Sungguh menyakitkan
mencintai seseorang yang tidak mencintai kita,
tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang
dan kita tidak pernah memiliki keberanian
untuk menyatakan cinta kita kepadanya.
Semoga kata-kata itu menjadi sedikit penawar bagi mereka yang cintanya bertepuk sebelah tangan menuju mahligai rumah tangga, dan menjadi pemicu bagi mereka yang tak kunjung berani menyatakan cintanya.
Sobat Mutiara Hati yang dimuliakan Allah, jikalau sudah bicara tentang "CINTA" , tidak akan pernah ada kata akhirnya, karena cinta adalah anugerah yang indah sekaligus bikin gelisah. Haruskah kita marah-marah karena pinangan tertolak? atau mendoakan keburukan pada ikhwan yang tidak mencintai kita? Itu bukan sikap seorang muslim/muslimah yang baik. Tidak ada yang bisa melarang seseorang untuk jatuh cinta maupun menolak cinta. Sebagaimana kita punya hak untuk mencintai dan melamar orang, maka ada pula hak yang diberikan Islam pada orang lain untuk menolak pinangan kita. Bahkan dalam kehidupan rumah tangga pun seorang suami dan istri diberikan hak oleh Allah SWT. untuk membatalkan sebuah ikatan pernikahan.
Lalu, mengapa ada hak penolakan cinta yang diberikan Allah pada kita? Bahkan dalam pernikahan ada pintu keluar ‘perceraian'? jawabannya adalah sangat mungkin manusia yang jatuh cinta atau setelah membangun rumah tangga, ternyata tak kunjung memperoleh kebahagiaan dari pasangannya, maka tiada guna mempertahankan sebuah bahtera rumah tangga bila kebahagiaan dan ketentraman tak dapat diraih. Wallahu 'alam bish showab...
Oleh karenanya, berpikir positif lah manakala cinta tak berbalas. Belum tentu kita memperoleh kebahagiaan bila hidup bersamanya. Apa yang kita pandang baik secara kasat mata, belum tentu berbuah kebaikan di kemudian hari. Adakalanya keinginan untuk hidup bersama orang yang kita idamkan begitu menggoda. Tapi bila ternyata cinta kita bertepuk sebelah tangan, untuk apa semua kita pikirkan lagi? Allah Maha Pangatur, Ia pasti akan mempertemukan kita dengan orang yang akan memberikan kebahagiaan seperti yang kita angankan. Bahkan mungkin lebih dari yang kita harapkan. Be positive thinking, suatu hari kelak ketika kita telah menikah dengan orang lain –bukan dengan si dia yang dulu kita idamkan- niscaya kita takjub dengan kebahagiaan yang kita rasakan. Percayalah banyak orang yang telah merasakan hal demikian.
"...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui..."
(QS. al-Baqarah : 216)
Sekali lagi, sobat, bersedih hati karena gagal bersanding dengan dambaan hati wajar adanya. Tapi bukan alasan untuk menyurutkan langkah berumah tangga, alias putus asa.
“...Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir...”
(QS. Yusuf :87)
Dunia ini luas, demikian pula dengan orang-orang yang mencintai kita. Kegagalan cinta bukan berarti kita tidak berhak bahagia atau tidak bisa meraih kebahagiaan. Bila hari ini Allah belum mempertemukan kita dengan orang yang kita cintai, insyaAllah ia akan datang esok atau lusa, atau kapanpun Ia menghendaki, itu adalah bagian dari skenario-Nya. Dan yang perlu diingat, sobat, 'Semua itu memang telah terjadi, tapi semua itu belum berakhir'. So, segera nyatakan cinta sebelum terlambat.
Semua Tentang Cinta…………………… . .
“Suami yang saya dambakan adalah yang bertanggungjawab pada keluarga, giat berdakwah dan rajin beribadah, cerdas serta pengertian, penyayang, humoris, mapan dan juga tampan.”
Itu mungkin suami dambaan salah seorang akhwat. Tapi jangan marah bila saya katakan bahwa seandainya kriteria itu adalah harga mati yang tak tertawar, maka yang ukhti butuhkan bukanlah seorang ikhwan melainkan kitab-kitab pembinaan. Karena kenyataannya tidak ada satupun ikhwan di dunia ini yang bisa memenuhi semua keinginan anti. Ada yang mapan tapi kurang rupawan, ada yang rajin beribadah tapi kurang mapan, ada yang giat dakwah dakwah tapi selalu merasa benar sendiri, dsb.
Ini bukan berarti kita tidak boleh memiliki kriteria bagi calon belahan jiwa kita, lantas membuat kita mengubah prinsip menjadi ‘yang penting akhwat” atau “yang penting ikhwan”. Tapi realistis lah, setiap menusia punya kekurangan – sekaligus kelebihan. Mereka yang menikah adalah orang-orang yang berani menerima kekurangan pasangannya, bukan orang-orang yang sempurna. Tapi berpikir realistis terhadap orang yang akan melamar kita, atau yang akan kita lamar, adalah kesempurnaan.
Di sisi lain, entah via SMS, Chatting, telpon, atau bicara langsung...
“Maukah ukhti menjadi istri saya? Saya tunggu jawaban ukhti dalam waktu 1 X 24 jam!”
Masya Allah, akhi, cinta bukanlah martabak telor yang bisa di tunggu waktu matangnya. Cinta juga berproses, membutuhkan waktu, apalagi berbicara rumah tangga, pastinya banyak pertimbangan-pertimbangan yang harus dipikirkan. Ada unsur keluarga yang juga berperan. Selain juga ada pilihan-pilihan yang mungkin bisa diambil. Cinta bisa juga datang dengan cepat tak terduga atau mungkin tidak seperti yang kita harapkan. Ada orang yang dengan cepat berumah tangga, tapi ada pula yang merasakan segalanya berjalan lambat, namun tidak pernah ada kata terlambat untuk merasakan kebahagiaan dalam pernikahan. Beri kesempatan diri kita untuk kembali merasakan kehangatan cinta. ‘love is knocking outside the door'. Tidak pernah ada kata menyerah untuk meraih kebahagiaan dalam naungan ridha-Nya. Yang pokok, ikhwan atau akhwat yang kelak akan menjadi pasangan kita adalah mereka yang dirihai agamanya.
Jadi, jangan terlalu percaya diri akhi bahwa lamaran antum diterima. Jangan juga terlalu yakin ukhti, bahwa sang pujaan akan datang ke rumah anti. Perjodohan adalah perkara gaib, tanpa ada seorang pun yang tahu kapan dan dengan siapa kita akan berjodoh. Cinta dan perjodohan tidak mengenal status dan identifikasi fisik. Bukan karena ukhti cantik maka para ikhwan menyukai ukhti. Juga bukan karena akhi tampan dan seorang hamalatud da'wah lalu setiap akhwat mendambakannya.
Lalu, apa yang harus kita lakukan? Tetap percaya diri dengan perbaiki diri selalu, dan Tawakkal kepada Allah swt. Sehingga manakala kenyataan pahit yang ada di depan mata, sang akhwat menolak khitbah kita atau sang ikhwan memilih ‘bunga' yang lain, hati ini tidak akan tercabik. Yang akan datang adalah keikhlasan dan sikap lapang dada.
Nah, bagaimana kalau CINTA BERBALAS? Apakah memang seperti gambaran orang-orang yang patah hati karena cinta mereka bertepuk sebelah tangan? apakah Cinta yang berbalas itu benar-benar indah dan membahagiakan?
Semua Tentang Cinta . . . ……………….
Cinta, duh cinta...
Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat dan kemarahan menjadi rahmat. Kata seorang pujangga. Dan juga hati-hati dengan cinta, karena cinta juga dapat membuat orang sehat menjadi sakit, orang gemuk menjadi kurus, orang normal menjadi gila, orang kaya menjadi miskin, raja menjadi budak. Memang, virus merah jambu ini memang bisa bikin blingsatan dan jungkir balik tidak karuan. Uring-uringan, hingga makan tak enak, tidur pun tak nyenyak.
“Seandainya ukhti menjadi istri saya, saya berjanji akan membahagiakan ukhti,” demikian kira-kira ungkapan keinginan para ikhwan terhadap akhwat yang akan mereka lamar. Tak peduli siang malam, yang dipikirkan hanya juwita sayang impian seorang. Tak tahan dengan lamaran sang ikhwan, setelah mikir hampir sebulan, si akhwat pun jatuh cinta. Jiwa terbang ke awang-awang, bermain dengan bintang gemintang. Dan akhirnya mengambil keputusan untuk tak menolak lamaran, dan segara menuju ke pelaminan.
Akhirnya... Nikah juga, cihuuuiii...!!!
Di malam pertama yang begitu indah, dua sejoli sama-sama gugup dan gagap saat kali pertama berduaan. Tak tahu apa yang harus dibicarakan, dan apa yang harus dilakukan, sehingga mereka tak berani berhadapan. Lalu keduanya memutuskan untuk duduk berdampingan tapi masih agak berjauhan. Sambil melihat purnamanya rembulan, sang ikhwan, meski gemetaran, mulai berani memegang tangan, dan memulai membuka percakapan.
"Umi, tahu nggak?"
"Tahu apa, abi!" Jawab si akhwat dengan nada gemetaran.
"Sudah lama abi kagum sama umi".
"ah, masak. Sejak kapan, bi?" balik tanya
"Sejak ketemu di kajian mingguan di masjid kampus, semester yang lalu, tak sengaja abi melihat umi yang sedang melintas".
Suasana hening sejenak, keduanya belum juga berani bertatapan, tapi duduknya tambah berdekatan. Sang ikhwan memulai lagi,
"Umi...".
"Ada apa, bi?"
"Umi...".
"Iya, ada apa?"
"Umi, lihat abi".
Kemudian si akhwat pun mulai berani menatap sang Ikhwan, dan 'Cessss...!!!'. Entah apa yang terjadi pada keduanya, hanya mata yang berkaca-kaca yang bisa menjawabnya. Tanpa melepas pandangan, dan terus memandang dengan penuh perasaan, si akhwat bertanya,
"Ada apa, bi?"
"Sakit nggak, mi?" tanya si ikhwan lagi.
"Sakit kenapa?"
"Bidadari kaya umi, jatuh dari langit.. Sakit nggak sih ?"
Si akhwat pun tersipu malu, hidung kembang-kempis dan jempol kaki jadi tambah gede, "Idih... Abi bisa aja nih." Cubit-cubitan pun tak bisa dihindarkan
Cinta, duh cinta...
Di awal pernikahan duhai sungguh indah sekali, sayang-sayangan yang bikin mabuk kepayang, makan saling suap-suapan, di jalan pun saling bergandengan, hingga kadang membuat iri yang belum menemukan pasangan. Tidak percaya! Silahkan,
BUKTIKAN...!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar