Rabu, 24 Februari 2010

Hidup Bijak Bersama Istri.....

Suamiku sering menyebut-nyebut kelebihan wanita lain di depanku . Seolahh-olah dia menyesal menikah denganku.., ” ujar seorang ummahat. Tampak kesedihan terpancar dari wajahnya. Dan, kedua matanya pun berkaca-kaca.
Memang, ada kalanya seorang suami tidak puas dengan keadaan istrinya. Ia selalu mengingat kekurangan istrinya & membandingkannya dengan wanita lain

Boleh jadi kekurangan istri dirasa cukup berat bagi suami, akan tetapi dalam waktu yang sama, sang istri sesungguhnya juga memiliki banyak kelebihan atau keistimewaan, serta sekian banyak sifat yang terpuji. Ini semua menuntut sang suami untuk perlahan-lahan dan berhati-hati di dalam mengambil sikap. Jangan sampai ia menilai dan meghukum istrinya hanya melalui aib-aibnya saja, akan tetapi ia harus melihat kebaikan dan keburukannya, serta kelebihan dan kekurangannya secara bersamaan. Janganlah ia memberikan keputusan berdasarkan satu sudut pandang saja. Janganlah i a membenci istri karena satu perilaku yang menjadi bagian dari tabiatnya

Allah berfirman:
“ … Dan bergaullah dengan mereka secara patut, kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (makabersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahalAllah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An Nisa’:19)

Oleh karena itu, janganlah seorang suami membenci istrinya karena perilaku tertentu. Sekali-kali jangan! Nabi bersabda, “Janganlah seorang mukmin itu membenci seorang mukminah. Jika ia benci kepada satu perilaku, maka ia akan puas dengan perilaku yang lainnya.” (Riwayat Muslim)

Hendaklah sang suami itu sadar, bahwa ia tidak akan mendapatkan seorang istri yang bebas dari kekurangan. Boleh jadi istrinya itu, dengan segala kekurangan yang ada, tetap lebih baik daripada sekian wanita lainnya, hanya saja ia tidak melihat kekurangan atau aib wanita lainnya itu.

Jika engkau ingin mengenal hal itu, peganglah kertas dan pena, dan tulislah kelebihan-kelebihan istrimu dan kekurangan-kekurangannya, tentu engkau akan melihat bahwa kelebihannya jauh lebih banyak daripada kekurangannya. Ketahuilah, bahwa dalam kehidupan rumah tangga ini tidak memungkinkan bagimu untuk mendapatkan seorang istri yang seratus persen sesuai dengan kriteria yang engkau inginkan. Sudah tentu terdapat perbedaan karakter, dan sudah tentu pula bahwa engkau akan melihat sesuatu yang mengagumkanmu dan sesuatu yang tidak menyenangkanmu.Ketahuilah hai para suami, istrimu tidak dan tidak akan seratus persen sebagaimana yang engkau inginkan. Sebab, ia menerima pendidikan yang berbeda dengan pendidikan yang engkau dapatkan, serta memiliki tabiat yang berbeda dengan tabiat yang ada pada dirimu.

Terkadang ia memang mirip denganmu dalam beberapa hal, namun berbeda dalam hal lainnya. Oleh karena itu, terimalah kenyataan ini. Janganlah engkau melawan kehidupan dan hendak mengalahkan tabiat yang sudah mengakar, karena tidak mudah mengubahnya. Sekalipun hal itu mungkin, akan tetapi jelas memerlukan waktu yang cukup panjang, kesabaran yang mendalam, latihan secara terus-menerus, nafas yang panjang dan jiwa yang tabah.

Selain kurang bersabar terhadap kekurangannya, kadang para suami suka melecehkan akal para istrinya dan cara dia dalam berpikir. Suami yang melakukan hal seperti ini sebenarnya hanya menyebarkan keletihan dan tidak mencari kebahagiaan rumah tangga. Demikian juga, ia adalah seorang suami yang tidak pantas mendapatkan penghormatan dari istrinya, karena yang namanya penghormatan itu adalah sesuatu yang bersifat timbal balik. Sepanjang engkau tidak menghormati orang lain, maka orang tersebut tidak akan menghormatimu, kecuali jika engkau mau hormat kepadanya.

Seorang istri yang merasakan bahwa suaminya melakukan hal seperti ini, yaitu pelecehan terhadap akalnya dan caranya dalam berpikir, maka istri tersebut tidak akan memberikan cintanya kepada suaminya. Ada persoalan yang dipahami secara keliru oleh kaum laki-laki. Yaitu bahwa mereka menganggap akal wanita itu lemah dan kurang cerdas, serta cara berpikirnya bengkok, kurang lurus. Dan bahwa ia tidak mungkin memiliki pendapat yang lurus. Pendapat dan anggapan seperti ini sama sekali tidak ada dasarnya, dan jelas tidak benar. Sumbernya adalah pemahaman yang keliru mengenai beberapa hadits yang berbicara mengenai masalah ini. Misalnya adalah hadits yang menyebutkan bahwa mereka adalah “Orang-orang yang kurang akal dan agamanya.” Redaksi hadits seperti ini dipahami secara keliru oleh sebagian orang. Mereka memahami bahwa kurangnya akal di sini adalah kurangnya kecerdasan atau kebengkokan dalam berpikir. Ini jelas keliru. Yang dimaksudkan di sini adalah sifat lupanya kaum wanita lebih banyak daripada lelaki. Hal itu disebabkan karena ada banyak hal yang dialami oleh kaum wanita yang membuatnya mudah lupa, terlebih dalam kehidupan umum, dimana ia tidak bisa seleluasa kaum lelaki.Dalil mengenai hal itu ialah bahwa Nabi ketika ditanya oleh kaum wanita, “Apakah kekurangan akal dan agama kami, wahai Rasulullah?”

Maka beliau menjawab, “Bukankah kesaksian wanita itu adalah separuh dari kesaksian laki-laki?”
Kami menjawab, “Ya benar.”
Nabi bersabda, “Itulah bentuk kekurangan akalnya.”
Nabi bertanya lagi, “Bukankah jika sedang haid, ia tidak mengerjakan shalat dan juga tidak berpuasa?”
Kami menjawab, “Ya benar.”
Nabi menjawab, “Itulah bentuk kekurangan agamanya.”
Dengan demikian, kekurangan yang disebutkan dalam hadits tersebut memiliki makna sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.

Demikian juga halnya dengan kekurangan agamanya. Ia tidak berarti kekurangan mengenai hakikat agamanya, akan tetapi kekurangan itu terdapat pada sebagian dari hal-hal peribadahan.

Sedangkan dalam hal ini ia tidaklah dihukum karena meninggalkannya. Bahkan ia justru diharamkan untuk mengerjakannya. Wanita yang sedang haid diharamkan mengerjakan shalat dan puasa. Jika ketika itu ia mengerjakan shalat dan puasa, tentu ia berdosa, sekalipun ia berkewajiban menqadha’ puasa, namun ia tidak perlu mengqadha’ shalat, sebagai bentuk peringanan terhadapnya dan rukhsah dari Allah .

Akal wanita adalah akal yang harus dihormati. Ada sebagian wanita yang memiliki keistimewaan berupa kecerdasan akal yang lebih hebat dibanding akal kaum laki-laki. Contoh untuk hal ini sangatlah banyak, dan bukanlah di sini tempatnya untuk menyebutkannya.Akan tetapi, bagaimanapun, kecerdasan akal wanita dijadikan oleh Allah dengan garis yang berbeda denga garis kecerdasan laki-laki. Ia merupakan kecerdasan jenis khusus. Oleh karena itu, ia memiliki perhatian-perhatian khusus. Itu merupakan hikmah agung yang hanya diketahui oleh Allah .

Boleh jadi hal itu dijadikan untuk memperkaya kehidupan, sehingga kehidupan ini menjadi lebih bervariasi, dan agar laki-laki tidak berkuasa dengan akalnya saja, akan tetapi perasaan wanita yang menggelora itu juga memberikan makna lain bagi kehidupan.

Adapun jika dasar keyakinan pada diri laki-laki berkenaan dengan akal wanita bukanlah sebagaimana dijelaskan di atas, dan memang ia telah menikahi yang kurang cerdas atau bengkok pikirannya, maka tidak ada alasan baginya untuk menyebutkan hal itu di hadapannya, atau selalu membodoh-bodohkan pendapatnya. Ia pun harus menerima segala kekurangannya, sepanjang ia menjadi istrinya. Adalah tidak adil jika ia menimbangnya dengan sesuatu yang memang tidak dimiliki olehnya.

Yang tak kalah penting lagi adalah pernyertaan istri terkait dengan urusan rumah tangga. Yaitu dalam hal berpikir dan merencanakan suatu hal bersama sang suami, serta bermusyawarah dengannya.Banyak kaum lelaki yang masih berpikiran bahwa “bermusyawarah dengan wanita hanya akan merobohkan rumah tangga.” Bisa jadi hal ini ada benarnya untuk sebagian kaum wanita. Akan tetapi, ada sebagian kaum wanita atau istri yang bila diajak bermusyawarah, maka akal pikiran atau pendapatnya akan bisa memecahkan sekian banyak masalah yang dihadapi….

Rasulullah pun tidak segan untuk meminta pendapat istrinya. Jadi… jangan segan untuk mencontoh Rasulullah dalam masalah ini. Setuju?

Sumber:FAtawa Vol.IV / jilbab online


Kau Tak Sebebas Merpati
Oleh Aini Mardiyah

Segala puji padaMu, Ya Rabbi
Atas rahmat hari ini
Terlabuh sudah cinta suci sejati dari hati
Janji telah terucap, akad telah terkhitbah
Tuk bersama jalani hari
Ya Allahu Rabbi, bimbinglah kami dalam menempuh hidup ini

(Terlabuhkan – Seismic)

Bagaimana pun, pernikahan adalah sesuatu yang sakral, sebuah amanah dari Illahi. Dipertemukannya antara laki–laki dan perempuan dalam satu ikatan bukanlah hal yang main–main, melainkan ikatan tersebut harus dijaga kekokohannya hingga Ia kembali memisahkannya di antara keduanya. Ikatan yang harus senantiasa terpelihara atas dasar kecintaan kepada Pencipta, ikatan yang tak sekedar sebagai penghalal hubungan antara keduanya semata, melainkan sebuah usaha untuk lebih mendekatkan diri kepadaNya, Sang Pemilik Cinta. Sebuah ikatan yang terjalin dan diharapkan dapat bernilai ibadah.

Bernilai ibadah berarti segala sesuatu yang dilakukan berada dalam aturan Allah, bernilai ibadah berarti apa–apa yang dihasilkan daripadanya adalah semata–mata hanya untuk Allah, tak ada alasan selain itu. Maka, apa–apa yang dilakukan dan dihasilkan tersebut harus senantiasa terjaga dan terpelihara. Hal ini erat kaitannya sikap–sikap yang dimiliki oleh para pasangan setelah menikah. Menikah berarti masing–masing telah siap untuk lebih menjaga diri, menjaga perasaan pasangannya meski ia telah mengetahui sejauh mana batasannya.

***

Jagalah Istrimu, Jaga Hatinya

Ketika itu, ada sepasang suami–istri yang tengah jalan–jalan sore di sepanjang jalan pertokoan di sebuah kota, sang suami menggandeng tangan sang istri sebagai bentuk penjagaan. Tak lama kemudian, keduanya tak sengaja bertemu teman perempuan si suami, yang diselidiki ternyata mereka sempat dekat dulu. Sang istri tak menampakkan wajah yang buruk di depan teman suaminya tersebut kala itu, dengan ramah sang istri menyalaminya. Melihat sang istri tak menampakkan sebuah respon negatif terhadap pertemuannya dengan "kawan lamanya" itu, sang suami pun tidak risih membuka obrolan ini dan itu.

Selang beberapa waktu, timbulah shock dalam hati sang istri, betapa ia lihat suaminya tadi dengan akrab ngobrol tanpa memikirkan perasaannya, terlebih yang diajak ngobrol adalah "kawan lamanya". Lalu, apa yang dilakukan sang suami? Sang suami hanya menganggap hal itu biasa–biasa saja, tak ada yang istimewa, sebab sikap sang istri tidak berubah kepadanya. Tapi, pernahkah ia memikirkan apa yang dirasakan oleh istrinya? Ya, semoga kita dapat mengambil ibrah dari peristiwa tersebut. Dalam peristiwa lain, ada seorang istri yang kerap kali mendapati suaminya ber–SMS ria dengan sang "kawan lama". Astaghfirullah...

Akhi, bukankah istrimu juga manusia layaknya dirimu? Yang memiliki kecenderungan untuk berbuat salah dan besar kemungkinan untuk berburuk sangka? Maka, jagalah istrimu, jagalah hatinya! Jangan biarkan ia berburuk sangka atas kelalaianmu dalam menjaganya, jangan biarkan ia menempuh dosa.

***

Dan Kau Tak Sebebas Merpati

Menjaga istri berarti menjaga tingkah laku agar tak menyakiti hati si dia. Jadi, jangan sekali–kali menempatkan dirimu pada posisi ketika dirimu sebelum menikah. Hal ini yang kemudian terkadang dilupakan oleh sebagian pasangan muda, mengingat usia masih sangat muda sehingga sah–sah saja.

Bagi mereka yang masih lajang, persiapkanlah dirimu sebaik–baiknya! Mumpung masih lajang, raihlah ilmu sebanyak–banyaknya! Matangkanlah usiamu ketika berani untuk menginjak ke marhalah cinta selanjutnya. Bukannya tidak setuju dengan nikah dini, bagi yang siap silahkan. Hanya ingin menegaskan, bahwa kau tak akan sebebas merpati lagi jika sudah menikah nanti.

Sebelum menikah, ada kebutuhan–kebutuhan dalam rangka meningkatkan kualitas diri yang akan leluasa didapatkan oleh mereka yang masih lajang, hingga seorang guru pun menegaskan ketika sang binaan mengajukan "proposal" kepadanya, bahwa bisa jadi amalan–amalan yang selama ini kita giatkan akan berkurang intensitasnya ketika kita sudah menuju ke sana karena yang menjadi konsentrasinya adalah urusan domestik yang sangat membutuhkan perhatian.

Jika sudah menikah nanti, maka kita tidak akan sebebas merpati. Tak sebebas merpati berarti kudu jaga sikap, jaga perasaan pasangan, dan kudu jaga segalanya, agar bahtera rumah tangga yang kita bangun menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, dan rahmah.

Sumber : http://sigitwahyu.net/pernikahan-keluarga/kau-tak-sebebas-merpati.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar