Sabtu, 06 Februari 2010

MENGENAL SEKILAS HINDU & BUDDHA DALAM PERSPEKTIF ISLAM: Petunjuk Tentang Nabi Terakhir Itu Ada di Sana (Pendahuluan)


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

PENDAHULUAN

Sesungguhnya segala puji adalah milik Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amalan-amalan kita, barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Islam.” (Ali-‘Imran, QS 3: 102)

ا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kamu kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (menggunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (An-Nisaa’, QS 4: 1)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah mendapatkan kemenangan yang besar.” (Al-Ahzaab, QS 33: 70-71)

Amma ba'du,

Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan dalam agama, setiap yang diada-adakan dalam agama adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.

Telah kita ketahui bahwa di dunia ini terdapat berbagai macam agama dengan ciri-ciri, karakter, dan kitab sucinya masing-masing. Namun bila kita cermati, pada hakikatnya, semua agama langit (agama samawi) yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui para nabi sejak dari nabi yang pertama, yaitu Nabi Adam ‘alaihissalam sampai kepada nabi yang terakhir, yaitu Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya adalah agama tauhid (monotheisme).
Seluruh kitab suci agama samawi selain Al-Qur’an - yang turun sebelum Al-Qur’an - apabila masih dalam bentuk aslinya, maka ia tidak akan bertentangan dengan prinsip-prinsip dinul-Islam, bahkan banyak yang bersesuaian. Sekiranya terdapat ketidak-sesuaian, dapat dipastikan bahwa itu adalah akibat dari adanya pergeseran atau perubahan, yang dilakukan oleh para pengikutnya sendiri setelah nabinya meninggal dunia. Kesalahan inilah yang perlu diketahui sekaligus diluruskan.

Menurut ahli sejarah agama, secara garis besar ada dua macam agama di dunia ini, yaitu Agama Samawi dan Agama Ardhi.

Agama Samawi (revealed religion), adalah agama wahyu yang berasal dari langit. Agama ini diwahyukan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada para nabi melalui malaikat-Nya. Sebagian ahli menamakannya Dinul Haq, sedangkan Al-Qur’an menyebutnya Al-Islam. Firman Allah Ta'ala,

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلامُ

"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam..." (Ali Imran, QS 3: 19)

Agama Ardhi, adalah agama kebudayaan yang diciptakan oleh akal manusia. Lahir dari proses anthropologis dan historis yang terbentuk karena adat istiadat yang melembaga. Kitab sucinya lahir dari hasil renungan falsafi manusia.[1]

Dalam perkembangannya, di antara agama samawi banyak yang mengalami perubahan, baik dalam konsep akidah maupun ubudiyah. Misalnya dalam konsep ketuhanan, yang awalnya monotheisme, lama kelamaan menjadi polytheisme (musyrik). Ataupun dalam konsep ta’abud dan taqarub, yang seharusnya mengacu kepada konsepsi nabi dan rasul, kemudian diganti dengan adat istiadat dan tradisi yang tidak mempunyai keabsahan rujukan.

Dari analogi tersebut, dapat diasumsikan bahwa perubahan konsep dalam beragama merupakan hal yang sangat mungkin terjadi, ini sejalan dengan sifat dan pola pikir manusia itu sendiri yang cenderung berbeda-beda, bahkan acapkali berubah. Maka sulit dihindari jika akhirnya pada masyarakat tersebut terjadi perbuatan bid’ah, syirik, takhayul dan khurafat. Perilaku-perilaku ini merupakan bagian dari perubahan konsepsi manusia tentang Tuhan: dari monotheisme ke polytheisme.

Mengenai para nabi dan rasul yang tidak diceritakan di dalam Al-Qur’an dan berapa banyak yang diutus Allah ke muka bumi ini, telah dijelaskan dalam sebuah hadits, bahwa Abu Dzar radhiyallahu 'anhu bertanya, “Wahai Rasulullah, berapakah jumlah nabi seluruhnya?” Beliau menjawab, “124.000 orang dan 315 di antaranya adalah rasul.” (HR. Ahmad: 5/178, 179, 266). Lihat Akidah Mukmin, Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi (Penasihat dan ahli tafsir yang mengajarkan tafsir di Masjid Nabawi Madinah), Pustaka Al-Kautsar, cet. 2002, hlm. 238.

Walaupun dalam Al-Qur'an hanya disebut 25 nabi, maka kita tetap mengimani secara global adanya Nabi dan Rasul yang tidak dikisahkan dalam Al-Qur'an.

Firman Allah Ta'ala:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul kepada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah, dan jauhilah Thagut’ [2], maka di antara umat itu ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang kukuh dalam kesesatan. Cobalah mengembara di persada bumi dan perhatikanlah bagaimana akibatnya orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (An Nahl, QS 16: 36)

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلا مِنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ

“Dan Kami telah mengutus rasul-rasul sebelummu, di antaranya ada yang Kami ceritakan kepadamu dan ada pula yang tidak Kami ceritakan kepadamu.” (Al Mu’min, QS 40: 78)

Melalui kedua ayat tersebut, dengan gamblang dan tegas Allah Ta'ala menyatakan bahwa pada setiap umat, pasti ada rasul yang diutus untuk memberikan peringatan, dan umat itu tidak akan dibiarkan tersesat tanpa bimbingan seorang rasul. Di antara rasul itu ada yang kisahnya dimuat dalam Al-Qur’an dan sebagiannya tidak.

Dan sesungguhnya, mereka pun bersaudara karena berasal dari satu sumber yang sama, sesuai penjelasan Allah bahwa manusia yang selamat dari bencana air bah yang pernah melanda seluruh permukaan bumi adalah keturunan dari Nabi Nuh ‘alaihissalam, dalam firman-Nya:

وَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ

“Kami telah menyelamatkannya (Nuh) dan pengikutnya dari bencana yang besar. Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.” (Ash Shaaffaat, QS 37: 76-77)

Menurut ajaran Hindu, Manu yang selamat dari Topan Besar adalah Manu Ketujuh, yang merupakan asal-usul dari manusia yang ada sekarang ini. Manu Ketujuh itu disebut: Vaivaswata.

Menurut ajaran Islam, Nabi Nuh ‘alaihissalam adalah keturunan kesembilan dari Manu Pertama, dengan silsilah: Nuh bin Laamik bin Mutusyaalih bin Idris (Ukhnukh) bin Yaarid bin Mahaalail bin Qiinan bin Annusy bin Syits bin Adam.

Mengenai apakah manusia yang selamat dari bencana itu keturunan yang ketujuh atau kesembilan dari manusia pertama, bukan yang menjadi prioritas untuk diperdebatan di sini. Firman Allah Ta'ala :

وَقُولُوا آمَنَّا بِالَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَأُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَهُنَا وَإِلَهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

“…Dan katakanlah: ‘Kami beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu. Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri’.” (Al Ankabut, QS 29: 46)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah: ‘Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kami beriman kepada apa yang diturunkan sebelum kami. Apabila yang dikatakannya benar, janganlah kamu mendustakannya. Apabila yang dikatakannya salah, janganlah kamu membenarkannya’.” (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi).

Untuk memberikan gambaran bahwa di berbagai kitab suci lain terdapat ayat-ayat yang selaras dengan Al-Qur’an yang tidak mungkin kita dustakan, dapat penulis sampaikan beberapa contohnya dari kitab Veda (yang sudah tertulis sejak tahun 500sM ) sbb:
Dalam Veda disebutkan:
“Orang yang mempunyai mata tidak dapat melihat (Dia); sebaliknya, Dia melihat semua mata…” (Kanupanisad, 1: 3)
Dalam Al-Qur’an disebutkan:

لا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

“Dia tidak dapat dilihat dengan mata; sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu…” (Al An’aam, QS 6: 103)

Dalam Veda disebutkan:
“Wahai Tuhan yang mengungkapkan rahasia jagat raya, tunjukilah kami ke jalan yang lurus, yaitu jalan yang indah.” (Rigveda, 1: 189: 1)
Dalam Al-Qur’an disebutkan:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ

“Tunjukilah kami ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (jalan) mereka yang sesat.” (Al Fatihah, QS 1: 6-7)

Dalam Veda disebutkan:
“Wajah-Nya terlihat di segala arah.” (Rigveda 10: 90: 1, Samaveda 6: 13 dan Atharvaveda 19: 6: 1).

Dalam Al-Qur’an disebutkan:

وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap di situ ada wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqarah, QS 2: 115)

Sangat penting untuk kita ketahui, bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah dzat-Nya yang berada di setiap tempat. Dzat Allah bersemayam di atas ‘Arsy, sementara ilmu, pendengaran, penglihatan dan kudrat-Nya meliputi setiap tempat. Barangsiapa mengatakan Allah berada di setiap tempat (Allah ada dimana-mana), jika yang dimaksud adalah dzat-Nya, maka ia adalah seorang jahmiy hululiy (penganut paham jahmiyah/ jabariyah dan hululiyah). Yang tergolong telah menyimpang secara aqidah.

Selain itu, dapat pula kita jumpai di berbagai kitab suci lain suatu petunjuk, tentang akan datangnya seorang Nabi Terakhir. Dalam hal ini, kitab Veda menyebutnya dengan beberapa nama, di antaranya dengan nama Narashangsa dan Kalki Avatar. Sedangkan Buddha Gautama menyebutnya sebagai Antim Buddha Maitreya.

Untuk menguatkan bahwa Nabi Terakhir itu juga ada petunjuk kedatangannya dalam kitab-kitab suci lain, penulis menambahkan dua bab lagi, yaitu Petunjuk Tersembunyi Dalam Alkitab dan Pegangan Ahli Kitab Dewasa Ini. Penambahan ini akan terasa cukup banyak, karena di dalamnya sangat diperlukan adanya banyak penjelasan dan argumentasi. Termasuk pernyataan dari para sejarawan, ilmuwan, dan cendikiawan Nasrani tingkat dunia sebagai obyektifitas penyampaian.

Demikianlah pendahuluan ini penulis sampaikan. Buku ini penulis wujudkan dalam rangka menyampaikan kebenaran dan dalam upaya “mengikat ilmu dengan menulisnya”. Juga untuk memudahkan siapa saja yang ingin menambah ilmunya, yaitu dengan cara membacanya.

Ditanya kepada Imam Asy-Syafi’i rahimahullah, “Bilakah seseorang itu dipandang ‘alim?” Ia menjawab, “Apabila dia yakin pada sesuatu ilmu lalu diajarinya ilmu itu. Kemudian dia menempuh ilmu-ilmu yang lain, maka dilihatnya mana yang belum diperolehnya. Ketika itu, barulah dia seorang ‘alim.”

Berkata Imam Asy-Syafi’i rahimahullah, “Tidaklah aku kemukakan kebenaran dan keterangan kepada seseorang, lalu diterimanya, melainkan aku takut kepadanya dan percaya akan kasih sayangnya. Sebaliknya, kalau orang menyombongkan diri dengan aku terhadap kebenaran dan menolak keterangan, maka jatuhlah orang itu dari pandanganku dan aku menolak berhadapan dengan dia.”

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
”Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim).

Allah Ta'ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا

”Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri.” (An Nisaa’, QS 4: 36)

Melalui buku ini, akan dapat diketahui, faktor apa yang menyebabkan bergesernya pengertian tauhid dari para umat ataupun agama terdahulu sehingga kini mereka menjadi kafir dan musyrik. Maka di dalam menyikapi mereka, kita akan selalu teringat kepada firman-Nya:

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لآمَنَ مَنْ فِي الأرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ

“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” (Yunus, QS 10: 99)

فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ

“…karena sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedang Kami-lah yang menghisab amalan mereka.” (Ar Ra’d, QS 13: 40)

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (An Nahl, QS 16: 125)

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“Dan terhadap nikmat[3] Tuhanmu, maka beritakanlah.” (Adh Dhuhaa, QS 93: 11)

Dan pada akhirnya, semua yang disampaikan di buku ini, hanya akan semakin mengukuhkan keimanan kita tentang Islam,

وَهَذَا صِرَاطُ رَبِّكَ مُسْتَقِيمًا قَدْ فَصَّلْنَا الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ

“Dan inilah jalan Tuhanmu; yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.” (Al An’aam, QS 6: 126)

Apa yang disampaikan di buku ini, dasar-dasarnya dikutip dari buku Agama-Agama Besar di Dunia, karya Joesoef Sou’yb. Sebuah buku yang berisi himpunan kuliah tentang Agama Perbandingan (Comparative Religions) yang diberikan di Fakultas Ushuluddin, IAIN Sumatra Utara dan Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara, sejak tahun 1969 (lihat referensi buku tersebut di halaman terakhir buku ini).

Selanjutnya, penulis berikan penambahan-penambahan yang penulis kutip dari buku-buku lain beberapa permasalahan yang tidak terdapat di buku tersebut dengan bahasa pengantar dan susunan pembahasan dari penulis sendiri.

Apabila di dalam buku ini terdapat kesalahan, kekurangan, ataupun hal-hal yang dirasa kurang tepat atau tidak benar menurut pengetahuan pembaca, anggaplah sebagai keterbatasan ilmu dan kelalaian dari penulis sendiri, yang semoga Allah Ta'ala berkenan mengampuni hamba-Nya ini. Tak ada gading yang tak retak. Dan sesungguhnya, Allah Ta'ala tidak membebani hamba-Nya melebihi kemampuannya.
Mengingat masih terlalu banyaknya hal-hal yang belum penulis ketahui, maka koreksi, saran, dan kritik yang bersifat konstruktif dari pembaca (dalam bentuk tulisan) sangatlah penulis harapkan, karena yang haq lebih utama untuk diikuti.

Tak lupa penulis menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang telah membantu terwujudnya penulisan ini, baik dalam bentuk moral maupun material. Terutama kepada Bapak Misbahuddin, dari MUI Bogor, yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasinya. Juga kepada semua pihak yang telah menulis dan menerbitkan buku-buku Islam, termasuk mereka yang telah bersusah-payah menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Semoga Allah Ta'ala memuliakan wajah-wajah mereka kelak di sisi-Nya sebagai balasan atas segala jerih payah yang telah mereka lakukan untuk Al-Islam.
Firman Allah Ta'ala:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam (baca-tulis). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al ‘Alaq, QS 96: 1-5)

Ya Allah, jadikanlah buku ini sebagai saksi bahwa hamba-Mu ini telah menyampaikan, dan upayaku ini sebagai amal shalih yang Engkau ridhai. Melalui buku ini, berilah fadhilah kepada mereka yang membaca dan menyebarluaskannya. Selamatkanlah siapa yang Engkau kehendaki dari hamba-hamba-Mu yang bingung dan bimbang. Berilah petunjuk kepada mereka yang Engkau lihat layak untuk mendapatkan petunjuk-Mu, karena hanya Engkau saja yang dapat melakukan itu semua.

Semoga shalawat dan salam selalu tercurah, kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan orang-orang mukmin yang setia mengikuti segala perkataan dan perbuatannya. Segala puji bagi Allah, Rabb Semesta Alam.

Abu Muhammad Herman

Bersambung insya Allah.

Lanjutan:

MENGENAL SEKILAS HINDU & BUDDHA DALAM PERSPEKTIF ISLAM: Petunjuk Tentang Nabi Terakhir Itu Ada di Sana (Agama Hindu - Bag. 1)
http://www.facebook.com/note.php?note_id=223461835174&ref=nf

--------------------------
---
Foot note:
[1] Bid'ah-bid'ah di Indonesia, Drs. Badruddin Hsubky.
[2] Patung, Berhala, atau segala yang dipuja selain Allah.
[3] Di antara sekian banyak nikmat Allah, maka nikmat iman dan Islam adalah nikmat yang tertinggi. Nikmat ini hendaknya disebar-luaskan kepada manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar