiran dengan aktifitas dalam masyarakat yang tidak kalah hebohnya.

Muslimah Harus Berprestasi

Makna prestasi bagi kalangan muslimah terlebih yang telah berpredikat ibu rumah tangga adalah bukan dia harus jadi juara dalam sebuah perlombaan. Lebih tepatnya ia harus bisa menjadi pelopor dalam perbaikan bagi lingkungannya. Seorang muslimah tidak harus selalu bekerja di luar rumah untuk meraih prestasi tetapi juga tidak hanya di dalam rumah saja. Wanita-wanita Islami yang potensial seyogyanya pandai memanfaatkan dan mengembangkan ilmu yang diperolehnya. Bila ia seorang "tukang insinyur" ataupun lulusan tehnik akan lebih bermanfaat dan berprestasi kalau saja ilmu-ilmu yang dimilikinya tadi mampu menghantarkannya membuka sebuah home industri, misalnya. Sehingga dengan ilmu apa saja, seorang muslimah mampu berkarya, mampu mengamalkan ilmu yang dipelajarinya bertahun-tahun di bangku sekolah atau perguruan tinggi sebagai bekal dakwah di masyarakat. Tidak seperti sekarang yang rata-rata muslimah kita beramai-ramai menjadi pengajar TPA, padahal Sarjana Kehutanan. Atau merasa cukup puas hanya berpredikat ibu dari 4 anak-anaknya.

Selain itu pula hendaknya prestasi muslimah akan lebih terarah bila terspesialisasi. Ibu-ibu akan lebih optimal dalam perannya bila punya keahlian khusus. Ibu A pandai memasak, ibu B pandai merias pengantin, ibu C menulis, ibu D berkebun, dstnya. Sehingga dengan keahlian khusus ini ladang dakwah lebih tergarap maksimal.

Bagaimana Menjadi Agen Perubah yang Handal

Menjadi perintis, pelopor atau istilah kerennya "Agen Perubah" dalam masyarakat dituntut memiliki beberapa hal antara lain :

1. Selalu berpikir positif dan pede (percaya diri)

Selalu berpikir positif kepada Allah, diri sendiri dan orang lain. Yakinlah bahwa Allah memberi kita semua nikmat dan kemudahan sekaligus kesulitan adalah dalam kerangka sejauhmana kita telah pandai mensyukuri nikmat-Nya dengan memanfaatkannya, tidak saja untuk diri sendiri tapi juga untuk masyarakat luas. Allah menciptakan kita dengan kepribadian, kualitas bakat dan intelektual adalah dengan maksud. Semua itu modal dasar bagi kita untuk berbuat. Termasuk cara pandang kita terhadap orang lain. Pandanglah orang lain dari sisi positifnya dan menerima sisi negatif sebagai pelajaran bagi kita. Dengan selalu ber-"positif thinking" seperti ini Insya Allah Pede (percaya diri) akan timbul. Ibu A yang anaknya 5 aja masih bisa aktif di lembaga dakwah, koq kita yang baru punya 1 anak repotnya ngalah-ngalahin ibu A. Malu, ah..

2. Berkepribadian pantang menyerah

Sebagai pelopor dan penggerak, pasti akan menghadapi tantangan, baik dari kalangan keluarga, tetangga, tokoh masyarakat, dllnya. Dengan berbagai hambatan tadi kita dituntut selalu bersemangat, tidak loyo, tidak mudah patah semangat. Semakin mantap kita bersikap saat kesulitan menerpa kita menunjukkan sikap hidup yang matang. Keyakinan akan janji dan jaminan Allah akan datangnya kemudahan setelah kesulitan mampu melahirkan kepribadian pantang menyerah (lihat QS. An Nasyrah : 5-6).

3. Memulai dari diri sendiri

Menyeru kepada orang akan lebih didengar dan diikuti pabila kitanya telah mengamalkan-nya. Selain masyarakat lebih tergerak karena tauladan kita, Allah pun memerintahkan demikian (lihat QS. Ash Shaff : 4).

4. Memelihara motivasi awal

Segala kesibukan kita menjadi muslimah berguna dan berkarya di masyarakat hendaknya dilandasi dengan niat yang lurus dan bersih. Semata-mata untuk mencari ridho Allah. Bukan untuk mencari penghargaan, sanjungan atau apa saja yang sifatnya duniawi. Akan lebih indah dan bermakna bila niatnya untuk ibadah sehingga kelelahan, kepenatan karena aktifitas itu tidak melahirkan kejenuhan yang berarti yang bahkan bisa-bisa membuat kita menarik diri dari medan dakwah tadi. Dengan motivasi/niat yang teguh segala tantangan apa pun bentuk dan rupanya tidak menyurutkan langkah bahkan semakin memberikan energi bagi "si penggerak".

Merekalah Muslimah Berprestasi

Sekelumit profil berikut ini kiranya bisa dijadikan teladan bagi sekalian ibu-ibu, betapa seharusnya muslimah berbuat.

* Sumarti M. Thohir, ibu rumah tangga dengan aktifitas dalam masyarakat sebagai Redaktur Pelaksana Majalah "Aku Anak Shaleh."

Mempunyai pandangan bahwa sebagai hamba Allah dengan usia yang tidak begitu panjang tanpa prestasi dihadapan Allah adalah sangat menyedihkan. Prestasi yang dimaksud, seorang muslimah selain sebagai ibu rumah tangga hendaknya memaksimalkan potensi ilmu, pikiran, tenaga dan waktu yang ada. Hendaknya tidak cukup puas dengan prestasi sebagai ibu rumah tangga. Muslimah haruslah juga menghasilkan "sesuatu" yang berguna bagi masyarakatnya (Dikutip dari Ummi, Edisi Feb-Mar 2002).

* Asma Nadia, ibu rumah tangga dengan 2 anak. Penulis novel dan cerpen Islami, Ketua III Forum Lingkar Pena Nasional.

Menurutnya, muslimah dalam hidupnya hendaknya mengibaratkan dirinya sebagai sebuah kristal. Artinya, muslimah sebaiknya mampu berbuat dengan sebaik-baiknya dalam berbagai sisi dengan masing-masing sisi bernilai baik. Sebagai istri pelayanannya kepada suami memuaskan. Sebagai ibu bagi anak-anaknya, dia perhatian. Dan sebagai pekerja, prestasi kerjanya bagus dan sebagai apa saja muslimah itu menekuninya dengan kesungguhan yang luar biasa. Sebagaimana kristal yang dalam setiap sisinya memantulkan cahaya sama indahnya (Hasil wawancara Humaira saat GBSM 2 di Samarinda).

* Anaway Irianti Mansur, istri ust. M. Anis Matta, ibu rumah tangga dengan 6 anak. Aktif dalam sebuah partai Islam bidang Pemberdayaan Peran Publik Perempuan dan di Yayasan Ibu Bahagia.

Menganggap aktifitasnya ini sebagai bahan untuk pengembangan diri, sebagai bukti bahwa "kita orang baik" karena interaksi kita dengan segala lapisan masyarakat dan medan dakwah untuk mengajak orang lain melakukan kebaikan. Dengan beraktifitas menuntutnya harus pandai mensiasati waktu dan kegiatan di dalam dan di luar rumah. Sehingga dinamika di luar rumah tidak berakibat terlupanya anak-anak dan keluarga (Dikutip dari Tabloid MQ edisi Januari 2002).

* Nena Herlina, ibu rumah tangga dengan 7 anak, aktif sebagai pembina di berbagai kelompok pengajian (dari kalangan ibu-ibu, remaja hingga pembantu rumah tangga), Kepala TK Islam Terpadu Uswatun Hasanah.

Menuturkan bahwa sejak menikah, telah sepakat untuk menjadikan dakwah seabgai prioritas. Dengan 7 anak tanpa pembantu di rumah membuat suaminya tidak segan-segan ambil bagian pula dengan urusan rumah tangga. Kegigihannya dalam aktifitas dakwah membina jamaÂ’ah pengajiannya di tengah-tengah kesibukannya sebagai ibu rumah tangga sampai-sampai harus melahirkan akannya yang ke-7 saat pengajian mampu membuat orang terkagum-kagum dan menghantarkannya sebagai peraih Ummi Award tahun 2002 ini (Dikutip dari Ummi Edisi 2002).

Dari beberapa profil di atas tergambarkan betapa cantiknya seorang muslimah yang hidupnya berguna bagi orang banyak. Selain untuk anak, suami dan keluarga ia masih mampu dan mau mencurahkan dengan maksimal apa-apa yang dianugerahkan Allah kepadanya. Anugerah sehat, kuat dan kelapangan waktu.

Seandainya suami ibu-ibu mempunyai pandangan seperti halnya Ust. Anis Matta yang sangat mendukung segala aktivitas istrinya, apakah ibu-ibu akan meraih kesempatan ini? Atau seandainya suami ibu-ibu punya pandangan lain dari apa yanag kita bahas saat ini, apa yang akan ibu lakukan? Jawabannya hanya ibu yang tau.

Sumber : internet...


Bonus Plus Plus.....

Isi Otak Lelaki Ttg Wanita


Kamu tau kenapa saya suka wanita itu pakai jilbab? Jawabannya sederhana, karena mata saya susah diajak kompromi. Bisa dibayangkan bagaimana saya harus mengontrol mata saya ini mulai dari keluar pintu rumah sampai kembali masuk rumah lagi. Dan kamu tau? Di kampus tempat saya seharian disana, kemana arah mata memandang selalu saja membuat mata saya terbelalak. Hanya dua arah yang bisa membuat saya tenang, mendongak ke atas langit atau menunduk ke tanah.

Melihat kedepan ada perempuan berlenggok dengan seutas "Tank Top", noleh ke kiri pemandangan "Pinggul terbuka", menghindar kekanan ada sajian "Celana ketat plus You Can See", balik ke belakang dihadang oleh "Dada menantang!" Astaghfirullah... kemana lagi mata ini harus memandang?

Kalau saya berbicara nafsu, ow jelas sekali saya suka. Kurang merangsang itu mah! Tapi sayang, saya tak ingin hidup ini dibaluti oleh nafsu. Saya juga butuh hidup dengan pemandangan yang membuat saya tenang. Saya ingin melihat wanita bukan sebagai objek pemuas mata. Tapi mereka adalah sosok yang anggun mempesona, kalau dipandang bikin sejuk di mata. Bukan paras yang membikin mata panas, membuat iman lepas ditarik oleh pikiran "ngeres" dan hatipun menjadi keras.

Andai wanita itu mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh laki-laki ketika melihat mereka berpakaian seksi, saya yakin mereka tak mau tampil seperti itu lagi. Kecuali bagi mereka yang memang punya niat untuk menarik lelaki untuk memakai aset berharga yang mereka punya.

Istilah seksi kalau boleh saya definisikan berdasar kata dasarnya adalah penuh daya tarik seks. Kalau ada wanita yang dibilang seksi oleh para lelaki, janganlah berbangga hati dulu. Sebagai seorang manusia yang punya fitrah dihormati dan dihargai semestinya anda malu, karena penampilan seksi itu sudah membuat mata lelaki menelanjangi anda, membayangkan anda adalah objek syahwat dalam alam pikirannya. Berharap anda melakukan lebih seksi, lebih... dan lebih lagi. Dan anda tau apa kesimpulan yang ada dalam benak sang lelaki? Yaitunya: anda bisa diajak untuk begini dan begitu alias gampangan!

Mau tidak mau, sengaja ataupun tidak anda sudah membuat diri anda tidak dihargai dan dihormati oleh penampilan anda sendiri yang anda sajikan pada mata lelaki. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada diri anda, apa itu dengan kata-kata yang nyeleneh, pelecehan seksual atau mungkin sampai pada perkosaan. Siapa yang semestinya disalahkan? Saya yakin anda menjawabnya "lelaki" bukan? Oh betapa tersiksanya menjadi seorang lelaki dijaman sekarang ini.

Kalau boleh saya ibaratkan, tak ada pembeli kalau tidak ada yang jual. Simpel saja, orang pasti akan beli kalau ada yang nawarin. Apalagi barang bagus itu gratis, wah pasti semua orang akan berebut untuk menerima. Nah apa bedanya dengan anda menawarkan penampilan seksi anda pada khalayak ramai, saya yakin siapa yang melihat ingin mencicipinya.

Begitulah seharian tadi saya harus menahan penyiksaan pada mata ini. Bukan pada hari ini saja, rata-rata setiap harinya. Saya ingin protes, tapi mau protes ke mana? Apakah saya harus menikmatinya...? tapi saya sungguh takut dengan Zat yang memberi mata ini. Bagaimana nanti saya mempertanggungjawabkan nanti? sungguh dilema yang berkepanjangan dalam hidup saya.

Allah Taala telah berfirman: "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya", yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita beriman "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (QS. An-Nuur : 30-31).

Jadi tak salah bukan kalau saya sering berdiam di ruangan kecil ini, duduk di depan komputer menyerap sekian juta elektron yang terpancar dari monitor, saya hanya ingin menahan pandangan mata ini. Biarlah mata saya ini rusak oleh radiasi monitor, daripada saya tak bisa pertanggung jawabkan nantinya. Jadi tak salah juga bukan? kalau saya paling malas diajak ke mall, jjs, kafe, dan semacam tempat yang selalu menyajikan keseksian.

Saya yakin, banyak laki-laki yang punya dilema seperti saya ini. Mungkin ada yang menikmati, tetapi sebagian besar ada yang takut dan bingung harus berbuat apa. Bagi anda para wanita apakah akan selalu bahkan semakin menyiksa kami sampai kami tak mampu lagi memikirkan mana yang baik dan mana yang buruk. Kemudian terpaksa mengambil kesimpulan menikmati pemadangan yang anda tayangkan?

So, berjilbablah ... karena itu sungguh nyaman, tentram, anggun, canti, mempersona dan tentunya sejuk dimata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar