Senin, 26 April 2010

Perbuatan Taat dan Dosa Kembali Kepada Diri Sendiri


“Tidak berguna bagi Allah taatmu dan tidak mudharat (bahaya) pada Allah maksiat (dosamu) dan sesungguhnya Allah menyuruh kamu berbuat taat dan melarang kamu dari maksiat (dosa) untuk kepentinganmu sendiri.”

Taat kita, ibadah kita dan semua amal-amal seseorang tidak ada pengaruh sama sekali, tidak manfaat kepada Allah. Kita maksiat, kita taat tidak ada pengaruh sama sekali kepada Allah. Beramal yang bagaimanapun juga, amal-amal sholeh tidak ada manfaatnya bagi Allah. Artinya Allah itu sudah tidak membutuhkan lagi kepada makhluk atau ‘alam semua, dan semua amal-amalnya.
Dan maksiatmu, juga tidak menjadi kemiskinanya Allah. Adapun memerintahkan untuk taat beribadah kepada-Nya, melarang kamu sekalian untuk maksiat, bukan karena Allah butuh, ini untuk kita semua. Mengapa maksiat tidak berpengaruh kepada Allah.

Kerena Maha sucinya Allah SWT dari semua hal yag dilarang Allah terhadap makhluk-Nya. Ibarat daun talas yang di beri air. Tidak mungkin air itu bisa melekat di atas daun talas, karena bersihnya daun talas itu.

Begitulah sifat-sifatnya Allah Yang Maha Suci, Yang Maha Luhur itu tidak akan bisa tersentuh oleh perkara-perkara yang di larang oleh Allah. Yaitu maksiat-maksiat itu, Allah Maha Suci seperti tidak mungkinya daun talas diberi air atau kejatuhan air tetap bersih.

Tetapi mengapa Allah memerintahkan untuk taat dan Allah juga mencegah, melarang dari maksiat?
Karena maksiat dan taat itu nanti akan kembali kepada diri kita sendiri. Kalau kita taat, akan kembali manfaat dan kebaikan taat kita ini. Tapi kalau maksiat, bukan Allah rugi. Kita sendiri yang akan kena Adzab daripada maksiat kita, baik didunia maupun di akhirat.

Adapun pemberian Allah karena taatnya makhluk ini, Karena fadhal-Nya Allah. Tidak karena ibadahnya makhluk itu sendiri. Dan Allah juga tidak bisa diwajibkan. Jadi kembali, ada dua. Kembali disini artinya kemanfaatanya kembali kepada si ‘amil, artinya Allah memberian pahala kepada si ’amil atas dasar fadoal. Bukan karena kewajiban Allah untuk membalas.
Yang kedua, mengapa fadol? Karena sesungguhnya amal ibadah kita ini kalau kita teliti masih tertolak semua. Maka sesungguhnya pahala yang di berikan kepada kita ini bukan pahala. Karena amal kita pada hakekatnya tertolak. Barangsiapa yang tidak Lillah Billah, pasti disitu ada ujub, ada riya’. Dan disanalah amal ibadah atau taat tertolak. Hingga mengapa amal yang tertolak kok manfaatnya tetap kembali kepada ’amil? Itu sesungguhnya bukan karena manfaat sholatnya ’amil yang tertolak tadi, tetapi karena fadolnya Allah SWT. Sudah tau kalau ini tertolak tapi tetap diberi oleh Allah, itu karena fadol-Nya Allah SWT.

Kemuliaan Allah Tidak Bertambah dan Tidak Pula Berkurang

“Tidak menambah kemuliaan Allah, datang (menghadap)-Nya orang yang taat kepada-Nya, dan tidak akan mengurangi kemuliaan Allah menjauhnya orang dari pada-Nya.”

Bahwa menghadapnya hamba kepada Allah, tidak akan menambah keagungan dan kemuliaan Allah SWT. Taatnya hamba Allah, shalatnya, semua amalnya itu tidak akan dapat menambah kemuliaan Allah. Karena Allah sudah Maha Suci. Sudah Maha, tidak tersentuh oleh hamba. Kalau masih tersentuh namanya belum mukhato’, belum ghoyah. Ini sudah Mukhato’, tidak bisa di bersihkan lagi. Ketika masih bisa di bersihkan, bersih disitu berarti ada barang yang melekat. Benda itu bersih. Kotor karena benda melekat. Kalau benda itu sudah bersih betul, maka berarti sudah tidak ada lagi benda yang melekat. Artinya tidak mungkin ditambahi. Atau barang yang penuh, seperti gelas. Gelas situ jika penuh, maka tidak mungkin di tambahi lagi. Begitu sifat Allah SWT.

Kemuliaan Allah Yang Maha Besar ini, sudah tidak mungkin ditambah lagi karena kemuliaan Allah sudah sempurna. Kalau kemuliaan manusia, Pak Lurah ditambahi jadi camat. Ditambah jadi Bupati. Kalau sudah presiden di indonsia ini, paling tinggi, paling mulia. (Tidak bisa ditambah melebihi itu). Paling-paling kalau ditambahi menjadi sifat baiknya. Dan kalaupun hamba tidak menghadap, ataupun berbuat maksiat, itu tidak akan mengurangi sama sekali kepada kemuliaan Allah SWT.

Mengapa maksiatnya orang, mungkarnya orang, tidak menghadap orang kepada Allah, atau dalam bentuk lupanya dari Allah tidak mengurangi kemuliaan allah?

Karena kemuliaan-Nya Allah itu kemuliaan sifat dzatiyah. Yang tidak karena barang datang baru. Kalau ini datang baru, ini bisa di ambil kembali. Hingga maksiat tadi bisa mengambil kemuliaan-Nya Allah SWT. Tapi karena memang kemuliaan Allah dzatiyah, sifat melekat. Ini tidak ada sifat yang bisa mengurangi. Karena tidak terjadi dari beberapa unsur. Kalau dari unsur, bisa. A, B, C, di ambil B-nya, di ambil C-nya. Tapi ini tunggal, Esa. Sifatiyah-Nya Esa, dzatiyah-Nya Esa. Maka ini tidak bisa di ambil oleh siapapun dan dalam bentuk apapun juga. Apalagi maksiatnya hamba. Tidak bisa mengurangi kesucian dan kemuliaan sifat Allah SWT. Karena sifat Allah itu bersih, suci. Dan itu sifat dzat-Nya Allah, bukat sifatnya yang sifatnya pinjaman. Yang mana sifatnya Allah itu banyak sekali yang terkumpul. Sifatnya Allah yang wajib ada 20, yang muhal ada 20, jaiz ada 1 dan sebagainya. Seperti sifat uluhiyah; ketuhanan, tidak ada yang memiliki. Sifat kibriyah; Agung, takabur merupakan sifat-sifat-Nya Allah. Kalau makhluk takabur, dosa. Kalau Allah, ya memang haknya Allah takabur.

”Angkuh, sombong dan takabur adalah pakaian-Ku.”

Ini namanya takabur, Karena memang hak-Nya Allah; kibriyah. Wal’adhomati, keagungan adalah milik Allah. Dan sifat-Nya Allah itu fighoyatil kamal wattaman, pada tingkat kesempurnaan yang tinggi dan Esa. Esa itu tidak terjadi dari beberapa unsur. Kalau kemuliaan kita itu terjadi karena kita di angkat menjadi pak Bupati, karena itu punya barang berharga, makin di muliakan orang. Kita punya harta dimuliakan orang, apabila di ambil hartanya hilang kemuliaanya. Ini karena kemuliaan manusia itu terbentuk dari sesuatu yang melekat kepada seorang itu. Atau lebih tinggi lagi, kemuliaan manusia itu sebenarnya adalah kemuliaan-Nya Allah yang dititipkan, pinjaman kepada kita. Hingga suatu saat jika sudah diambil kembali oleh Allah, lenyaplah kemuliaan-kemuliaan tadi. Tapi kalau kemuliaan-Nya Allah itu asli, asal. Yang tidak terjadi dari sesuatu dan tidak disebabkan oleh sesuatu. Esa. Dan sifatnya Allah adalah sudah pada tingkat tertinggi, tidak mungkin lagi ditambah.
Dan itu semua sudah bersih. Bersih itu tidak ada yang bisa melekat dari sifat ziyadah (tambah), dan sifat kurang. Ibarat bersihnya daun talas, tidak mungkin karena bersihnya di kasih air.

Keterangan ini menerangkan keterangan sebelumnya, bahwa Allah itu Maha Segala-Nya. Bahwa ibadahnya makhluk tidak akan mempengaruhi, tidak akan menambah, kepada kemuliaan-Nya Allah SWT. Begitu pula kemiskinan, kemaksiatan daripada makhluk itu, tidak mungkin akan mengurangi daripada kemuliaan-Nya Allah. Mengapa? Karena kesucian-Nya yang sudah pada tingkat sempurna. Kalau kebersihanya kain, itu nanti masih bisa di tempati kotoran. Kain itu bersih, tapi kotoran masih bisa melekat. Kain itu bersih tidak ada kotoran, kalau kita yang melihat. Tapi kalau dilihat dengan mikroskop, kain itu masih penuh kotoran. Maka dari itu, bersihnya baju itu masih bisa disentuh untuk dibersihkan lagi. Tapi kalau bersihnya Allah, tidak bisa dibersihkan lagi. Karena sudah pada tingkat tertinggi, fii ghoyatil kamal. Baik dilihat mata wajah, dilihat dengan mikroskop sudah tidak mungkin lagi. Tapi kalau lainya Allah, kelihatanya bersih, tapi kalau dilihat pakai alat di atasnya masih kelihatan kotor, karena apa? Haqiqatnya memang masih belum bisa bersih. Baju yang dicuci putih bersih itu, kalau dilihat memakai mikroskop masih banyak bakteri.

Untuk itu marilah kita memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah SWT, hingga nafsu-nafsu syahwat qalbiyah kita di habus oleh Allah. Diganti Nur Ilahiyah, di ganti tajalli-Nya Allah. Hingga semua yang ada di hati akan hilang karena tajjali-Nya Allah SWT.

Jazakumullahi khairoti wa sa'adatid dunya wal akhiroh wa ja'alakum minalladzina yas fa'u lahum wa yurabbihim Rasulullahi shalallahu 'alaihi wassalam safaa'atan wa tarbiyatan khasataini fii diini waddunyaa wal aakhiroti amin amin amin ya rabbal 'alamin..






Tidak ada komentar:

Posting Komentar