Kamis, 06 Mei 2010
Rasulullah SAW Suami Yang Tegas
Kelembutan, kesabaran, penuh kasih sayang dan romantis yang di tunjukan Rasulullah SAW dalam bergaul dengan istri-istrinya tidak menghalangi Beliau untuk berlaku tegas dalam menyikapi kesalahan mereka. Terbukti, manakala para istri Beliau meminta tambahan nafkah dan perhiasan yang sudah selayaknya dikenakan para istri penguasa, dengan tegas Rasulullah SAW menolak. Padahal kalau saja Rasulullah SAW mau menuruti keinginan para istri untuk hidup bermewah-mewah, hal itu sangatlah mudah. Apalagi ketika itu, Islam tengah mencapai kemenangan dimana-mana. Harta rampasan perangpun berlimpah. Sementara Rasulullah SAW sendiri sebagai penguasanya.Tapi karena Beliau adalah seorang Nabi, bapak kaum bapa, maka Beliau lebih memilih gaya hidup umatnya yang paling melarat. Tak terkecuali hal itu berlaku juga buat keluarga dan istri Beliau.
Suatu hal yang wajar apabila Beliau marah bahkan sampai menjauhi istrinya selama satu bulan karena rasa kecewa beliau atas tuntutan istri yang tidk mungkin belau penuhi. Bagi Beliau, tidaklah patut sebagai istri Nabi, Ibu Kaum Mukminin mengambil sikap yang bersebrangan dengan keinginan Nabi SAW.
Gonjang-ganjing yang menimpa rumah tangga Nabi SAW segera menyebar dikalangan Umat Islam. Bahkan ada yang menyebarkan isyu kalau Rasulullah SAW akan menceraikan istri-istrinya.
Abu Bakar dan Umar datang kerumah Nabi SAW hampir bersamaan. Keduanya meminta ijin agar diperkenankan masuk. Setelah Nabi SAW mengijinkan, dua sahabat sekaligus mertua Beliau itupun masuk. Di dalam rumah, Abu Bakar dan Umar mendapati Rasulullah SAW duduk bersama istri-istri Beliau dalam keadaan sedih dan diam tanpa sepatah katapun. Abu Bakar berkata (dalam hati), “Aku akan mengatakan sesuatu yang membuat Rasulullah SAW tertawa.” Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah SAW, kiranya Engkau tahu akan kejadian Binti Kharijah, istriku, yang meminta tambahan nafkah kepadaku, lalu aku berdiri dan memukul tungkuknya,” Rasulullah SAW tertawa dan berkata, “Sebagaimana yang engkau lihat, merekapun meminta tambahan nafkah kepadaku.” Abu Bakar lalu mendekati Aisyah dan memukul tungkuknya. Hal yang sama juga dilakukan Umar kepada Hafshah, putrinya. Selanjutnya Abu Bakar dan Umar bertanya kepada putrinya masing-masing, “Masihkah engkau akan meminta kepada Rasulullah SAW sesuatu yang tidak Beliau miliki?” Keduanya (Aisyah dan Hafshah) menjawab, “Demi Allah, untuk selamanya kami tidak akan meminta lagi kepada Rasulullah SAW sesuatu yang tidak Beliau miliki.” Rasulullah SAW kemudian bersumpah tidak mendekati para istrinya selama satu bulan dengan maksud memberi pelajaran kepada mereka.
Setelah 29 hari Nabi SAW menjauhi istri-istrinya, Allah berfirman kepada Nabi SAW, apa-apa yang mesti Beliau katakan kepada istri-istrinya. Rekaman firman Allah tersebut diabadikan dalam Al Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 28-29:
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: ‘jika kalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasanya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah (pesangon) dan aku ceraikan kalian dengan cara yang baik. Akan tetapi jika kalian menghendaki ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta negeri akhirat, sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa saja yang berbuat baik di antara kalian pahala yang besar.”
Setelah turunya ayat tersebut, Rasulullah SAW lalu berbicara kepada para istrinya yang dimulai dari Aisyah, “Wahai Aisyah, sungguh aku ingin mengungkapkan kepadamu satu perkara dan aku berharap engkau tidak terburu-buru mengambil keputusan sebelum engkau meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada kedua orang tuamu.” Aisyah bertanya, “Perkara apakah itu wahai Rasulullah?” Beliau lalu membacakan ayat tersebut, Aisyah berkata dengan nada riang,”Apakah dalam urusan seperti ini aku harus minta pertimbangan kepada kedua orang tuaku, wahai Rasulullah? Sudah barang tentu aku lebih memilih ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta kebahagiaan negeri akhirat. Aku juga memohon kiranya Engkau tidak memberitahukan jawabanku ini kepada istri-istri Engkau yang lain.”
“tidak seorangpun mereka yang bertanya kepadaku, melainkan aku pasti memberitahukan kepadanya, karena Allah tidak mengutusku untuk menimbulkan kesusahan dan kesengsaraan, melainkan Allah mengutusku untuk memberikan bimbingan dan kemudahan.” Jawab Rasulullah SAW.
Selanjutnya Beliau menawarkan hal yang sama kepada istri Beliau yang lain dan merekapun memilih yang terbaik bagi mereka. Yakni, ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta kebahagiaan negeri akhirat.
Ada juga riwayat sah lain yang menjelaskan bahwa Nabi SAW memberikan pilihan kepada istri Beliau, apakah mereka memilih untuk diceraikan dengan memberi pesangon atau tetap sabar dalam mengarungi kehidupan bersama Beliau, diantaranya karena Hafshah telah membocorkan rahasia Beliau kepada Aisyah, padahal ia berjanji akan merahasiakanya. Soal madu pemberian Zainab, istri Nabi yang ahli masak, yang diminum Nabi SAW. Juga rasa saling cemburu antara istri satu dengan yang lainya, sehingga masing-masing istri berusaha untuk menjatuhkan yang lainya. Bahkan mereka merasa diperlakukan tidak adil oleh Nabi SAW.Karena Nabi lebih cenderung kepada sebagian istri dan mengacuhkan sebagianya.
Sudah seharusnya suami zaman sekarang memiliki ketegasan seperti yang dimiliki Rasulullah SAW, yang tidak segan-segan bersikap tegas kepada istrinya yang berbuat kesalahan dan berani menentangnya, lebih-lebih dalam urusan agama sebagai pelajaran berharga buat istri. Karena pendidikan tidaklah sempurna, kecuali dengan menempatkan sikap lembut dan marah sesuai dengan proposinya masing-masin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar