Seorang ibu rumah tangga paruh baya (sebut saja Bu Imah) belakangan ini mulai uring-uringan. Pasalnya dia merasakan sikap suaminya yang mulai kendor perhatiannya. Dalam arti, sang suami jarang lagi bertanya-tanya berbagai hal tentang keadaan di rumah. Hal yang dulu sebetulnya menjadi menu harian Bu Imah bila suaminya pulang dari kantor. Termasuk juga saat-saat menjelang tidur. Entah itu pertanyaan seputar keadaan anak-anak, keadaan dirinya, dan juga pertanyaan seputar aktivitas pengajiannya di luar. Pendek kata, Bu Imah merasakan suasana yang hambar serta membosankan dengan sikap pasif suaminya belakangan ini.
"Heran tuh, Mas-ku sudah tidak seperti dulu lagi. Kelihatannya mulai acuh sama aku. Mungkin dia sudah nikah lagi apa iya?" ungkap ibu tiga orang anak yang aseli Tegal itu cemas pada ibu sebelah rumahnya. Dia saat itu curhat panjang lebar tentang kondisi suaminya kepada teman ngobrolnya sehari-hari itu.
Usai diceritakan kisah itu, tetangga Bu Imah cuma mesem-mesem. Dia berusaha meredakan kecemasan hati sobatnya. Sebab tetangga Bu Imah itu tahu, bahwa suami temannya itu orang baik-baik. Rajin ke masjid dan aktif pada setiap kegiatan RT, serta masih aktif memimpin sebuah majelis taklim di lingkungan tempat tinggalnya. Setahu dia juga, bahwa suami Bu Imah adalah tipikal orang yang perhatian dan sayang pada keluarganya. Jadi dia masih berbaik sangka, suami temannya bukan sumber masalah. Tapi yang musti ditelusuri penyebab perubahan sikap suami Bu Imah, malah harusnya digali dari temannya itu sendiri. Bukan mencari-cari akar masalahnya dari si suami.
"Cobalah jeng Imah, introspeksi dulu ke dalam. Mungkin ada sikap-sikap atau perilaku jeng yang kurang disenangi suami, tapi jeng Imah masih sering melakukannya," nasihat tetangga Bu Imah setelah dia menceritakan kejadian hampir mirip yang pernah menimpa dirinya. Tapi gelombang cobaan itu akhirnya bisa dia atasi, yakni dengan cara dia membenahi dirinya, serta berusaha berkomunikasi secara baik dengan suaminya.
Penggal kisah di atas mungkin pernah atau mirip dengan pengalaman yang sedang kita alami saat ini. Jika terjadi demikian, sebaiknya kita jangan gegabah memvonis kesalahan semata-mata ada di pihak pasangan kita. Nasehat teman Bu Imah bisa jadi benar dan dapat kita contoh sebagai solusi pemecahannya.
Tak jarang para ibu muda abai terhadap hal-hal yang mungkin mereka anggap sepele. Tapi hal-hal sepele itu sebetulnya tidak atau kurang disukai suami. Misalnya meletakkan baju kotor secara sembrono, membiarkan piring-piring atau alat-alat dapur bekas pakai menumpuk di meja, saat suami pulang kerja. Atau barangkali letak kursi di ruang tamu yang semrawut tak tertata, dan lantai dibiarkan kotor. Pemandangan-pemandangan seperti ini, bila kerap terjadi di dalam rumah dan disaksikan oleh orang yang baru pulang bekerja, bisa jadi membuatnya jengkel. Orang yang letih akan tambah letih bila melihat pemandangan yang kurang berkenan di hatinya.
Celakanya, bila keadaan seperti itu diingatkan oleh suami, tak jarang si isteri menjawab ketus. "Maklum lah mas, namanya juga banyak anak. Apalagi gak ada pembantu. Mas gak ngerasain sih, aku ini udah capek banget mas, jadi gak ada waktu lah ngurusi masalah tetek-bengek kayak gitu." Begitu kurang-lebih jawaban apologi yang kerap terlontar dari kebanyakan ibu muda.
Tentu saja sikap ini tidak kondusif untuk menumbuhkan cinta dan kemesraan hubungan pasangan suami isteri (pasutri). Isteri khususnya, bila kerepotan untuk menangani atau berbenah di rumah, seharusnya menjelaskan kepada suaminya secara baik-baik. Misalnya dia menjelaskan, bahwa saat ini beban kerjanya bertambah, dan mungkin ada baiknya bila mengambil seorang pembantu rumah tangga. Keterus-terangan ini akan lebih baik bila disampaikan isteri kepada si suaminya. Sehingga tidak terjadi saling salah pengertian. Si suami misalnya, menganggap isteri malas atau kurang peduli dengan kebersihan dan kerapihan rumah. Sementara isteri menilai suami terlalu egois, tidak pernah merasakan betapa capeknya berkutet di dalam rumah seharian, menghadapi berbagai macam pekerjaan dan permasalahan rumah tangga.
Keterusterangan masing-masing pasutri, memang diperlukan dalam kehidupan berumah-tangga. Agar kehangatan hubungan pasutri tidak lekas pudar. Di samping tentunya, penting tetap menjaga sikap tidak mudah tersinggung ketika mendapat masukan atau teguran dari salah satu pasangan kita. Dengan kata lain, masing-masing pasangan hendaknya saling menghormati dan sebaiknya berkata santun tatkala mengekspresikan ketidakpuasannya. Ketidakenakan di hati atas kondisi yang terjadi di rumah, tidak perlu dengan reaksi marah atau disikapi dengan muka cemberut. Biasakanlah menggunakan bahasa yang santun dan sejuk terhadap pasangan kita. Bukan hanya ketika dalam suasana puas, tapi juga dalam suasana rumit dan tegang sekalipun.
Satu hal yang barangkali bisa kita jadikan bahan introspeksi. Kita misalnya, sering bisa menahan emosi dan hormat pada orang lain. Atau berusaha untuk tidak menyinggung perasaan orang lain. Tapi kenapa kita begitu mudah dan ringannya meremehkan dan menyinggung perasaan pasangan kita? Itupun sering kita lakukan seakan-akan tanpa beban, tanpa perasaan bersalah (guilty feeling). Sehingga kita melakukannya berulang-ulang.
Boleh jadi selama ini mungkin kita selalu memposisikan diri sebagai lawan bukan mitra terhadap pasangan kita. Atau mungkin saja sadar atau tidak, kita selalu menyikapi pasangan kita sebagai kompetitor yang harus dilawan. Ini barangkali salah satu penyebab, kenapa kita selalu out of control ketika mengeluarkan uneg-uneg hati kita. Sehingga tak jarang kata-kata itu terdengar ketus atau pedas. Dan celakanya kata-kata pedas itu kemudian saling berbalas.
Karena itu, alangkah baiknya bila mulai saat ini kita membenahi kembali posisi kita. Bahwa kita harus selalu memposisikan diri sebagai saudara, orangtua, mitra sekaligus teman bagi seluruh anggota keluarga. Sehingga kita akan bisa lebih banyak maklum dan menghormati pasangan kita. Kita akan bisa lebih terbuka dan toleran, serta berupaya menjaga perasaan pasangan kita. Mudah-mudahan dengan begitu umur kemesraan kita bisa tahan lama dan awet, insya Allah. (sultoni)
Sumber : www.eramuslim.com
"Heran tuh, Mas-ku sudah tidak seperti dulu lagi. Kelihatannya mulai acuh sama aku. Mungkin dia sudah nikah lagi apa iya?" ungkap ibu tiga orang anak yang aseli Tegal itu cemas pada ibu sebelah rumahnya. Dia saat itu curhat panjang lebar tentang kondisi suaminya kepada teman ngobrolnya sehari-hari itu.
Usai diceritakan kisah itu, tetangga Bu Imah cuma mesem-mesem. Dia berusaha meredakan kecemasan hati sobatnya. Sebab tetangga Bu Imah itu tahu, bahwa suami temannya itu orang baik-baik. Rajin ke masjid dan aktif pada setiap kegiatan RT, serta masih aktif memimpin sebuah majelis taklim di lingkungan tempat tinggalnya. Setahu dia juga, bahwa suami Bu Imah adalah tipikal orang yang perhatian dan sayang pada keluarganya. Jadi dia masih berbaik sangka, suami temannya bukan sumber masalah. Tapi yang musti ditelusuri penyebab perubahan sikap suami Bu Imah, malah harusnya digali dari temannya itu sendiri. Bukan mencari-cari akar masalahnya dari si suami.
"Cobalah jeng Imah, introspeksi dulu ke dalam. Mungkin ada sikap-sikap atau perilaku jeng yang kurang disenangi suami, tapi jeng Imah masih sering melakukannya," nasihat tetangga Bu Imah setelah dia menceritakan kejadian hampir mirip yang pernah menimpa dirinya. Tapi gelombang cobaan itu akhirnya bisa dia atasi, yakni dengan cara dia membenahi dirinya, serta berusaha berkomunikasi secara baik dengan suaminya.
Penggal kisah di atas mungkin pernah atau mirip dengan pengalaman yang sedang kita alami saat ini. Jika terjadi demikian, sebaiknya kita jangan gegabah memvonis kesalahan semata-mata ada di pihak pasangan kita. Nasehat teman Bu Imah bisa jadi benar dan dapat kita contoh sebagai solusi pemecahannya.
Tak jarang para ibu muda abai terhadap hal-hal yang mungkin mereka anggap sepele. Tapi hal-hal sepele itu sebetulnya tidak atau kurang disukai suami. Misalnya meletakkan baju kotor secara sembrono, membiarkan piring-piring atau alat-alat dapur bekas pakai menumpuk di meja, saat suami pulang kerja. Atau barangkali letak kursi di ruang tamu yang semrawut tak tertata, dan lantai dibiarkan kotor. Pemandangan-pemandangan seperti ini, bila kerap terjadi di dalam rumah dan disaksikan oleh orang yang baru pulang bekerja, bisa jadi membuatnya jengkel. Orang yang letih akan tambah letih bila melihat pemandangan yang kurang berkenan di hatinya.
Celakanya, bila keadaan seperti itu diingatkan oleh suami, tak jarang si isteri menjawab ketus. "Maklum lah mas, namanya juga banyak anak. Apalagi gak ada pembantu. Mas gak ngerasain sih, aku ini udah capek banget mas, jadi gak ada waktu lah ngurusi masalah tetek-bengek kayak gitu." Begitu kurang-lebih jawaban apologi yang kerap terlontar dari kebanyakan ibu muda.
Tentu saja sikap ini tidak kondusif untuk menumbuhkan cinta dan kemesraan hubungan pasangan suami isteri (pasutri). Isteri khususnya, bila kerepotan untuk menangani atau berbenah di rumah, seharusnya menjelaskan kepada suaminya secara baik-baik. Misalnya dia menjelaskan, bahwa saat ini beban kerjanya bertambah, dan mungkin ada baiknya bila mengambil seorang pembantu rumah tangga. Keterus-terangan ini akan lebih baik bila disampaikan isteri kepada si suaminya. Sehingga tidak terjadi saling salah pengertian. Si suami misalnya, menganggap isteri malas atau kurang peduli dengan kebersihan dan kerapihan rumah. Sementara isteri menilai suami terlalu egois, tidak pernah merasakan betapa capeknya berkutet di dalam rumah seharian, menghadapi berbagai macam pekerjaan dan permasalahan rumah tangga.
Keterusterangan masing-masing pasutri, memang diperlukan dalam kehidupan berumah-tangga. Agar kehangatan hubungan pasutri tidak lekas pudar. Di samping tentunya, penting tetap menjaga sikap tidak mudah tersinggung ketika mendapat masukan atau teguran dari salah satu pasangan kita. Dengan kata lain, masing-masing pasangan hendaknya saling menghormati dan sebaiknya berkata santun tatkala mengekspresikan ketidakpuasannya. Ketidakenakan di hati atas kondisi yang terjadi di rumah, tidak perlu dengan reaksi marah atau disikapi dengan muka cemberut. Biasakanlah menggunakan bahasa yang santun dan sejuk terhadap pasangan kita. Bukan hanya ketika dalam suasana puas, tapi juga dalam suasana rumit dan tegang sekalipun.
Satu hal yang barangkali bisa kita jadikan bahan introspeksi. Kita misalnya, sering bisa menahan emosi dan hormat pada orang lain. Atau berusaha untuk tidak menyinggung perasaan orang lain. Tapi kenapa kita begitu mudah dan ringannya meremehkan dan menyinggung perasaan pasangan kita? Itupun sering kita lakukan seakan-akan tanpa beban, tanpa perasaan bersalah (guilty feeling). Sehingga kita melakukannya berulang-ulang.
Boleh jadi selama ini mungkin kita selalu memposisikan diri sebagai lawan bukan mitra terhadap pasangan kita. Atau mungkin saja sadar atau tidak, kita selalu menyikapi pasangan kita sebagai kompetitor yang harus dilawan. Ini barangkali salah satu penyebab, kenapa kita selalu out of control ketika mengeluarkan uneg-uneg hati kita. Sehingga tak jarang kata-kata itu terdengar ketus atau pedas. Dan celakanya kata-kata pedas itu kemudian saling berbalas.
Karena itu, alangkah baiknya bila mulai saat ini kita membenahi kembali posisi kita. Bahwa kita harus selalu memposisikan diri sebagai saudara, orangtua, mitra sekaligus teman bagi seluruh anggota keluarga. Sehingga kita akan bisa lebih banyak maklum dan menghormati pasangan kita. Kita akan bisa lebih terbuka dan toleran, serta berupaya menjaga perasaan pasangan kita. Mudah-mudahan dengan begitu umur kemesraan kita bisa tahan lama dan awet, insya Allah. (sultoni)
Sumber : www.eramuslim.com
Bila Bosan Melanda Rumah Tangga
Rasa bosan pasti pernah singgah dalam kehidupan rumah tangga Anda. Bahkan mungkin suatu waktu akan datang kembali. Perasaan bosan itu ibarat gelapnya malam yang memang harus Anda lalui untuk kemudian Anda menikmati indahnya pagi dan hangatnya mentari.
Rasa bosan dalam kehidupan berumah tangga adalah wajar, mengingat memang tidak ada yang sempurna dalam kehidupan di dunia ini. Maka, setinggi apapun prestasi, kebaikan, atau keistimewaan, selama masih ada di dunia, pasti memiliki kelemahan dan kekurangan. Artinya, seistimewa apapun pasangan hidup Anda, pasti punya kekurangan. Akibatnya, kebosanan-kebosanan menyergap kehidupan rumah tangga Anda. Tiba-tiba Anda merasa bosan pada keadaan rumah, bosan terhadap penampilan pasangan, bosan terhadap keadaan anak-anak, atau bosan menghadapi segala permasalahan rumah tangga.
Rumah tangga yang sudah disergap kebosanan biasanya diwarnai dengan sikap yang serba tidak maksimal. Suami tidak maksimal mengelola ke-qawaman-nya dalam rumah tangga sehingga berimbas kepada sikap istri yang juga tidak maksimal dalam melayani suami, juga dalam menjaga amanah rumah dan anak-anak. Bisa jadi, suami-istri pun tidak maksimal mengekspresikan rasa cinta kasihnya. Akibatnya, muncul ketegangan atau bahkan sikap apatis, suami-istri berjalan sendiri-sendiri mengikuti idealisme masing-masing. Rasulullah SAW mewanti-wanti agar jika muncul rasa bosan atau jenuh, pelampiasan yang dipilih hendaknya tidak keluar dari kebenaran sebagaimana sabda beliau ini:
?Setiap amal itu ada masa semangatnya, dan pada setiap masa semangat itu ada masa futur (bosan). Barangsiapa yang ketika futur tetap berpegang kepada sunnahku, maka sesungguhnya ia telah memperoleh petunjuk dan barangsiapa yang ketika futur berpegang kepada selain sunnahku, maka sesungguhnya ia telah tersesat.? (HR al-Bazaar)
Penyebab Munculnya Rasa Bosan
Rasa bosan dalam kehidupan rumah tangga berkaitan dengan faktor internal dan eksternal. Secara internal, rasa bosan seorang suami ataiu istri berkaitan dengan apresiasi dirinya terhadap kondisi rumah tangganya. Mungkin seorang suami melihat keadaan rumah yang tidak rapi setiap pulang kerja. Atau istri mendapati suami pulang kerja dengan setumpuk permasalahan kantor yang kemudian menjadi pekerjaan rumah. Tidak ada waktu untuk bercengkerama atau sekedar ngobrol sehingga rumah tangga rasanya berjalan seperti angina lalu, tanpa ruh. Atau suami menginginkan istri siap jika dia memerlukan teman diskusi pekerjaan kantor. Di sisi lain suami tidak peduli pada pekerjaan rumah tangga istri yang tidak henti-hentinya. Artinya, di satu sisi suami atau mengharapkan pasangannya memahami keadaannya namun di pihak lain tidak ada itikad yang memudahkan harapan itu bisa terealisasi.
Secara eksternal, sebab-sebab munculnya rasa bosan berasal dari hal-hal di luar diri. Mungkin memang sudah saatnya Anda mengubah posisi tempat tidur atau mengganti gorden kamar Anda. Mungkin saatnya juga Anda mengganti warna cat rumah dengan warna yang lebih segar. Anda juga mungkin sudah saatnya mencoba menu makanan baru atau mengganti penampilan di depan suami Anda.
Ada tiga hal yang diindikasikan menjadi penyebab munculnya rasa bosan untuk Anda kenali:
1. Anda melakukan kesalahan berulang-ulang.
Bisa jadi istri memasak terlalu asin dan itu terjadi berulang kali untuk masakan kesukaan sang suami. Istri kembali memakai baju warna gelap yang tidak disukai suami. Atau suami selalu menyimpan baju-baju kotor di belakang pintu sehingga istri harus sering razia baju kotor. Dengan demikian, Anda berdua sudah terperosok dua kali pada lubang yang sama. Akibatnya, Anda berdua merasa bosan dengan keadaan yang terus berulang, sementara Anda berdua tidak menghendaki keadaan seperti itu terjadi.
2. Beban Anda memang berat dan tidak pernah henti.
Mungkin istri beraktivitas kegiatan sosial atau bahkan juga bekerja sehingga ketika sampai di rumah ingin suasana yang sedikit santai untuk mengendorkan urat saraf, sementara suami datang dengan segudang permasalahan kantor dan tuntutan pelayanan dari istri. Atau mungkin kondisi ekonomi rumah tangga kurang mencukupi sehingga suami atau istri harus bekerja keras. Kendati begitu ternyata gaji ternyata gaji berdua tidak cukup untuk membayar rekening-rekening tagihan. Fisik lelah dan pikiran jenuh, akhirnya tidak ada waktu lagi untuk sekedar bermanis-manis dengan pasangan. Yang ada adalah ketegangan demi ketegangan yang lama kelamaan menimbulkan kebosanan-kebosanan dalam menghadapi permasalahan hidup.
3. Idealisme Anda terlalu tinggi
Apapun yang tidak seimbang akan berakhir pada kebosanan. Harapan yang terlalu tinggi terhadap pasangan akan menimbulkan kekecewaan jika ternyata pasangan tidak mampu memenuhi harapan Anda. Misalnya saja, Anda menginginkan suami selalu bersemangat dalam menyelesaikan setiap permasalahan karena bagi Anda suami ideal adalah suami yang selalu tegar menghadapi masalah rumah tangga. Namun, kenyataannya, suami Anda malah down. Atau Anda mengharapkan istri Anda bisa berbisnis seperti istri-istri lain yang bisa menambah income bulanan dengan berbisnis busana muslim. Kenyataannya istri tidak berbakat dagang sehingga tidak balik modal. Akhirnya, Anda patah arang, lalu malah tidak semangat lagi mengejar harapan tersebut. Akhirnya Andapun bosan mengejar sesuatu yang memang tidak bisa Anda paksakan kepada pasangan Anda.
Kebosanan yang Melahirkan Kekuatan Baru
Tidak sedikit orang yang menjadikan kebosanan sebagai antiklimaks yang mengawali sikap atau perilaku buruk. Mereka berdalih mencari kompensasi rasa bosannya itu dengan mengerjakan hal-hal negative dengan dalih untuk mencari suasana baru. Padahal jika disikapi denga baik, kebosanan akan memunculkan kreativitas yang melahirkan kekuatan baru.
Berikut tips-tips yang bisa Anda simak:
* Perbarui niat. Setelah sekian lama berumah tangga, ada saatnya Anda berdua menekan tombol pause untuk merenung. Mungkin karena kesibukan urusan kantor atau rumah, Anda berdua tidak sempat saling mengingatkan pada niat semula menjalani rumah tangga sebagai ibadah. Anda berdua perlu mengukur kembali keikhlasan Anda dalam menghadapi berbagai problematika rumah tangga. Keihklasan adalah sumber kekuatan jiwa dan fisik sehingga Anda akan kuat menjalani kondisi apapun dalam hidup.
* Susunlah perencanaan dan manajemen rumah tangga Anda. Kebosanan banyak datang karena tidak adanya perencanaan dan manajemen yang baik dalam menata aktivitas rumah tangga. Akibatnya, tenaga, pikiran, waktu, dan dana tidak terpakai maksimal untuk hal-hal yang penting.
* Pahami keutamaan-keutamaan amal. Allah akan memberikan ganjaran untuk pekerjaan yang dilakukan dengan dasar ikhlas dan benar. Lelahnya suami mencari nafkah dihitung sebagai fi sabilillah. Peluh, kelelahan, dan kesulitan dalam mencari nafkah akan memperoleh pahala besar. Pekerjaan istri mengurus rumah tangga dengan benar dan ikhlas akan mengantarkannya pada surga. Jadi, hadirkan dalam diri kita kenikmatan surga yang dijanjikan Allah kepada hamba-Nya yang beramal saleh.
* Ajaklah pasangan Anda melakukan ibadah sunnah berdzikir, beribadah, dan mendekatkan diri kepada Allah ketika kita diterpa kegelisahan dan rasa bosan adalah di antara kebiasaan yang dilakukan salafussaleh. Allah akan menyertai orang-orang yang menjalankan amalan-amalan sunnah setelah menjalankan amalan-amalan wajib.
* Bercerminlah pada orang lain. Anda berdua bisa bertanya kepada orang-orang tua atau yang lebih berpengalaman tentang kiat-kiat mereka mengatasi kelelahan atau kebosanan dalam menjalani cobaan-cobaan hidup. Uraian mereka akan memacu semangat Anda dalam mengatasi kebosanan
Tips-tips di atas memang bukan hal yang mudah untuk direalisasikan. Semuanya membutuhkan kesungguhan, keseriusan, dan kerja keras. Namun, jika dikerjakan akan menjadi solusi bagi rasa antara Anda dan pasangan Anda. InsyaAllah. (Euis Erinawati, Penulis Buku dan Editor Sebuah Penerbitan)
Dari Majalah Safina, Memandu Kalangan Muda Berkeluarga
Edisi Terbaru No. 5 Tahun II, Dapatkan dari Toko/Kios Majalah Terdekat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar