Nabiyyulloh Mûsâ 'Alaihis Salam Keluar Dari Mesir Dalam Keadaan Takut Dan Was-Was
Kisah nabi Musa 'alaihis salam mengambil banyak bagian dari kitabulloh, sejak beliau masih kecil hingga masa muda, kemudian diangkat menjadi rosul, hingga menghadapi Fir'aun…dst. Di antara kisah itu adalah larinya beliau dari kejaran Fir'aun dan balatentaranya ketika ada seseorang memberitahu kepadanya mengenai rencana yang dibicarakan oleh garda keamanan Fir'aun. Mendengar itu, beliau tidak kemudian menyerahkan diri, tapi langsung keluar dari kota dan pergi ke kota Madyan. Maka Allohpun memudahkan urusan beliau di sana, beliau menikah dan tinggal di sana hingga habis masa beliau bekerja kepada mertuanya, Syuaib, yakni selama lebih dari delapan tahun. Setelah itu, Alloh ta'ala mengutus beliau serta memberikan anugerah kepadanya berupa hukum dan ilmu.
”Lalu aku lari meningggalkan kalian ketika aku takut kepada kalian, kemudian Robbku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rosul-rosul. (Asy Syu'aro': 21)
Di dalam kisah di atas terdapat pelajaran dan ibroh bagi siapa saja yang menghendaki adanya perubahan yang mengakar bagi realita yang sekarang sedang dialami oleh umat Islam, serta menginginkan kebangkitan kaum muslimin dari pijakan kehinaan yang kini mereka derita. Alloh ta'ala berfirman:
“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata:"Hai Musa, sesungguhnya para pembesar negeri sedang berunding untuk membunuhmu, oleh karena itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu". Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut dan was-was, dia berdo'a: "Wahai Robbku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang dholim itu". Dan tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdo'a (lagi): "Mudah-mudahan Robbku memimpinku ke jalan yang benar". Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia di sana menjumpai sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya).Musa berkata:"Kalian berdua kenapa?" Kedua wanita menjawab:"Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya". Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdo'a: "Wahai Robbku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku". Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan malu, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu untuk memberi balasan kepadamu atas kebaikanmu memberi minum ternak kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata: "Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang dholim itu". Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Wahai bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". Berkatalah dia: "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Alloh akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik". Dia (Musa) berkata: "Inilah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Alloh adalah saksi atas apa yang kita ucapkan". (Al Qoshosh: 20-28)
Ibnu Katsîr rohimahulloh berkata: Maka Fir'aunpun mengutus para tukang jagal guna membunuh Musa. Mereka berjalan dengan tenang di jalan paling besar untuk memburu Musa, tidak ada perasaan khawatir dalam diri mereka akan kehilangan Musa. Maka datanglah seorang lelaki dari bangsa Musa dari ujung kota, ia memotong jalan hingga bisa menemui Musa lebih dahulu daripada para penjagal tadi, tanpa pikir panjang ia segera memberitahu Musa. Semua itu termasuk ujian … Musapun keluar menuju ke arah Madyan, beliau tidak mendapatkan ujian sebelum itu, ia juga tidak tahu jalan, dan tidak ada yang ia andalkan selain rasa husnu dz-dzonn dia kepada robbnya ta'ala, ia mengatakan:
"Mudah-mudahan Robbku memimpinku ke jalan yang benar". Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). (Al Qashash:23)
Maksud dari ayat ini adalah kedua wanita tersebut menahan kambing-kambingnya. Maka Musa berkata kepada mereka berdua: “Mengapa kalian memisahkan diri, tidak memberi minuman kambing seperti yang lain?” “Kami tidak kuat berdesakan dengan orang, kami hanya memberi minum dari sisa air yang telah mereka gunakan.” Maka Musapun memberikan minum kambing mereka, ia menciduk air begitu banyak sampai beliaulah penggembala kambing yang pertama. Kedua wanita itupun pergi membawa kambingnya kepada ayah mereka. Sementara Musa 'alaihis salam pergi berteduh di bawah sebatang pohon sembari mengatakan,
رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ
"Wahai Robbku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku".
Sementara itu, ayah dari kedua perempuan tadi tidak percaya, cepat sekali mereka datang bersama kambingnya dalam keadaan penuh susunya dan kenyang, ia mengatakan,“Kalian pasti mengalami sesuatu hari ini.” Maka keduanyapun memberitahu apa yang baru saja dilakukan Musa. Maka sang ayahpun menyuruh salah satu dari keduanya untuk memanggil Musa. Berangkatlah satu orang mendatangi dan memanggil Musa.Ketika sang ayah bertemu dan berbicara langsung dengan Musa, ia mengatakan, “Jangan takut, kini kamu selamat dari kaum dholim; Fir'aun dan balatentaranya tidak berkuasa sedikitpun atas kita, kami tidak dalam kekuasaanya.” Kemudian salah seorang dari putrinya mengatakan, “Hai ayah, pekerjakanlah dia, sesungguhnya orang terbaik yang kau pekerjakan adalah yang kuat lagi terpercaya.” Sang ayah penasaran, ia bertanya kepada si putri: “Kekuatan dan sikap terpercaya apa yang kau ketahui darinya?” Putrinya menjawab: “Adapun kekuatan, maka ketika aku menyaksikannya mengangkat timba di saat ia memberi minum kambing kami; belum pernah aku melihat seorang lelaki yang lebih kuat daripada dia ketika itu. Sedangkan sikap terpercaya, sesungguhnya ia melihat ke arahku ketika aku menghadap ke arahnya dan kupandang dia, maka tatkala ia tahu bahwa aku adalah wanita, ia segera menundukkan pandangannya dan tidak mengangkatnya hingga surat Anda kusampaikan kepadanya. Kemudian ia berkata kepadaku, Berjalanlah di belakangku dan berilah tanda jalan kepadaku.’ Tidak ada yang melakukan perbuatan seperti ini kecuali orang yang terpercaya.”Hal itupun dapat menghilangkan kesedihan ayahnya, ia percaya dengan kata-kata putrinya dan ia yakin bahwa Musa itu sesuai dengan apa yang dikatakan putrinya. Maka sang ayahpun mengatakan kepada Musa,
"Maukah kamu …… kunikahkan engkau dengan salah satu putriku dengan syarat engkau menjadi pekerjaku selama delapan tahun. Jika engkau mau menggenapkan sepuluh tahun, itu terserah engkau dan aku tak ingin memberatkan dirimu. Insya Alloh, engkau dapati aku termasuk orang-orang sholeh.” (Al Qashash:27)
Musapun mau melaksanakannya, sang nabi Alloh Musa mendapatkan kewajiban selama delapan tahun, ini yang wajib. Sedangkan yang dua tahun adalah tambahan dari beliau, maka Allohpun menetapkan agar Musa menjalani tambahannya, sehingga beliau menyempurnakan selama sepuluh tahun.”
Sayyid Qutb rohimahulloh berkata seputar ayat ini, “Ketika itu, seorang lelaki datang kepada Musa dari ujung kota terjauh untuk mengingatkan beliau akan rencana para petinggi Fir'aun, dan menyarankan agar beliau keluar dari kota demi keberlangsungan hidup beliau:
“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: "Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu". (Al Qoshosh: 20)
Sungguh, semua itu adalah uluran tangan takdir (takdir Alloh) yang memancar pada saat yang diharapkan untuk terlaksannya keinginan dia!
Para petinggi Fir'aun, yaitu para tokoh pendukungnya, pegawai pemerintahan dan orang-orang terdekatnya, mengetahui bahwa ini adalah ulah Musa. Tak diragukan lagi, mereka merasa berada dalam kondisi bahaya. Itu merupakan perbuatan yang biasanya berbau revolusi dan perlawanan serta pembelaan terhadap Bani Israil, berarti itu adalah gejala berbahaya yang mesti dibicarakan. Kalau itu hanya pembunuhan biasa, tidak perlu menyita perhatian Fir'aun dan para petingginya. Maka taqdir menentukan salah seorang di antara mereka untuk pergi, menurut pendapat yang kuat dia adalah seorang lelaki beriman dari pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya. Sedangkan yang disebutkan di dalam surat Ghôfir ia pergi untuk menemui Musa,
مِّنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ
… dia berasal dari ujung kota.
… dalam keadaan serius, penuh perhatian dan segera, untuk memberitahu kepadanya sebelum pasukan kerajaan sampai kepadanya:
“… sesungguhnya para pembesar negeri ini sedang berunding untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu".
“Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut dan was-was, dia berdo'a: "Wahai Robbku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang dholim itu".
Sekali waktu, sekilas kita lihat ada satu ciri cukup jelas yang ada di dalam sebuah pribadi nan emosional, selalu siaga dan waspada. Sikap segera menghadapkan diri untuk meminta kepada Alloh, mencari perlindungan serta penjagaan-Nya, berlindung kepada lindungannya di saat tercekam rasa takut, serta merasakan rasa aman dan selamat ketika berada di sisi-Nya:
"Wahai Robbku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang dholim itu".
Kemudian disertai konteks bahwa beliau keluar dari kota, dalam keadaan takut dan was-was, seorang diri, tidak memiliki bekal selain rasa bersandar kepada Sang Majikannya, menghadapkan diri kepada-Nya dalam rangka memohon pertolongan sekaligus petunjuk dari-Nya:
“Dan tatkala ia menuju negeri Madyan ia berdo'a: "Mudah-mudahan Robbku menuntunku ke jalan yang benar". (Al Qashsash :28)
Sekilas juga kita lihat bagaimana kepribadian Nabi Mûsâ 'alaihis salam yang hanya seorang diri, benar-benar seorang diri, beliau terusir di jalanan-jalanan padang pasir menuju ke arah Madyan, daerah selatan Syam dan utara Hijaz, sebuah jarak perjalanan yang sangat jauh, tanpa bekal tanpa persiapan. Beliau keluar dari kota dalam keadaan takut dan merasa terawasi, keluar dalam keadaan tidak tenang dengan peringatan yang disampaikan oleh si lelaki yang memberikan saran kepadanya tadi, beliau tidak diam sejenakpun, tidak sempat berbekal dan tidak mengangkat seorang guide. Dari sini kita bisa saksikan secara sekilas saja akan sebuah jiwa yang selalu menghadapkan diri kepada tuhannya, pasrah kepada-Nya, melihat kepada petunjuk-Nya:
"Mudah-mudahan Robbku memimpinku ke jalan yang benar".
… sekali waktu, kita juga temukan sosok Nabi Musa 'alaihis salam berada dalam hati yang takut setelah sebelumnya sedikit mengecap rasa aman. Tak sekedar itu, bahkan kehidupan mewah, kelembutan dan kenikmatan. Kita lihat, bagaimana beliau tidak memiliki kekuatan fisik sedikitpun, beliau diusir oleh Fir'aun dan balatentaranya, mereka mencari-carinya di mana saja, untuk memberikan kepadanya sesuatu yang lain dengan apa yang pernah mereka berikan kepadanya di masa kecil. Namun tangan yang melindungi dan menjaga beliau pada saat itu juga menjaga dan melindungi pada saat sekarang, dan tidak akan pernah menyerahkannya kepada musuh-musuh-Nya sampai kapanpun. Inilah Musa, beliau menapaki jalan panjang, dan sampai ke negeri yang tidak bisa dijangkau oleh tangan yang kejam: Al Qashash: 23-24
“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Kalian berdua kenapa?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya". Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdo'a: "Wahai Robbku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku".
Perjalanan panjang yang telah ia tempuh, kini berakhir di mata air milik bangsa Madyan. Ia sampai dalam keadaan lelah dan letih. Ternyata di sana ia malah melihat sesuatu yang tidak nyaman dilihat oleh jiwa yang kesatria, yang fitrhahnya sehat, seperti jiwa Musa 'alaihis salam ; ia menyaksikan para penggembala dari kaum lelaki yang menggiring binatang-binatang ternaknya agar bisa minum air, lantas di sana ada dua orang perempuan yang tidak menggiring kambingnya ke mata air. Padahal bagi orang yang memiliki jiwa kesatria dan fitroh yang sehat pasti mengatakan, seharusnya dua wanita itu dululah yang menggiring kambingnya, dan seharusnya kaum pria mempersilahkan dan memberikan kemudahan kepada mereka berdua.
Musa, yang berstatus pelarian dan terusir, musafir yang sedang kepayahan itu tidak lantas duduk berpangku tangan sementara ia menyaksikan kemungkaran yang menyelisihi kemakrufan ini. Tapi ia maju kepada kedua wanita itu dan bertanya tentang keadaan keduanya yang aneh:
"Kalian berdua kenapa?" Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya".
Mereka berdua memberitahu Musa mengenai sebab dari tersingkir dan keterlambatan serta mengapa mereka menahan dombanya untuk mendatangi air. Sebabnya adalah karena lemah, keduanya adalah wanita sedangkan para penggembala itu lelaki. Sementara ayahanda dari keduanya adalah orang yang sudah tua, ia tidak sanggup menggembala dan berdesakkan dengan kaum pria! Maka bergejolaklah emosi dan fitroh Musa yang sehat. Akhirnya ia maju untuk meletakkan perkara sesuai tempatnya. Ia maju untuk lebih dahulu memberi minum kambing kedua wanita itu. Selayaknya yang harus dilakukan para rijâl yang memiliki keberanian, sementara Musa adalah orang asing di daerah yang tidak ia kenal, tidak memiliki pendukung dan penolong, sedangkan ia sendiri dalam keadaan lelah yang baru saja datang dari perjalanan panjang, tanpa bekal tanpa persiapan, ia adalah orang yang terusir, di belakangnya ada para musuh yang tak memiliki belas kasihan. Tapi, semua ini tidak lantas menjadikannya berpangku tangan untuk menyambut dorongan rasa kebaikan diri, rasa peduli untuk menolong dan berbuat makruf, serta mengakui kebenaran alami yang jiwa pasti mengenalinya, akhirnya:
فَسَقَى لَهُمَا
Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya
Yang mana, ini menunjukkan akan sebuah jiwa mulia yang terbentuk oleh tangan Alloh. Sebagaimana ia juga dihiasi dengan kekuatannya yang menakutkan hatta meskipun beliau berada dalam kepayahan perjalanan panjang. Barangkali, kekuatan jiwanya yang dilihat oleh hati para penggembala itu, lebih membuat mereka takut daripada kekuatan fisiknya. Sebab, manusia itu jauh lebih terkesan dengan kekuatan ruh dan hati.
ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ
Kemudian dia kembali ke tempat yang teduh …
Yang ini menunjukkan, waktu sedang dalam kondisi yang sangat panas, safar yang beliau tempuh berarti juga dalam kondisi yang sangat panas seperti ini…
فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ
“Maka ia berdo'a: "Wahai Robbku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku".
Beliau berteduh pada sebuah naungan nyata yang mendinginkan badannya, sekaligus pada naungan yang luas terbentang; yaitu naungan Alloh Yang Mahamulia lagi Mahamemberi anugerah, dengan ruh dan hatinya:
رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ
"Wahai Robbku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku".
Robbku, aku dalam keadaan gerah, aku fakir, aku seorang diri, aku lemah, aku sangat butuh kepada anugerah dan pemberian-Mu.
Bersambung ke (Bag. II)...
--------------------------------
NANTIKAN kelanjutannya..
Ditulis oleh:
Seorang pecinta orang-orang buron,
Syaikh Abû Jandal Al-Azdî
Dari Semenanjung Arabia
10/ 11/ 1424 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar