Kamis, 06 Mei 2010

Perhatikan Saja Dirimu Terlebih Dahulu, Jangan Melihat Orang Lain

Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi

Mengingatkan kepada kita akan pentingnya memperhatikan urusan diri kita sendiri, di mana jika berhasil maka keberhasilan untuk diri kita sendiri dan jika merugi itu merupakan hasil usaha kita, tidak boleh kita mengkambinghitamkan orang lain.

Selera dan gaya hidup seringkali tak berbanding lurus dengan penghasilan yang diperoleh. Banyak orang yang kemudian mengorbankan banyak hal demi berburu kesenangan sesaat.

Banyak orang beranggapan, hidup memang untuk dinikmati. Tak heran jika kemudian mereka berprinsip “yang penting senang” dan bagaimana menciptakan kehidupan yang “serba ada”. Tak peduli bagaimana caranya. Harga diri pun siap digadaikan demi memenuhi selera dan tuntutan gaya hidup yang dianutnya. Sehingga karena ingin hidup senang, akhirnya terlena untuk menimbang akibat buruk yang bakal timbul di kemudian hari. Melupakan urusan diri sendiri padahal diri ini dituntut memiliki kesiapan bila pada saatnya harus kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Walhasil, banyak yang dininabobokkan dengan ‘kesenangan’ sehingga seolah tidak ada hari perhitungan, hisab dan pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pelanggaran syariat terjadi di mana-mana. Zina, homoseks, mabuk-mabukan, pesta narkoba, judi, dan tindak kriminal lainnya, dilakukan demi apa yang disebut kesenangan. Bahkan tidak kalah besar adalah kesyirikan dan kebid’ahan yang dilakukan untuk mencari sebentuk kesenangan. Andai saja mereka mau belajar sejarah masa lampau dari para pendahulu yang telah dibinasakan Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa sisa karena kejahatan mereka!

Jelasnya, mereka ingin mengejar kesenangan hidup yang bersifat sementara dan melupakan kesenangan yang abadi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang pada akhirnya tidak mendapatkan kedua-duanya, kesenangan dunia ataupun kesenangan akhirat.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ قَارُوْنَ كَانَ مِنْ قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوْزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوْءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لاَ تَفْرَحْ إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْفَرِحِيْنَ. وَابْتَغِ فِيْمَا آتَاكَ اللهُ الدَّارَ اْلآخِرَةَ وَلاَ تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكَ وَلاَ تَبْغِ الْفَسَادَ فِي اْلأَرْضِ إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ. قَالَ إِنَّمَا أُوْتِيْتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللهَ قَدْ أَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُوْنِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا وَلاَ يُسْأَلُ عَنْ ذُنُوْبِهِمُ الْمُجْرِمُوْنَ. فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِيْنَتِهِ قَالَ الَّذِيْنَ يُرِيْدُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَالَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُوْنُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيْمٍ. وَقَالَ الَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلاَ يُلَقَّاهَا إِلاَّ الصَّابِرُوْنَ. فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ اْلأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ يَنْصُرُوْنَهُ مِنْ دُوْنِ اللهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِيْنَ. وَأَصْبَحَ الَّذِيْنَ تَمَنَّوْا مَكَانَهُ بِاْلأَمْسِ يَقُوْلُوْنَ وَيْكَأَنَّ اللهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَوْلاَ أَنْ مَنَّ اللهُ عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا وَيْكَأَنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الْكَافِرُوْنَ. تِلْكَ الدَّارُ اْلآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِيْنَ لاَ يُرِيْدُوْنَ عُلُوًّا فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ

“Sesungguhnya Qarun termasuk dari kaum Musa, namun ia berlaku aniaya terhadap mereka. Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh sangat berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat. Ingatlah ketika kaumnya berkata kepadanya: ‘Janganlah kamu terlalu bangga, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu membanggakan diri. Dan carilah kepada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat. Jangan kamu melupakan bagian (kenikmatan) duniawi. Dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.’ Qarun berkata: ‘Sesungguhnya aku diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.’ Apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripada dia dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya, orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia pun berkata: ‘Sekiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun. Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.’ Orang-orang yang dianugerahi ilmu berkata: ‘Kecelakaan yang besarlah bagimu. Pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman lagi beramal shalih, dan tidaklah diperoleh pahala itu melainkan bagi orang-orang yang bersabar.” Maka Kami benamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Tidak ada satu golonganpun yang menolongnya dari adzab Allah. Dan tidaklah ia termasuk dari orang yang membela dirinya. Jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu berkata: ‘Aduhai benarlah Allah melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya. Kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya kepada kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita pula. Aduhai benarlah tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah).’ Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi dan kesudahan yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Qashas: 76-83)

Siapakah yang akan selamat? Merekalah orang-orang yang bersabar. Yaitu orang-orang yang menahan dirinya untuk terus di atas ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, menahan diri dari bermaksiat kepada-Nya serta siap menerima segala ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Juga orang-orang yang bersabar dari rayuan dunia dan syahwatnya untuk tersibukkan dari beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menghalangi mereka dari tujuan mereka diciptakan. Merekalah orang-orang yang mengutamakan ganjaran di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala daripada dunia yang fana. (Lihat Tafsir As-Sa’di hal. 574 )

Sungguh malang nasibmu wahai saudaraku, jika kamu lupa dan melalaikan akibat perbuatanmu. Hendaknya engkau segera mencari jalan keluar dari perbuatanmu. Simaklah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan camkan baik-baik:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Padanya (ada) malaikat yang keras dan kasar dan mereka tidak bermaksiat kepada Allah terhadap segala yang diperintahkan dan mereka melakukan segala apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ

“Dan aku tidak bisa melepaskan diriku. Sesungguhnya nafsu itu selalu memerintahkan untuk berbuat jahat kecuali orang yang mendapatkan rahmat dari Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yusuf: 53)

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

“Apa yang menimpamu berupa kebaikan maka datangnya dari Allah dan apa yang menimpamu berupa kejahatan datangnya dari dirimu sendiri.” (An-Nisaa: 79)

وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ

“Dan barangsiapa melakukannya maka sungguh dia telah mendzalimi dirinya sendiri.”(Al-Baqarah: 231)

قَدْ جَاءَكُمْ بَصَائِرُ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ أَبْصَرَ فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ عَمِيَ فَعَلَيْهَا وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيْظٍ

“Sungguh telah datang kepada kalian hujjah dari Rabb kalian. Maka barangsiapa melihatnya untuk dirinya sendiri dan barangsiapa buta darinya atasnya dan aku bukan sebagai penolong atas kalian.” (Al-An’am: 104)

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِوَكِيْلٍ

“Katakan wahai sekalian manusia, telah datang kepada kalian kebenaran dari Rabb kalian. Maka barangsiapa mendapatkan petunjuk untuk dirinya dan barangsiapa yang sesat, maka dia tersesat atas dirinya sendiri dan Aku bukanlah pembela atas kalian.” (Yunus: 108)

Semua ayat di atas mengingatkan kepada kita akan pentingnya memperhatikan urusan diri kita sendiri, di mana jika berhasil maka keberhasilan untuk diri kita sendiri dan jika merugi itu merupakan hasil usaha kita, tidak boleh kita mengkambinghitamkan orang lain.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ

“Barangsiapa menemukan (ganjaran) kebaikan maka hendaklah dia memuji Allah dan barangsiapa mendapatkan selainnya janganlah dia mencela melainkan dirinya sendiri.” [HR. Al-Imam Muslim no. 4674 dari shahabat Abu Dzar radhiallahu 'anhu]

Al-Imam Al-Baghawi rahimahullahu di dalam Tafsir-nya menjelaskan: “Berkata Atha’ dari Ibnu Abbas: ‘Tinggalkanlah segala perkara yang dilarang Allah dan lakukan segala amal ketaatan’.”

Al-Qurthubi menjelaskan: “Allah memerintahkan untuk menjaga dirimu dan keluargamu dari api neraka.”

At-Thabari di dalam Tafsir-nya menjelaskan: “Ajarkanlah orang lain ilmu yang akan bisa menjaga kalian dari api neraka dan ilmu itu akan menjaga mereka dari neraka bila mereka mengamalkannya dalam bentuk mentaati Allah dan melakukan (segala bentuk) ketaatan (yang lain) kepada Allah.”

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan: “Menjaga diri artinya konsisten di atas perintah Allah dan larangannya dengan cara menjauhinya dan bertaubat dari segala yang akan mendatangkan kemurkaan dari Allah dan adzab-Nya.” Beliau juga mengatakan: “Apa yang menimpamu berupa kejelekan karena dirimu artinya karena dosa-dosa dan usahamu.”

Ketahuilah bahwa jiwa selalu berada dalam salah satu dari dua keadaan.

Pertama: Sibuk dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kedua: Tersibukkan oleh nafsunya (dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala).

Karena bila jiwa itu tidak disibukkan, dia akan menyibukkan. Dan jika didapati ada yang akan meluruskannya niscaya akan menjadi lurus. (Nasihati Lin Nisa` hal. 19 karya Ummu Abdillah, putri Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i)

Sumber : Majalah Asy Syariah – Judul Asli Kenalilah Dirimu, Pastikan Tujuan Hidupmu ..!

http://sunniy.wordpress.com/2008/02/23/perhatikan-saja-dirimu-terlebih-dahulu-jangan-melihat-orang-lain/
“Apa yang menimpamu berupa kebaikan maka datangnya dari Allah dan apa yang menimpamu berupa kejahatan datangnya dari dirimu sendiri.” (An-Nisaa: 79)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar