*TAKE UR TIME BACA ARTIKEL NI, SANGAT BERGUNA, PANJANG TAPI PENUH DENGAN  PENGAJARAN. SELAMAT MEMBACA =)
“Aku ingin bertaubat hanya saja dosaku terlalu banyak. Aku pernah  terjerumus dalam zina. Sampai-sampai aku pun hamil dan sengaja membunuh  jiwa dalam kandungan. Aku ingin berubah dan bertaubat. Mungkinkah Allah  mengampuni dosa-dosaku?!”
Sebagai nasehat dan semoga tidak membuat kita berputus dari rahmat  Allah, cobalah kita lihat sebuah kisah yang pernah disebutkan oleh Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini. Semoga kita bisa mengambil  pelajaran-pelajaran berharga di dalamnya.
Kisah Taubat Pembunuh 100 Jiwa
Kisah ini diriwayatkan dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinaan Al  Khudri radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa  sallam bersabda,
أنّ نَبِيَّ الله – صلى الله عليه وسلم – ، قَالَ : (( كَانَ فِيمَنْ كَانَ  قَبْلَكمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وتِسْعينَ نَفْساً ، فَسَأَلَ عَنْ  أعْلَمِ أَهْلِ الأرضِ ، فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ ، فَأَتَاهُ . فقال :  إنَّهُ قَتَلَ تِسعَةً وتِسْعِينَ نَفْساً فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوبَةٍ ؟  فقالَ : لا ، فَقَتَلهُ فَكَمَّلَ بهِ مئَةً ، ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ  أَهْلِ الأَرضِ ، فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ . فقَالَ : إِنَّهُ قَتَلَ  مِئَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ ؟ فقالَ : نَعَمْ ، ومَنْ يَحُولُ  بَيْنَهُ وبَيْنَ التَّوْبَةِ ؟ انْطَلِقْ إِلى أرضِ كَذَا وكَذَا فإِنَّ  بِهَا أُناساً يَعْبُدُونَ الله تَعَالَى فاعْبُدِ الله مَعَهُمْ ، ولاَ  تَرْجِعْ إِلى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أرضُ سُوءٍ ، فانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا  نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ ، فاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلائِكَةُ  الرَّحْمَةِ ومَلائِكَةُ العَذَابِ . فَقَالتْ مَلائِكَةُ الرَّحْمَةِ :  جَاءَ تَائِباً ، مُقْبِلاً بِقَلبِهِ إِلى اللهِ تَعَالَى ، وقالتْ  مَلائِكَةُ العَذَابِ : إنَّهُ لمْ يَعْمَلْ خَيراً قَطُّ ، فَأَتَاهُمْ  مَلَكٌ في صورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ
- أيْ حَكَماً – فقالَ : قِيسُوا ما بينَ الأرضَينِ فَإلَى أيّتهما كَانَ  أدنَى فَهُوَ لَهُ . فَقَاسُوا فَوَجَدُوهُ أدْنى إِلى الأرْضِ التي أرَادَ  ، فَقَبَضَتْهُ مَلائِكَةُ الرَّحمةِ )) مُتَّفَقٌ عليه .
“Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99  jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling alim  di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib. Lantas ia pun  mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa,  apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu  tidak diterima taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan  genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.
Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling  alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang ‘alim. Lantas ia  bertanya pada ‘alim tersebut, ”Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa,  apakah taubatnya masih diterima?” Orang alim itu pun menjawab, ”Ya masih  diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan  taubat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana  karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta’ala,  maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke  tempatmu(yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat  jelek.”
Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim  tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya.  Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat  adzab. Malaikat rahmat berkata, ”Orang ini datang dalam keadaan  bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah”. Namun malaikat  adzab berkata, ”Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun”.  Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat  untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka.  Malaikat ini berkata, ”Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara  tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju  -pen). Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu  mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan  bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya,ruhnya  pun dicabut oleh malaikat rahmat.”1
Beberapa Faedah Hadits
Pertama: Luasnya ampunan Allah
Hadits ini menunjukkan luasnya ampunan Allah. Hal ini dikuatkan dengan  hadits lainnya,
حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله  عليه وسلم- يَقُولُ « قَالَ اللَّهُ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا  دَعَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ  أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ  ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ  إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى  لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً »
Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa  sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Wahai anak  Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti  Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya  dosamu membumbung tinggi hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa  Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya seandainya engkau  mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat  syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan  sepenuh bumi pula.”2
Kedua: Allah akan mengampuni setiap dosa meskipun dosa besar selama mau  bertaubat
Selain faedah dari hadits ini, kita juga dapat melihat pada firman Allah  Ta’ala,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا  تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ  جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri  mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.  Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah  Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53). Ibnu  Katsir mengatakan, ”Ayat yang mulia ini berisi seruan kepada setiap  orang yang berbuat maksiat baik kekafiran dan lainnya untuk segera  bertaubat kepada Allah. Ayat ini mengabarkan bahwa Allah akan mengampuni  seluruh dosa bagi siapa yang ingin bertaubat dari dosa-dosa tersebut,  walaupun dosa tersebut amat banyak, bagai buih di lautan. ”3
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah akan mengampuni setiap dosa walaupun  itu dosa kekufuran, kesyirikan, dan dosa besar (seperti zina, membunuh  dan minum minuman keras). Sebagaimana Ibnu Katsir mengatakan, ”Berbagai  hadits menunjukkan bahwa Allah mengampuni setiap dosa (termasuk pula  kesyirikan) jika seseorang bertaubat. Janganlah seseorang berputus asa  dari rahmat Allah walaupun begitu banyak dosa yang ia lakukan karena  pintu taubat dan rahmat Allah begitu luas.”4
Ketiga: Janganlah membuat seseorang putus asa dari rahmat Allah
Ketika menjelaskan surat Az Zumar ayat 53 di atas, Ibnu Abbas  mengatakan, “Barangsiapa yang membuat seorang hamba berputus asa dari  taubat setelah turunnya ayat ini, maka ia berarti telah menentang  Kitabullah ‘azza wa jalla. Akan tetapi seorang hamba tidak mampu untuk  bertaubat sampai Allah memberi taufik padanya untuk bertaubat.”5
Keempat: Seseorang yang melakukan dosa beberapa kali dan ia bertaubat,  Allah pun akan mengampuninya
Sebagaimana disebutkan pula dalam hadits lainnya, dari Abu Huroiroh,  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang diceritakan dari  Rabbnya ‘azza wa jalla,
أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا فَقَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ  تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا  يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ  فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى  عَبْدِى أَذْنَبَ ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ  وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ  اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى  ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ  بِالذَّنْبِ وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ
“Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu dia mengatakan  ‘Allahummagfirliy dzanbiy’ [Ya Allah, ampunilah dosaku]. Lalu Allah  berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia  memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan  dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut  mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli  dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku  telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang  mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah  mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat  dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb,  ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa,  lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan  menghukumi setiap perbuatan dosa. Beramallah sesukamu, sungguh engkau  telah diampuni.”6 An Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan bahwa yang  dimaksudkan dengan ‘beramallah sesukamu’ adalah selama engkau berbuat  dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu.
An Nawawi mengatakan, ”Seandainya seseorang berulang kali melakukan dosa  hingga 100 kali, 1000 kali atau lebih, lalu ia bertaubat setiap kali  berbuat dosa, maka pasti Allah akan menerima taubatnya setiap kali ia  bertaubat, dosa-dosanya pun akan gugur. Seandainya ia bertaubat dengan  sekali taubat saja setelah ia melakukan semua dosa tadi, taubatnya pun  sah.”7
Ya Rabb, begitu luas sekali rahmat dan ampunan-Mu terhadap hamba yang  hina ini …
Kelima: Diterimanya taubat seorang pembunuh
An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ini adalah madzhbab para ulama dan  mereka pun berijma’ (bersepakat) bahwa taubat seorang yang membunuh  dengan sengaja, itu sah. Para ulama tersebut tidak berselisih pendapat  kecuali Ibnu ‘Abbas. Adapun beberapa perkataan yang dinukil dari  sebagian salaf yang menyatakan taubatnya tidak diterima, itu hanyalah  perkataan dalam maksud mewanti-wanti besarnya dosa membunuh dengan  sengaja. Mereka tidak memaksudkan bahwa taubatnya tidak sah.”8
Keenam: Orang yang bertaubat hendaknya berhijrah dari lingkungan yang  jelek
An Nawawi mengatakan, ”Hadits ini menunjukkan orang yang ingin bertaubat  dianjurkan untuk berpindah dari tempat ia melakukan maksiat.”9
Ketujuh: Memperkuat taubat yaitu berteman dengan orang yang sholih
An Nawawi mengatakan, ”Hendaklah orang yang bertaubat mengganti temannya  dengan teman-teman yang baik, sholih, berilmu, ahli ibadah, waro’dan  orang-orang yang meneladani mereka-mereka tadi. Hendaklah ia mengambil  manfaat ketika bersahabat dengan mereka.”10
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar  bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering  menasehati kita.
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ  الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ  إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ  بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang  jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai  besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa  membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai  besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar,  minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.”11
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits ini menunjukkan larangan  berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita.  Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul dengan orang-orang  yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”12
Kedelapan: Keutamaan ilmu dan orang yang berilmu
Dalam hadits ini dapat kita ambil pelajaran pula bahwa orang yang  berilmu memiliki keutamaan yang luar biasa dibanding ahli ibadah.  Sebagaimana disebutkan dalam hadits lainnya, dari Abu Darda’, Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ  الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ
”Dan keutamaan orang yang berilmu dibanding seorang ahli ibadah adalah  bagaikan keutamaan bulan pada malam purnama dibanding bintang-bintang  lainnya.”13 Al Qodhi mengatakan, ”Orang yang berilmu dimisalkan dengan  bulan dan ahli ibadah dimisalkan dengan bintang karena kesempurnaan  ibadah dan cahayanya tidaklah muncul dari ahli ibadah. Sedangkan cahaya  orang yang berilmu berpengaruh pada yang lainnya.”14
Kesembilan: Orang yang berfatwa tanpa ilmu hanya membawa kerusakan
Lihatlah bagaimana kerusakan yang diperbuat oleh ahli ibadah yang  berfatwa tanpa dasar ilmu. Ia membuat orang lain sesat bahkan kerugian  menimpa dirinya sendiri. Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Umar bin  ‘Abdul ‘Aziz,
مَنْ عَبَدَ اللهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا  يُصْلِحُ
”Barangsiapa beribadah pada Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang  ditimbulkan lebih besar daripada perbaikan yang dilakukan.”15
Syarat Diterimanya Taubat
Syarat taubat yang mesti dipenuhi oleh seseorang yang ingin bertaubat  adalah sebagai berikut:
Pertama: Taubat dilakukan dengan ikhlas, bukan karena makhluk atau untuk  tujuan duniawi.
Kedua: Menyesali dosa yang telah dilakukan sehingga ia pun tidak ingin  mengulanginya kembali.
Ketiga: Tidak terus menerus dalam berbuat dosa. Maksudnya, apabila ia  melakukan keharaman, maka ia segera tinggalkan dan apabila ia  meninggalkan suatu yang wajib, maka ia kembali menunaikannya. Dan jika  berkaitan dengan hak manusia, maka ia segera menunaikannya atau meminta  maaf.
Keempat: Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi karena jika  seseorang masih bertekad untuk mengulanginya maka itu pertanda bahwa ia  tidak benci pada maksiat.
Kelima: Taubat dilakukan pada waktu diterimanya taubat yaitu sebelum  datang ajal atau sebelum matahari terbit dari arah barat. Jika dilakukan  setelah itu, maka taubat tersebut tidak lagi diterima.
Inilah syarat taubat yang biasa disebutkan oleh para ulama.
Penutup
Saudaraku yang sudah bergelimang maksiat dan dosa. Kenapa engkau  berputus asa dari rahmat Allah? Lihatlah bagaimana ampunan Allah bagi  setiap orang yang memohon ampunan pada-Nya. Orang yang sudah membunuh 99  nyawa + 1 pendeta yang ia bunuh, masih Allah terima taubatnya. Lantas  mengapa engkau masih berputus asa dari rahmat Allah?!
Orang yang dulunya bergelimang maksiat pun setelah ia taubat, bisa saja  ia menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Ia bisa menjadi muslim  yang sholih dan muslimah yang sholihah. Itu suatu hal yang mungkin dan  banyak sekali yang sudah membuktikannya. Mungkin engkau pernah mendengar  nama Fudhail bin Iyadh. Dulunya beliau adalah seorang perampok. Namun  setelah itu bertaubat dan menjadi ulama besar. Itu semua karena taufik  Allah. Kami pun pernah mendengar ada seseorang yang dulunya terjerumus  dalam maksiat dan pernah menzinai pacarnya. Namun setelah berhijrah dan  bertaubat, ia pun menjadi seorang yang alim dan semakin paham agama.  Semua itu karena taufik Allah. Dan kami yakin engkau pun pasti bisa  lebih baik dari sebelumnya. Semoga Allah beri taufik.
Ingatlah bahwa orang yang berbuat dosa kemudia ia bertaubat dan Allah  ampuni, ia seolah-olah tidak pernah berbuat dosa sama sekali. Dari Abu  ‘Ubaidah bin ‘Abdillah dari ayahnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa  sallam bersabda,
التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ
”Orang yang bertaubat dari suatu dosa seakan-akan ia tidak pernah  berbuat dosa itu sama sekali.”16
Setiap hamba pernah berbuat salah, namun hamba yang terbaik adalah yang  rajin bertaubat. Dari Anas, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,
كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Semua keturunan Adam adalah orang yang pernah berbuat salah. Dan  sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.”17
Orang yang bertaubat akan Allah ganti kesalahan yang pernah ia perbuat  dengan kebaikan. Sehingga seakan-akan yang ada dalam catatan amalannya  hanya kebaikan saja. Allah Ta’ala berfirman,
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ  يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا  رَحِيمًا
”Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh;  maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah  Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Furqon: 70)
Al Hasan Al Bashri mengatakan, ”Allah akan mengganti amalan kejelekan  yang diperbuat seseorang dengan amalan sholih. Allah akan mengganti  kesyirikan yang pernah ia perbuat dengan keikhlasan. Allah akan  mengganti perbuatan maksiat dengan kebaikan. Dan Allah pun mengganti  kekufurannya dahulu dengan keislaman.”18
Sekarang, segeralah bertaubat dan memenuhi syarat-syaratnya. Lalu  perbanyaklah amalan kebaikan dengan melaksanakan yang wajib-wajib dan  sempurnakan dengan shalat sunnah, puasa sunnah dan sedekah, karena  amalan kebaikan niscaya akan menutupi dosa-dosa yang telah engkau  perbuat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan  sebuah nasehat berharga kepada Abu Dzar Al Ghifariy Jundub bin Junadah,
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ  تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada dan ikutkanlah  kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapuskannya dan  berakhlaqlah dengan sesama dengan akhlaq yang baik.”19
Semoga Allah menerima setiap taubat kita. Semoga Allah senantiasa  memberi taufik kepada kita untuk menggapai ridho-Nya.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi  sempurna.
Disusun di rumah mertua tercinta, Panggang-Gunung Kidul , 1 Shofar 1431 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Footnote:
1 HR. Bukhari dan Muslim no. 2766.
2 HR. Tirmidzi no. 3540. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini ghorib.  Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
3 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 12/138-139, Muassasah  Qurthubah.
4 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/140.
5 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/141.
6 HR. Muslim no. 2758.
7 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/75.
8 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 17/82, Dar  Ihya’ At Turots.
9 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/83
10 Idem
11 HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa.
12 Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 4/324, Darul Ma’rifah, Beirut,  1379
13 HR. Abu Daud no. 3641 dan no. 2682.
14 Lihat Tuhfatul Ahwadzi, Muhammad Abdur Rahma Al Mubarakfuri Abul  ‘Ala, 7/376, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut.
15 Lihat Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Munkar, Syaikhul Islam Ibnu  Taimiyah, hal. 15, Mawqi’ Al Islam.
16 HR. Ibnu Majah no. 4250. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini  hasan.
17 HR. Ibnu Majah, Ad Darimi, Al Hakim. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al  Albani dalam Misykatul Mashobih
18 Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 10/326-327, Muassasah  Qurthubah.
19 HR. Tirmidzi no. 1987. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits  ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan  lighoirihi (hasan dilihat dari jalur lainnya). Lihat Shahih At Targhib  wa At Tarhib 2655.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar