Jumat, 26 Februari 2010

Suami Yang Selalu Mencintai Istri......

Suami kepada istri di awal pernikahan demikian mesra bergaul. Kata-katanya pun diatur sedemikian rupa agar tidak menyinggung perasaan sang primadona. Setiap benda atau simbol maknawi dikomunikasikan dengan BAHASA LUBUK HATI. Rasa kasih namanya.

Begitu pula sang istri menanggapi tutur dan sikap kasih suami dengan penuh sentimentil. Yang berbicara bukan lagi logika tapi LUBUK KALBU. Oh, betapa indahnya hidup ini.

Inilah gambaran hidup sang pengantin baru. Mungkinkah KASIH SAYANG TERTAMBAT ABADI DALAM LUBUK HATI YANG DALAM?

Bagi pasangan muslim, GAMBARAN CINTA MESRA ADALAH SUATU YANG SAKRAL. Ia perlu dipertahankan, menutupi ketidaksukaan suami kepada kelemahan istri menjadi suatu kewajiban nilai. Bukan sekedar ungkapan di bibir. "Dia tidak pernah mencela suatu makanan, jika dia suka ia makan, dan jika dia benci dia meninggalkannya" (HR Bukhari Muslim)

Kisah Aisyah dengan Rasulullah menjadi buah ibroh (pelajaran) teladan. Betapa Rasulullah menjaga cinta kasih dengan Aisyah selama mata belum berkatup. Ketika kaum Habsyi bermain tombak di masjid, Rasulullah bersikap aduhai mesra. Beliau mendedahkan kain sebagai hijab berlobang, agar Aisyah bisa menonton pertunjukan heroik tersebut. Aisyah melihat pertunjukan dari balik leher/tengkuk, agar sesekali bisa bersentuhan dengan dada Rasulullah.

Kisah lain, betapa Rasulullah bermain mesra. Lomba berlari. Sesekali Rasulullah berlari dengan lambat tapi pasti mengalahkan Aisyah. Sesekali beliaupun mengalah demi suka ria Aisyah, demi membahagiakan istri.

Inilah gambaran HIDUP IDEAL DAN NYATA. Rasulullah melaksanakannya dengan istri-istrinya. Kadang Aisyah pun iri pada sikap Rasul yang membanggakan Khadijah. Istri pertama beliau ini memberi kehangatan hidup, membela lahir dan batin, dikala rumah tangga jihad bergelombang. Khadijah lebih banyak mendapat duka dalam liku-liku pembentukan Qo'idah Ash-Sholbah.

SUAMI QONA'AH (SEDERHANA)
"Tidak ada pada kami kecuali cuka, lalu Rasul minta cuka itu sebagai lauk. Lalu makanlah beliau berlaukkan cuka", demikian tutur salah seorang istri Rasul. (HR Muslim)

Rasul selalu qona'ah (tidak neko-neko). Barangkali inilah salah satu kebanggaan para istri Rasul akan kepribadian beliau. Selain, beliau tampan, hangat, juga menyejukkan.

Tidak ada hati para istri yang gundah gulana disebabkan tindakan Rasul. Paling-paling sikap cemburu para istri terutama Aisyah bila ada wanita yang datang kepada beliau. "Jangan-jangan wanita ini menyerahkan diri untuk diperistri," inilah ungkapan kekhawatiran Aisyah. "Tidakkah aku menarik perhatian beliau ?", Aisyah berkontemplasi.

Bukan bersoalan itu yang berlaku pada Rasul. Beliau MENIKAHI BANYAK WANITA BUKAN DEMI NAFSU DUNIAWI, AKAN TETAPI DEMI DAKWAH, JIHAD DAN KELANJUTAN ISLAM.

Memang Aisyah pencemburu berat. Sulit diukur dengan neraca berapa berat tingkat cemburunya. Tetapi lebih cemburu lagi Rasulullah. Inilah ciri cinta yang masih melekat dalam dua pribadi sejarah. CEMBURU BUKAN HAL NEGATIF, TAPI SEBAGAI SUATU YANG INHEREN DALAM CINTA YANG FURQONI. Suami yang mempunyai rasa cinta kepada istrinya, tidak akan rela melihat istrinya diboyong atau digandeng oleh laki-laki lain. Jika sang istri ternyata dengan ?suka rela" mau diperlakukan seperti itu oleh laki-laki lain, maka sang suami akan berkata, "Saya harus menceraikannya". Inilah cemburu yang hak (yang benar)

Kadang suami harus pergi jauh, lama tidak kembali, baik untuk mencari nafkah, menuntut ilmu atau menyeru kepada Islam. Dalam kisah kasih suami istri Islami, istri akan mentsiqahi (percaya) pada amal suaminya. "Suamiku tidak akan menyeleweng dari Islam", hati kecil istri bicara. Istri pun di rumah menjaga kesucian dirinya. Ia tak akan menerima tamu di luar muhrim selama kepergian suami. Ia senantiasa menjaga anak-anak dan mendidiknya dengan pendidikan Islam serta menjaga segala harta dan wasiat suami. "Suamiku pasti kembali", suara hati sang istri penuh yakin. "Kalau pun ia tidak kembali ke pangkuan, pasti dia kembali kepada-Nya". Sang istri yakin betul akan takdir Allah. Ia selalu berprasangka baik kepada Allah dalam setiap keputusan-Nya yang hadir.

BERLAPANG DADA
Sebagai manusia, kadang-kadang seorang istri hanyut dalam arus kemarahan. Ia membuat sesuatu yang ganjil. Dengan sebab tertentu ia merubah sikap terhadap suaminya. Suami merasakan kemarahan tersebut. Lalu, suami menerima dengan lapang dada. Ia bersabar dan bersikap mulia. PANDANGAN YANG DALAM AKAN HAKEKAT KEJADIAN WANITA MEMBUAT SUAMI BERTOLERANSI TERHADAP ISTRI, bahwa wanita itu dijadikan dari tulang rusuk yang bengkok. Jika sang suami memaksa untuk meluruskannya, maka ia akan patah. Namun jika dibiarkan, maka ia juga akan tetap bengkok.

Sebagaimana Rasulullah pernah menunjukkan sikap beliau ketika Hafsah istri beliu berpaling semalaman dari beliau. Umar memarahi Hafsah dengan keras, karena menganggap anaknya (Hafsah) berani berpaling dari Rasulullah. Umpatan Umar tersebut disampaikan kepada Rasulullah. Tapi, Rasulullah menanggapinya dengan senyum simpul.

SUAMI TIDAK LAYAK MENAMPILKAN SOSOK DOMINASI, tidak mau kalah dalam segala hal, kecuali hal-hal yang prinsip. Untuk hal-hal tertentu suami mau menerima keluhan rasa kesal istri. Suami menanggapinya dengan hati yang sejuk menantramkan, bukannya malah ikut-ikutan marah.

Suatu ketika, para istri shahabat mengelilingi Rasulullah, mengadukan persoalan pribadi. Pasalnya suami-suami mereka terlalu kasar (HR Abu Daud, Nasa'i dan Ibnu Majah) padahal dalam firman Allah :

"Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah). Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak". (QS 4:19)

Dalil ayat ini menyuruh PARA SUAMI UNTUK MAMPU BERLAPANG DADA, MENERIMA FITRAH MANUSIAWI WANITA. Rasulullah pernah bersabda :

"Berwasiatlah kamu dengan cara yang baik kepada wanita sebab mereka dijadikan dari ulang rusuk yang bengkok. Dan sesungguhnya bagian yang paling bengkok di dalam tulang rusuk itu ialah bagian paling atas. Jika anda hendak meluruskannya secara keras dan paksa niscaya engkau akan patahkan dia dan jika anda membiarkan dia demikan ia akan senantiasa bengkok. Maka berwasiatlah kamu dengan baik kepada wanita". (HR Bukhari Muslim)

Suami yang berlapang dada, sabar atau menerima beberapa kelemahan sifat manusiawi wanita akan menjadi simbol kejayaan. Ia bisa adaptif dengan berbagai kronik kehidupan keluarga. Ia tahu bagaimana mengatasi dan mengelula konflik internal dan friksi hubungan sosial dengan istrinya. Ia tahu pula bagaimana cara menyelami lubuk jiwa istrinya dengan bijak, lembut, cerdik.

Kebahagiaan istri secara psikologi dalam keluarga adalah mendapatkan "rewards" positif untuk hal-hal yang positif, dan bila SUAMI BERSIKAP KONSISTEN ANTARA UCAPAN DAN TINDAKANNYA.

PEMIMPIN YANG BAIK
"Kaum lelaki adalah pemimpin (qowwam) bagi wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta mereka". (QS 4:34)

KECERDIKAN DAN SIKAP MENERIMA KEKURANGAN ISTRI, AKAN MENINGKATKAN PAMOR SUAMI DI HADAPAN ISTRI. Dalam memperbaiki kekurangan itu ia berusalah dengan cara LEMAH LEMBUT. Kebencian atau yang menyakitkan istri akan timbul, bila istri dimarahi di khalayak ramai.

Pemimpin yang baik (suami) dalam keluarga adalah KETELADANAN DAN TANGGUNG JAWAB YANG PENUH AKAN AMANAH YANG DIBERIKAN KEPADANYA.

"Kamu semua adalah pemimpin dan semua pemimpin bertanggung jawab atas semua kepemimpinannya. Dan setiap penanggung jawah adalah pemimpin, dan lelaki adalah pemimpin atas kapasitas keahliannya, dan wanita adalah penjaga suami dan anak-anaknya, maka semua kamu adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas rakyatnya". (HR Bukhari Muslim)

Jadi ISLAM MENUNTUT KAUM LAKI-LAKI, AGAR BERGAUL IHSAN (BAIK) DENGAN ISTRI, SEBALIKNYA ISLAM JUGA MENYURUH ISTRI AGAR PATUH DAN TAAT SETIA KEPADA SUAMINYA DALAM BATAS-BATAS HALAL. Dengan demikian kisah kasih cinta suami istri senantiasa dalam batas rahmat. Insya Allah akan tetap langgeng. Amin.

Sumber : www.dudung.net


Bukan Sembarang Istri

Karya : Meti Herawati

Ketika kita sudah berikrar menjadi sepasang suami istri berarti kita pun siap hidup bersama dalam suka dan duka, mendampingi suami hingga akhir hayat. Komitmen seperti itu bukanlah hal sulit bagi sebagian perempuan, apa sih susahnya hidup bersama dengan orang yang dicintai. Tapi jangan salah ada sebagian perempuan yang menghadapi dilema untuk mewujudkan komitmennya yang satu ini.

Terutama bagi para perempuan yang punya karier di luar rumah, ketika suatu saat suaminya pindah tugas ke luar kota atau harus melanjutkan study ke luar negeri. Mereka dihadapkan pada pilihan berat ikut suami atau tetap tinggal dengan pekerjaannya. Melepas suami seorang diri jauh-jauh dari keluarga bukanlah kondisi yang menenangkan, dan sebaliknya melepas pekerjaan begitu saja, padahal sudah diraih dengan susah payah adalah hal yang sangat berat.

Begitulah hidup penuh dengan pilihan. Setiap pilihan yang kita ambil menghadirkan konsekwensi yang harus kita hadapi. Hanya orang-orang bijak yang menentukan pilihan yang arif dan maslahat bukan hanya untuk dirinya tapi juga untuk orang disekitarnya. Dan saya bertemu dengan orang-orang bijak ini ketika merantau bersama suami ke negeri jiran. Saya banyak bertemu dengan para istri yang setia mendampingi suaminya belajar. Tidak sedikit diantara para istri ini yang rela meninggalkan pekerjaannya di tanah air.

Yang membuat saya kagum pekerjaanya bukanlah pekerjaan yang mudah diraih. Ada yang bekerja sebagai dokter umum di RS swasta yang cukup terkenal di Jakarta, ada juga yang bekerja sebagai sekretaris perusahaan besar, ada juga yang berprofesi sebagai dosen bahkan ada manager di perusahaan besar. Subhanallah, sungguh pengorbanan yang luar biasa dalam pandangan saya.

Saya yakin para istri ini memilih meninggalkan pekerjaan bukanlah hal yang mudah, apalagi disini mereka harus kehilangan penghasilan dan rutinitas yang sudah bertahun-tahun dijalani. Tapi mereka sudah menentukan pilihan yang suatu hari nanti akan menghasilkan buah yang tidak ternilai. Mungkin sekarang para istri ini kehilangan penghasilan dan status sebagai wanita karier, tapi kebersamaan dengan keluarga, suami dan anak-anak tidak bisa diukur oleh materi. Mereka sedang memberikan pupuk kehidupan yang sehat untuk buah hatinya, sebagai bekal untuk mengarungi samudra kehidupan.

Pengorbanan para istri ini tidak berhenti sampai disitu, di medan perjuangan ini mereka dihadapkan pada kondisi yang sulit. Biaya hidup sangat tinggi sedangkan beasiswa yang diterima sangat kecil. Bahkan ada yang mengalami beasiswanya habis, Inalillahi. Dalam kondisi seperti inilah para istri tangguh ini tampil. Ada yang mengambil pekerjaan sebagai pengasuh anak, membantu pekerjaan rumah (alias pembantu sambilan), membuat kue untuk dijual di kantin-kantin, berjualan pakaian, penjaga kedai (walaupun harus siap ditangkap).

Pekerjaan kecil inilah yang menopang ekonomi keluarga hingga anak-anak bisa terus sekolah, dapur tetap ngebul dan suami bisa menyelesaikan studinya. Sungguh pengorbanan yang luar biasa bukan, sehingga layak menyandang gelar 'Bukan sembarang istri'. Tidak semua perempuan mampu mengambil langkah seperti mereka, banyak para istri yang lebih memilih karier sendiri dibanding harus mendampingi suaminya.

Sungguh beruntung suaminya bisa bersanding dengan istri seperti ini. Mau berkorban apa saja untuk kesuksesan suaminya, semoga suami senantiasa mengingat pengorbanan istrinya. Bahwa dalam kesuksesan yang diraihnya ada tetes peluh dan senandung doa istrinya. Dan hanya Allah saja yang bisa membalas kebaikan para istri ini, Semoga Allah memudahkan urusan kita di dunia dan di akherat, Amin....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar