Rabu, 28 April 2010

~:: Bicara Yang Baik-baik Atau Lebih Baik Diam ::~

Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu'alaykum warohmatullahi wabarokatuh

Pagi-pagi sambil baca buku, liat status yang berseliweran di beranda Fesbuk, berbagai macam status dikeluarkan, entah itu baik atau tidak, entah itu sebuah do'a atau keluhan... aneh sungguh aneh bin ajaib...

Wahai saudara-saudariku yang dimuliakan dan dirahmati Allah SWT...

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. (QS Al Ahzab [33]:70) Rasulullah saw bersabda, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam". Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim.

Nabi Muhammad saw termasuk orang yang sangat jarang berbicara, tetapi setiap kali berbicara bisa dipastikan kebenarannya. Setiap butir kata bagai untaian mutiara yang indah, berharga, berbobot, dan monumental. Bahkan bisa menembus, menggugah, menghujam, dan memiliki daya ubah hingga menjadi kebaikan bagi siapa pun yang mendengarnya.

Mulut kita ini seperti corong teko. Teko hanya akan mengeluarkan isi yang ada. Kalau di dalamnya air bersih, yang keluar bersih. Kalau di dalamnya air kotor, yang keluar pun kotoran. Karenanya bila kita ingin mengetahui derajat seseorang, lihatlah dari apa yang diucapkannya.

Sebuah kitab mengisyaratkan tentang derajat orang dilihat dari pembicaraannya. Pertama, orang yang berkualitas. Cirinya, jika berbicara sarat dengan hikmah, solusi, ide, gagasan, ilmu, atau zikir. Jika diajak berbicara apa pun ujungnya selalu bermanfaat.

Kedua, orang yang biasa-biasa. Cirinya sibuk menceritakan peristiwa, hampir segala peristiwa dikomentari. Tidak terlarang menceritakan peristiwa, tapi renungkanlah apakah ada manfaatnya atau tidak.

Ketiga, orang yang rendahan. Cirinya selalu mengeluh, mencela, atau menghina.

Keempat, orang yang dangkal. Cirinya sibuk menyebut-nyebut amal, jasa, dan kebaikannya. Orang seperti ini ibarat gelas kosong yang inginnya diisi terus. Orang yang kosong dari harga diri, inginnya dihargai terus.

Bagaimana halnya dengan orang yang suka bergosip? Bergosip sepertinya merupakan hal yang umum, padahal itu termasuk dosa besar dan tak akan diampuni Allah sebelum dimaafkan oleh orang yang digosipi. Gosip adalah menceritakan kejelekan seseorang yang bila mendengar sakit hati.

Bila kejelekan yang dibicarakannya itu benar, maka itu adalah ghibah yang dosanya sama dengan memakan bangkai saudara sendiri. Tapi bila yang dibicarakannya itu ternyata salah, maka itu adalah fitnah yang dosanya lebih keji daripada membunuh. Karenanya jangan pernah mau terlibat dalam perbincangan tentang kejelekan orang lain, karena bisa jadi kita memfitnah seseorang tanpa kita sadari.

Jika pernah bergosip, maka bertobatlah, mintalah ampun kepada Allah dan jangan sekali-kali mengulanginya, kecuali perbincangan yang dilakukan sebagai upaya untuk menolong dan memperbaiki kekurangan seseorang, bukan untuk sekadar membicarakan aibnya, apalagi untuk menyebarkan aibnya.

Bagaimana menghadapi orang yang tak bisa menjaga lidahnya? Kita tak bisa memaksa orang lain untuk bersikap sesuai dengan keinginan kita, tapi kita bisa memaksa diri kita untuk memberikan sikap terbaik
terhadap orang lain.

Dengarkanlah pembicaraan orang lain sepanjang dalam kebenaran, tapi bila yang dibicarakannya kebatilan, maka kita harus menolong orang yang berbuat zalim dan yang dizalimi. Kita harus berani mempersingkat pembicaraan, memberhentikan, atau meninggalkannya. Syukur bila kita bisa memberi contoh bagaimana cara berbicara yang baik dan memberikan ilmu tentang bagaimana menjaga lisan. Yang pasti jangan dihina, direndahkan atau diremehkan, sebab kita bisa menjaga lisan pun karena pertolongan dan taufik Allah jua, hingga kita justru berutang kepada orang-orang yang belum baik lisannya.

Lalu bagaimana bila ada orang yang rajin membaca Alquran, tapi lisannya tak terjaga? Kita jangan terlalu mudah menilai orang lain, sebaiknya kita husnudzan dulu. Mungkin ia sedang berusaha keras untuk menjaga lisannya, tetapi belum mencapai hasil yang diharapkan.

Ada orang yang lahir di lingkungan yang buruk sekali sedemikian rupa hingga, walaupun ia banyak belajar ilmu agama dan sudah berusaha untuk berubah, pengaruh masa lalunya masih kuat sekali. Orang ini perlu perjuangan yang lebih gigih daripada orang-orang yang lahir dalam lingkungan yang baik.

Tidak pernah seseorang terampil menjaga lisannya kecuali dengan ilmu dan kesungguhan melatih diri. Percayalah, makin banyak bicara, makin banyak peluang tergelincir lidah. Dan kalau tergelincir lidah, selain akan berdosa juga kehormatan kita akan runtuh. Tetapi orang yang banyak bicara tak selalu berarti buruk. Yang buruk itu adalah orang yang banyak membicarakan kebatilan. Para guru, ustaz, atau kiai justru bisa menjadi masalah jika tak berbicara.

Ya Allah, Engkau Mahatahu niat di balik setiap patah kata yang terucap. Ampunilah jikalau lisan ini sering riya, dusta, melukai hati hamba-hamba-Mu, atau tak menepati janji. Basahi lidah kami dengan kelezatan menyebut nama-Mu. Jadikan lisan kami menjadi lisan yang Kau ijabah doanya, menjadi cahaya ilmu, dan menjadi bekal bagi kepulangan kami kelak kepada-Mu.

Dipersembahkan untuk siapa aja deh....
Mudah-mudahan ga hanya dibaca akan tetapi difahami dan diamalkan....
Best for you brother and sister...
^_^

Wassalamu'alaykum warohmatullahi wabarokatuh

Albantani
(05.30-26.04.10)


READ MORE - ~:: Bicara Yang Baik-baik Atau Lebih Baik Diam ::~

Takwa..., Semudah Itukah...?

Takwa..., Semudah Itukah...?

Kata "takwa" sangat sering kita dengar dalam ceramah-ceramah agama, sebagaimana kalimat ini mudah dan ringan diucapkan di lisan kita. Akan tetapi, sudahkah hakikat kalimat ini terwujud dalam diri kita secara nyata? Sudahkah misalnya ciri-ciri orang yang bertakwa yang disebutkan dalam ayat berikut ini terealisasi dalam diri kita?

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ، وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

"(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui." (Qs. Ali 'Imran: 134-135)

Maka mempraktekkan kalimat ini tidak semudah mengucapkannya, khususnya kalau kita mengetahui bahwa takwa yang sebenarnya adalah amalan hati dan bukan sekedar apa yang tampak pada anggota badan.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Takwa itu terletak di sini", sambil beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menunjuk ke dada/hati beliau tiga kali[1].

Di sinilah letak sulitnya merealisasikan takwa yang hakiki, kecuali bagi orang-orang yang dimudahkan oleh Allah Ta'ala, karena kalau anggota badan mudah kita kuasai dan tampakkan amal baik padanya, maka tidak demikian keadaan hati, sebab hati manusia tidak ada seorangpun yang mampu menguasainya kecuali Allah Ta'ala. Allah Ta'ala berfirman,

وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ

"Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi (menghalangi) antara manusia dan hatinya." (Qs. al-Anfaal: 24)

Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya semua hati manusia berada di antara dua jari dari jari-jari ar-Rahman (Allah Ta'ala), seperti hati yang satu, yang Dia akan membolak-balikkan hati tersebut sesuai dengan kehendak-Nya", kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa: "Wahai Allah Yang membolak-balikkan hati (manusia), palingkanlah hati kami untuk (selalu) taat kepad-Mu." [2]

Takwa yang Hakiki

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata, "Ketahuilah, sesungguhnya seorang hamba hanyalah mampu melalui tahapan-tahapan perjalanan menuju (ridha) Allah dengan hati dan keinginannya yang kuat, bukan (cuma sekedar) dengan (perbuatan) anggota badannya. Dan takwa yang hakiki adalah takwa (dalam) hati dan bukan takwa (pada) anggota badan (saja). Allah Ta'ala berfirman,

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

"Demikianlah (perintah Allah), dan barangsiapa yang mengagungkan syi'ar-syi'ar (perintah dan larangan) Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan (dalam) hati." (Qs. al-Hajj: 32)

(Dalam ayat lain) Allah berfirman,

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwan dari kamulah yang dapat mencapainya." (Qs. al-Hajj: 32)

Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

التقوى ههنا. ويشير إلى صدره ثلاث مرات.

"Takwa itu (terletak) di sini", dan beliau menunjuk ke dada (hati) beliau tiga kali[3], ...[4]

Imam an-Nawawi ketika menjelaskan makna hadits di atas, beliau berkata, "Artinya: Sesungguhnya amalan perbuatan yang tampak (pada anggota badan) tidaklah (mesti) menunjukkan adanya takwa (yang hakiki pada diri seseorang). Akan tetapi, takwa (yang sebenarnya) terwujud pada apa yang terdapat dalam hati (manusia), berupa pengagungan, ketakutan dan (selalu) merasakan pengawasan Allah Ta'ala."[5]

Makna takwa yang hakiki di atas sangatlah jelas, karena amal perbuatan yang tampak pada anggota badan manusia tidak mesti ditujukan untuk mencari ridha Allah Ta'ala semata. Lihatlah misalnya orang-orang munafik di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka menampakkan Islam secara lahir, dengan tujuan untuk melindungi diri mereka dari kaum muslimin, padahal dalam hati mereka tersimpan kekafiran dan kebencian yang besar terhadap agama Islam. Allah Ta'ala berfirman:

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاؤُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلاً

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah membalas tipu daya mereka, dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas-malasan, mereka bermaksud riya'/pamer (dengan shalat) di hadapan manusia, dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali." (Qs. An-Nisaa': 142)

Demikianlah keadaan manusia dalam mengamalkan agama Islam secara lahir, tidak semua bertujuan untuk mencari ridha-Nya. Bahkan di antara mereka ada yang mengamalkan Islam hanya ketika dirasakan ada manfaat pribadi bagi dirinya, dan ketika dirasakan tidak ada manfaatnya maka dia langsung berpaling dari agama Islam.

Mereka inilah yang dimaksud dalam firman Allah Ta'ala,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ

"Dan di antara manusia ada orang yang beribadah kepada Allah dengan berada di tepi (untuk memuaskan kepentingan pribadi), jika mendapatkan kebaikan (untuk dirinya), dia akan senang, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana/hilangnya nikmat, berbaliklah ia ke belakang (berpaling dari agama). Rugilah dia di dunia dan akhirat, yang demikian itu adalah kerugian yang nyata." (Qs. al-Hajj: 11)

Artinya: Dia masuk ke dalam agama Islam pada tepinya (tidak sepenuhnya), kalau dia mendapatkan apa yang diinginkannya maka dia akan bertahan, tapi kalau tidak didapatkannya maka dia akan berpaling[6].

Beberapa Contoh Pengamalan Takwa yang Hakiki

Beberapa contoh berikut ini merupakan pengamalan takwa yang hakiki, karena dilakukan semata-semata karena mencari ridha Allah dan bukan untuk memenuhi kepentingan pribadi dan hawa nafsu.

1- Firman Allah Ta'ala,

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ

"(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain." (Qs. Ali 'Imran: 134)

Ketiga perbuatan ini, berinfak/bersedekah dalam keadaan lapang maupun sempit, menahan kemarahan di saat kita mampu melampiaskannya dan memaafkan kesalahan orang yang berbuat salah kepada kita, adalah perbuatan yang bersumber dari ketakwaan hati dan bersih dari kepentingan pribadi serta memperturutkan hawa nafsu.

2- Firman Allah Ta'ala,

وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ على أَلاَّ تَعْدِلُوْا اِعْدِلُوْا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa." (Qs. al-Maaidah: 8)

Imam Ibnul Qayyim membawakan ucapan seorang ulama salaf yang menafsirkan sikap adil dalam ayat ini, beliau berkata, "Orang yang adil adalah orang yang ketika dia marah maka kemarahannya tidak menjerumuskannya ke dalam kesalahan, dan ketika dia senang maka kesenangannya tidak membuat dia menyimpang dari kebenaran."[7]

Kebanyakan orang bisa bersikap baik dan adil kepada orang lain ketika dia sedang senang dan ridha kepada orang tersebut, karena ini sesuai dengan kemauan hawa nafsunya. Tapi sikap baik dan adil meskipun dalam keadaan marah/benci kepada orang lain, hanya mampu dilakukan oleh orang yang memiliki ketakwaan dalam hatinya.

3- Doa yang diucapkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang shahih:

اللهم وأسألك خشيتك في الغيب والشهادة وأسألك كلمة الحق في الرضا والغضب وأسألك القصد في الفقر والغنى

"Ya Allah, aku minta kepada-Mu rasa takut kepada-Mu di waktu sendirian maupun di hadapan orang lain, dan aku minta kepada-Mu ucapan yang benar dalam keadaan senang maupun marah, dan aku minta kepada-Mu kesederhanaan di waktu miskin maupun kaya."[8]

Takut kepada Allah di waktu sendirian, ucapan yang benar dalam keadaan marah dan sikap sederhana di waktu kaya hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki takwa dalam hatinya.

4- Ucapan Yahya bin Mu'adz ar-Raazi[9], "Cinta karena Allah yang hakiki adalah jika kecintaan itu tidak bertambah karena kebaikan (dalam masalah pribadi/dunia) dan tidak berkurang karena keburukan (dalam masalah pribadi/dunia)"[10]

Cinta yang dipengaruhi dengan kebaikan/keburukan yang bersifat duniawai semata bukanlah cinta yang dilandasi ketakwaan dalam hati.

Kiat untuk Mencapai Takwa yang Hakiki

Berdasarkan keterangan para ulama ahlus sunnah, satu-satu cara untuk mewujudkan ketakwaan dalam hati, setelah berdoa kepada Allah Ta'ala, adalah dengan melakukan tazkiyatun nufus (pensucian jiwa/pembersihan hati), karena ketakwaan kepada Allah Ta'ala yang sebenarnya (ketakwaan dalam hati) tidak akan mungkin dicapai kecuali dengan berusaha mensucikan dan membersihkan jiwa dari kotoran-kotoran yang menghalangi seorang hamba untuk dekat kepada Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala Menjelaskan hal ini dalam firman-Nya,

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاها قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

"Dan (demi) jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan, Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (dengan ketakwaan), dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (dengan kefasikan)." (Qs. Asy Syams: 7-10)

Demikian juga sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam doa beliau, "Ya Allah, anugerahkanlah kepada jiwaku ketakwaannya, dan sucikanlah jiwaku (dengan ketakwaan itu), Engkau-lah Sebaik-baik Yang Mensucikannya, (dan) Engkau-lah Yang Menjaga serta Melindunginya." [11]

Imam Maimun bin Mihran[12] berkata, "Seorang hamba tidak akan mencapai takwa (yang hakiki) sehingga dia melakukan muhasabatun nafsi (introspeksi terhadap keinginan jiwa untuk mencapai kesucian jiwa) yang lebih ketat daripada seorang pedagang yang selalu mengawasi sekutu dagangnya (dalam masalah keuntungan dagang). Oleh karena itu ada yang mengatakan bahwa jiwa manusia itu ibaratnya seperti sekutu dagang yang suka berkhianat. Kalau Anda tidak selalu mengawasinya, dia akan pergi membawa hartamu (sebagaimana jiwa akan pergi membawa agamamu)"[13]

Ketika menerangkan pentingnya pensucian jiwa ini, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah berkata, "Orang-orang yang menempuh jalan (untuk mencari keridhaan) Allah, meskipun jalan dan metode yang mereka tempuh berbeda-beda, (akan tetapi) mereka sepakat (mengatakan) bahwa nafsu (jiwa) manusia adalah penghalang (utama) bagi hatinya untuk sampai kepada (ridha) Allah (sehingga) seorang hamba tidak (akan) mencapai (kedekatan) kepada Allah kecuali setelah dia (berusaha) menentang dan menguasai nafsunya (dengan melakukan tazkiyatun nufus)." [14]

Kemudian, pensucian jiwa yang benar hanyalah dapat dicapai dengan memahami dan mengamalkan petunjuk Allah dalam al-Qur'an dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Allah Ta'ala menjelaskan salah satu fungsi utama diturunkannya Al Qur-an, yaitu membersihkan hati dan mensucikan jiwa manusia dari noda dosa dan maksiat yang mengotorinya, dalam firman-Nya,

أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَداً رَابِياً وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَاءَ حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِثْلُهُ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ

"Allah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka aliran air itu itu membawa buih yang mengambang (di permukaan air). Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasaan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu.Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak berguna; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan." (Qs. Ar Ra'd: 17)

Ketika menafsirkan ayat di atas, Imam Ibnul Qayyim berkata, "(Dalam ayat ini) Allah Ta'ala mengumpamakan ilmu yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam dengan air (hujan), karena keduanya membawa kehidupan dan manfaat bagi manusia dalam kehidupan mereka di dunia dan akhirat. Kemudian Allah mengumpamakan hati manusia dengan lembah (sungai, danau dan lain-lain), hati yang lapang (karena bersih dari kotoran) akan mampu menampung ilmu yang banyak sebagaimana lembah yang luas mampu menampung air yang banyak, dan hati yang sempit (karena dipenuhi kotoran) hanya mampu menampung ilmu yang sedikit sebagaimana lembah yang sempit hanya mampu menampung air yang sedikit, Allah berfirman (yang artinya), "...Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya (daya tampungnya)." (Kemudian Allah berfirman yang artinya), "...Maka aliran air itu itu membawa buih yang mengambang (di permukaan air)." Ini adalah perumpamaan yang Allah sebutkan bagi ilmu (wahyu dari-N
ya) ketika kemanisan ilmu tersebut masuk dan meresap ke dalam hati manusia, maka ilmu tersebut akan mengeluarkan (membersihkan) dari hati manusia buih (kotoran) syubhat (kerancuan dalam memahami dan mengamalkan agama) yang merusak sehingga kotoran tersebut akan mengambang (tidak menetap) di permukaan hati, sebagaimana aliran air akan mengeluarkan kotoran dari lembah sehingga kotoran tersebut akan mengambang di permukaan air. Dan Allah Ta'ala mengabarkan bahwa kotoran tersebut mengambang dan mengapung di atas permukaan air, tidak menetap (dengan kuat) di atas tanah. Demikian pula (keadaan kotoran) syubhat yang rusak ketika ilmu mengeluarkan (membersihkan)nya (dari hati), syubhat tersebut akan mengambang dan mengapung di atas permukaan hati, tidak menetap dalam hati, bahkan (kemudian) akan dibuang dan disingkirkan (dari hati), sehingga (pada akhirnya) yang menetap pada hati tersebut adalah petunjuk (ilmu) dan agama yang benar (amal shaleh) yang bermanfaat yang bermanfaat bagi
orang tersebut dan orang lain, sebagaimana yang akan menetap pada lembah adalah air yang jernih dan buih (kotoran) akan tersingkirkan sebagai sesuatu yang tidak berguna. Tidaklah mampu (memahami) perumpaan-perumpaan dari Allah kecuali orang-orang yang berilmu." [15]

Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih mempertegas perumpaan di atas dalam sabda beliau, "Sesungguhnya perumpaan bagi petunjuk dan ilmu yang Allah wahyukan kepadaku seperti air hujan (yang baik) yang Allah turunkan ke bumi..."[16]

Imam Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Baari membawakan ucapan para ulama dalam menerangkan makna hadits ini, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuat perumpamaan bagi agama yang beliau bawa (dari Allah) seperti air hujan (yang baik) yang merata dan turun ketika manusia (sangat) membutuhkannya, seperti itu jugalah keadaan manusia sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka sebagaimana air hujan tersebut memberi kehidupan (baru) bagi negeri yang mati (kering dan tandus), demikian pula ilmu agama akan memberi kehidupan bagi hati yang mati..." [17]

Oleh karena itulah, Imam Ibnul Jauzi di sela-sela sanggahan beliau terhadap sebagian orang-orang ahli tasawuf yang mengatakan bahwa ilmu tentang syariat Islam tidak diperlukan untuk mencapai kebersihan hati dan kesucian jiwa, beliau berkata, "Ketahuilah bahwa hati manusia tidak (mungkin) terus (dalam keadaan) bersih. Akan tetapi (suatu saat mesti) akan bernoda (karena dosa dan maksiat), maka (pada waktu itu) dibutuhkan pembersih (hati), dan pembersih hati itu adalah menelaah kitab-kitab ilmu (agama untuk memahami dan mengamalkannya)" [18]

Penutup

Setelah membaca tulisan di atas, jelaslah bagi kita bagaimana pentingnya mengkaji dan memahami ilmu agama, karena inilah satu-satunya cara untuk meraih kemuliaan tingi dalam agama, yaitu ketakwaan hati dan kesucian jiwa. Oleh karena itu, sangat wajar kalau kita dapati para ulama Ahlus Sunnah menggambarkan kebutuhan manusia terhadap ilmu agama melebihi besarnya kebutuhan mereka terhadap semua kebutuan pokok dalam kehidupan mereka.
Alangkah indahnya ucapan Imam Ahmad bin Hambal, Imam ahlus Sunnah di jamannya, ketika menggambarkan kebutuhan manusia terhadap ilmu agama ini dalam ucapan beliau yang terkenal: "Kebutuhan manusia terhadap ilmu (agama) melebihi besarnya kebutuhan mereka terhadap makan dan minum, karena makan dan minum dibutuhkan sekali atau dua kali dalam sehari, adapun ilmu (agama) dibutuhkan (sesuai) dengan hitungan nafas manusia (setiap waktu)." [19]

Akhirnya, kami menutup tulisan ini dengan doa:
Ya Allah, anugerahkanlah kepada jiwa-jiwa kami semua ketakwaannya,
dan sucikanlah jiwa kami (dengan ketakwaan itu),
Engkau-lah Sebaik-baik Yang Mensucikannya,
(dan) Engkau-lah Yang Menjaga serta Melindunginya.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, 13 Ramadhan 1430 H

***

Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, M.A.
Artikel www.muslim.or.id

Footnote:

[1] HSR Muslim (no. 2564).

[2] HSR Muslim (no. 2654).

[3] HSR Muslim (no. 2564).

[4] Kitab al-Fawa-id (hal. 185).

[5] Kitab Syarh Shahih Muslim (16/121).

[6] Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/281).

[7] Kitab ar-Risalatut Tabuukiyyah (hal. 33).

[8] HR an-Nasa-i (3/54) dan Ahmad (4/264), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani.

[9] Biografi beliau dalam kitab Siyaru A'laamin Nubalaa' (13/15).

[10] Dinukil oleh Imam Ibnu Hajar al-'Asqalaani dalam Fathul Baari (1/62).

[11] HSR Muslim dalam Shahih Muslim (no. 2722).

[12] Beliau adalah Abu Ayyub Al Jazari Al Kuufi, seorang ulama tabi'in yang terpercaya (dalam meriwayatkan hadits) dan berilmu tinggi, beliau wafat tahun 117 H. Lihat kitab Taqriibut Tahdziib tulisan Imam Ibnu Hajar (hal. 513).

[13] Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Ighaatsatul Lahfaan (hal. 147- Mawaaridul Amaan).

[14] Kitab Ighaatsatul Lahfaan (hal. 132 - Mawaaridul Amaan).

[15] Kitab Miftaahu Daaris Sa'aadah (1/61).

[16] HSR Al Bukhari (no. 79) dan Muslim (no. 2282).

[17] Fathul Baari (1/177).

[18] Kitab Talbiisu Ibliis (hal.398).

[19] Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Miftaahu Daaris Sa'aadah (1/61) dan (1/81).

Artikel diambil dari Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah - http://muslim.or.id
Silakan kunjungi alamat lengkap artikel ini: http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/takwa-semudah-itukah.html
READ MORE - Takwa..., Semudah Itukah...?

Takwa..., Semudah Itukah...?

Takwa..., Semudah Itukah...?

Kata "takwa" sangat sering kita dengar dalam ceramah-ceramah agama, sebagaimana kalimat ini mudah dan ringan diucapkan di lisan kita. Akan tetapi, sudahkah hakikat kalimat ini terwujud dalam diri kita secara nyata? Sudahkah misalnya ciri-ciri orang yang bertakwa yang disebutkan dalam ayat berikut ini terealisasi dalam diri kita?

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ، وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

"(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui." (Qs. Ali 'Imran: 134-135)

Maka mempraktekkan kalimat ini tidak semudah mengucapkannya, khususnya kalau kita mengetahui bahwa takwa yang sebenarnya adalah amalan hati dan bukan sekedar apa yang tampak pada anggota badan.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Takwa itu terletak di sini", sambil beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menunjuk ke dada/hati beliau tiga kali[1].

Di sinilah letak sulitnya merealisasikan takwa yang hakiki, kecuali bagi orang-orang yang dimudahkan oleh Allah Ta'ala, karena kalau anggota badan mudah kita kuasai dan tampakkan amal baik padanya, maka tidak demikian keadaan hati, sebab hati manusia tidak ada seorangpun yang mampu menguasainya kecuali Allah Ta'ala. Allah Ta'ala berfirman,

وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ

"Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi (menghalangi) antara manusia dan hatinya." (Qs. al-Anfaal: 24)

Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya semua hati manusia berada di antara dua jari dari jari-jari ar-Rahman (Allah Ta'ala), seperti hati yang satu, yang Dia akan membolak-balikkan hati tersebut sesuai dengan kehendak-Nya", kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa: "Wahai Allah Yang membolak-balikkan hati (manusia), palingkanlah hati kami untuk (selalu) taat kepad-Mu." [2]

Takwa yang Hakiki

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata, "Ketahuilah, sesungguhnya seorang hamba hanyalah mampu melalui tahapan-tahapan perjalanan menuju (ridha) Allah dengan hati dan keinginannya yang kuat, bukan (cuma sekedar) dengan (perbuatan) anggota badannya. Dan takwa yang hakiki adalah takwa (dalam) hati dan bukan takwa (pada) anggota badan (saja). Allah Ta'ala berfirman,

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

"Demikianlah (perintah Allah), dan barangsiapa yang mengagungkan syi'ar-syi'ar (perintah dan larangan) Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan (dalam) hati." (Qs. al-Hajj: 32)

(Dalam ayat lain) Allah berfirman,

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwan dari kamulah yang dapat mencapainya." (Qs. al-Hajj: 32)

Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

التقوى ههنا. ويشير إلى صدره ثلاث مرات.

"Takwa itu (terletak) di sini", dan beliau menunjuk ke dada (hati) beliau tiga kali[3], ...[4]

Imam an-Nawawi ketika menjelaskan makna hadits di atas, beliau berkata, "Artinya: Sesungguhnya amalan perbuatan yang tampak (pada anggota badan) tidaklah (mesti) menunjukkan adanya takwa (yang hakiki pada diri seseorang). Akan tetapi, takwa (yang sebenarnya) terwujud pada apa yang terdapat dalam hati (manusia), berupa pengagungan, ketakutan dan (selalu) merasakan pengawasan Allah Ta'ala."[5]

Makna takwa yang hakiki di atas sangatlah jelas, karena amal perbuatan yang tampak pada anggota badan manusia tidak mesti ditujukan untuk mencari ridha Allah Ta'ala semata. Lihatlah misalnya orang-orang munafik di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka menampakkan Islam secara lahir, dengan tujuan untuk melindungi diri mereka dari kaum muslimin, padahal dalam hati mereka tersimpan kekafiran dan kebencian yang besar terhadap agama Islam. Allah Ta'ala berfirman:

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاؤُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلاً

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah membalas tipu daya mereka, dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas-malasan, mereka bermaksud riya'/pamer (dengan shalat) di hadapan manusia, dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali." (Qs. An-Nisaa': 142)

Demikianlah keadaan manusia dalam mengamalkan agama Islam secara lahir, tidak semua bertujuan untuk mencari ridha-Nya. Bahkan di antara mereka ada yang mengamalkan Islam hanya ketika dirasakan ada manfaat pribadi bagi dirinya, dan ketika dirasakan tidak ada manfaatnya maka dia langsung berpaling dari agama Islam.

Mereka inilah yang dimaksud dalam firman Allah Ta'ala,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ

"Dan di antara manusia ada orang yang beribadah kepada Allah dengan berada di tepi (untuk memuaskan kepentingan pribadi), jika mendapatkan kebaikan (untuk dirinya), dia akan senang, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana/hilangnya nikmat, berbaliklah ia ke belakang (berpaling dari agama). Rugilah dia di dunia dan akhirat, yang demikian itu adalah kerugian yang nyata." (Qs. al-Hajj: 11)

Artinya: Dia masuk ke dalam agama Islam pada tepinya (tidak sepenuhnya), kalau dia mendapatkan apa yang diinginkannya maka dia akan bertahan, tapi kalau tidak didapatkannya maka dia akan berpaling[6].

Beberapa Contoh Pengamalan Takwa yang Hakiki

Beberapa contoh berikut ini merupakan pengamalan takwa yang hakiki, karena dilakukan semata-semata karena mencari ridha Allah dan bukan untuk memenuhi kepentingan pribadi dan hawa nafsu.

1- Firman Allah Ta'ala,

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ

"(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain." (Qs. Ali 'Imran: 134)

Ketiga perbuatan ini, berinfak/bersedekah dalam keadaan lapang maupun sempit, menahan kemarahan di saat kita mampu melampiaskannya dan memaafkan kesalahan orang yang berbuat salah kepada kita, adalah perbuatan yang bersumber dari ketakwaan hati dan bersih dari kepentingan pribadi serta memperturutkan hawa nafsu.

2- Firman Allah Ta'ala,

وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ على أَلاَّ تَعْدِلُوْا اِعْدِلُوْا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa." (Qs. al-Maaidah: 8)

Imam Ibnul Qayyim membawakan ucapan seorang ulama salaf yang menafsirkan sikap adil dalam ayat ini, beliau berkata, "Orang yang adil adalah orang yang ketika dia marah maka kemarahannya tidak menjerumuskannya ke dalam kesalahan, dan ketika dia senang maka kesenangannya tidak membuat dia menyimpang dari kebenaran."[7]

Kebanyakan orang bisa bersikap baik dan adil kepada orang lain ketika dia sedang senang dan ridha kepada orang tersebut, karena ini sesuai dengan kemauan hawa nafsunya. Tapi sikap baik dan adil meskipun dalam keadaan marah/benci kepada orang lain, hanya mampu dilakukan oleh orang yang memiliki ketakwaan dalam hatinya.

3- Doa yang diucapkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang shahih:

اللهم وأسألك خشيتك في الغيب والشهادة وأسألك كلمة الحق في الرضا والغضب وأسألك القصد في الفقر والغنى

"Ya Allah, aku minta kepada-Mu rasa takut kepada-Mu di waktu sendirian maupun di hadapan orang lain, dan aku minta kepada-Mu ucapan yang benar dalam keadaan senang maupun marah, dan aku minta kepada-Mu kesederhanaan di waktu miskin maupun kaya."[8]

Takut kepada Allah di waktu sendirian, ucapan yang benar dalam keadaan marah dan sikap sederhana di waktu kaya hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki takwa dalam hatinya.

4- Ucapan Yahya bin Mu'adz ar-Raazi[9], "Cinta karena Allah yang hakiki adalah jika kecintaan itu tidak bertambah karena kebaikan (dalam masalah pribadi/dunia) dan tidak berkurang karena keburukan (dalam masalah pribadi/dunia)"[10]

Cinta yang dipengaruhi dengan kebaikan/keburukan yang bersifat duniawai semata bukanlah cinta yang dilandasi ketakwaan dalam hati.

Kiat untuk Mencapai Takwa yang Hakiki

Berdasarkan keterangan para ulama ahlus sunnah, satu-satu cara untuk mewujudkan ketakwaan dalam hati, setelah berdoa kepada Allah Ta'ala, adalah dengan melakukan tazkiyatun nufus (pensucian jiwa/pembersihan hati), karena ketakwaan kepada Allah Ta'ala yang sebenarnya (ketakwaan dalam hati) tidak akan mungkin dicapai kecuali dengan berusaha mensucikan dan membersihkan jiwa dari kotoran-kotoran yang menghalangi seorang hamba untuk dekat kepada Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala Menjelaskan hal ini dalam firman-Nya,

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاها قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

"Dan (demi) jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan, Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (dengan ketakwaan), dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (dengan kefasikan)." (Qs. Asy Syams: 7-10)

Demikian juga sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam doa beliau, "Ya Allah, anugerahkanlah kepada jiwaku ketakwaannya, dan sucikanlah jiwaku (dengan ketakwaan itu), Engkau-lah Sebaik-baik Yang Mensucikannya, (dan) Engkau-lah Yang Menjaga serta Melindunginya." [11]

Imam Maimun bin Mihran[12] berkata, "Seorang hamba tidak akan mencapai takwa (yang hakiki) sehingga dia melakukan muhasabatun nafsi (introspeksi terhadap keinginan jiwa untuk mencapai kesucian jiwa) yang lebih ketat daripada seorang pedagang yang selalu mengawasi sekutu dagangnya (dalam masalah keuntungan dagang). Oleh karena itu ada yang mengatakan bahwa jiwa manusia itu ibaratnya seperti sekutu dagang yang suka berkhianat. Kalau Anda tidak selalu mengawasinya, dia akan pergi membawa hartamu (sebagaimana jiwa akan pergi membawa agamamu)"[13]

Ketika menerangkan pentingnya pensucian jiwa ini, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah berkata, "Orang-orang yang menempuh jalan (untuk mencari keridhaan) Allah, meskipun jalan dan metode yang mereka tempuh berbeda-beda, (akan tetapi) mereka sepakat (mengatakan) bahwa nafsu (jiwa) manusia adalah penghalang (utama) bagi hatinya untuk sampai kepada (ridha) Allah (sehingga) seorang hamba tidak (akan) mencapai (kedekatan) kepada Allah kecuali setelah dia (berusaha) menentang dan menguasai nafsunya (dengan melakukan tazkiyatun nufus)." [14]

Kemudian, pensucian jiwa yang benar hanyalah dapat dicapai dengan memahami dan mengamalkan petunjuk Allah dalam al-Qur'an dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Allah Ta'ala menjelaskan salah satu fungsi utama diturunkannya Al Qur-an, yaitu membersihkan hati dan mensucikan jiwa manusia dari noda dosa dan maksiat yang mengotorinya, dalam firman-Nya,

أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَداً رَابِياً وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَاءَ حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِثْلُهُ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ

"Allah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka aliran air itu itu membawa buih yang mengambang (di permukaan air). Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasaan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu.Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak berguna; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan." (Qs. Ar Ra'd: 17)

Ketika menafsirkan ayat di atas, Imam Ibnul Qayyim berkata, "(Dalam ayat ini) Allah Ta'ala mengumpamakan ilmu yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam dengan air (hujan), karena keduanya membawa kehidupan dan manfaat bagi manusia dalam kehidupan mereka di dunia dan akhirat. Kemudian Allah mengumpamakan hati manusia dengan lembah (sungai, danau dan lain-lain), hati yang lapang (karena bersih dari kotoran) akan mampu menampung ilmu yang banyak sebagaimana lembah yang luas mampu menampung air yang banyak, dan hati yang sempit (karena dipenuhi kotoran) hanya mampu menampung ilmu yang sedikit sebagaimana lembah yang sempit hanya mampu menampung air yang sedikit, Allah berfirman (yang artinya), "...Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya (daya tampungnya)." (Kemudian Allah berfirman yang artinya), "...Maka aliran air itu itu membawa buih yang mengambang (di permukaan air)." Ini adalah perumpamaan yang Allah sebutkan bagi ilmu (wahyu dari-N
ya) ketika kemanisan ilmu tersebut masuk dan meresap ke dalam hati manusia, maka ilmu tersebut akan mengeluarkan (membersihkan) dari hati manusia buih (kotoran) syubhat (kerancuan dalam memahami dan mengamalkan agama) yang merusak sehingga kotoran tersebut akan mengambang (tidak menetap) di permukaan hati, sebagaimana aliran air akan mengeluarkan kotoran dari lembah sehingga kotoran tersebut akan mengambang di permukaan air. Dan Allah Ta'ala mengabarkan bahwa kotoran tersebut mengambang dan mengapung di atas permukaan air, tidak menetap (dengan kuat) di atas tanah. Demikian pula (keadaan kotoran) syubhat yang rusak ketika ilmu mengeluarkan (membersihkan)nya (dari hati), syubhat tersebut akan mengambang dan mengapung di atas permukaan hati, tidak menetap dalam hati, bahkan (kemudian) akan dibuang dan disingkirkan (dari hati), sehingga (pada akhirnya) yang menetap pada hati tersebut adalah petunjuk (ilmu) dan agama yang benar (amal shaleh) yang bermanfaat yang bermanfaat bagi
orang tersebut dan orang lain, sebagaimana yang akan menetap pada lembah adalah air yang jernih dan buih (kotoran) akan tersingkirkan sebagai sesuatu yang tidak berguna. Tidaklah mampu (memahami) perumpaan-perumpaan dari Allah kecuali orang-orang yang berilmu." [15]

Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih mempertegas perumpaan di atas dalam sabda beliau, "Sesungguhnya perumpaan bagi petunjuk dan ilmu yang Allah wahyukan kepadaku seperti air hujan (yang baik) yang Allah turunkan ke bumi..."[16]

Imam Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Baari membawakan ucapan para ulama dalam menerangkan makna hadits ini, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuat perumpamaan bagi agama yang beliau bawa (dari Allah) seperti air hujan (yang baik) yang merata dan turun ketika manusia (sangat) membutuhkannya, seperti itu jugalah keadaan manusia sebelum diutusnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka sebagaimana air hujan tersebut memberi kehidupan (baru) bagi negeri yang mati (kering dan tandus), demikian pula ilmu agama akan memberi kehidupan bagi hati yang mati..." [17]

Oleh karena itulah, Imam Ibnul Jauzi di sela-sela sanggahan beliau terhadap sebagian orang-orang ahli tasawuf yang mengatakan bahwa ilmu tentang syariat Islam tidak diperlukan untuk mencapai kebersihan hati dan kesucian jiwa, beliau berkata, "Ketahuilah bahwa hati manusia tidak (mungkin) terus (dalam keadaan) bersih. Akan tetapi (suatu saat mesti) akan bernoda (karena dosa dan maksiat), maka (pada waktu itu) dibutuhkan pembersih (hati), dan pembersih hati itu adalah menelaah kitab-kitab ilmu (agama untuk memahami dan mengamalkannya)" [18]

Penutup

Setelah membaca tulisan di atas, jelaslah bagi kita bagaimana pentingnya mengkaji dan memahami ilmu agama, karena inilah satu-satunya cara untuk meraih kemuliaan tingi dalam agama, yaitu ketakwaan hati dan kesucian jiwa. Oleh karena itu, sangat wajar kalau kita dapati para ulama Ahlus Sunnah menggambarkan kebutuhan manusia terhadap ilmu agama melebihi besarnya kebutuhan mereka terhadap semua kebutuan pokok dalam kehidupan mereka.
Alangkah indahnya ucapan Imam Ahmad bin Hambal, Imam ahlus Sunnah di jamannya, ketika menggambarkan kebutuhan manusia terhadap ilmu agama ini dalam ucapan beliau yang terkenal: "Kebutuhan manusia terhadap ilmu (agama) melebihi besarnya kebutuhan mereka terhadap makan dan minum, karena makan dan minum dibutuhkan sekali atau dua kali dalam sehari, adapun ilmu (agama) dibutuhkan (sesuai) dengan hitungan nafas manusia (setiap waktu)." [19]

Akhirnya, kami menutup tulisan ini dengan doa:
Ya Allah, anugerahkanlah kepada jiwa-jiwa kami semua ketakwaannya,
dan sucikanlah jiwa kami (dengan ketakwaan itu),
Engkau-lah Sebaik-baik Yang Mensucikannya,
(dan) Engkau-lah Yang Menjaga serta Melindunginya.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, 13 Ramadhan 1430 H

***

Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, M.A.
Artikel www.muslim.or.id

Footnote:

[1] HSR Muslim (no. 2564).

[2] HSR Muslim (no. 2654).

[3] HSR Muslim (no. 2564).

[4] Kitab al-Fawa-id (hal. 185).

[5] Kitab Syarh Shahih Muslim (16/121).

[6] Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/281).

[7] Kitab ar-Risalatut Tabuukiyyah (hal. 33).

[8] HR an-Nasa-i (3/54) dan Ahmad (4/264), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani.

[9] Biografi beliau dalam kitab Siyaru A'laamin Nubalaa' (13/15).

[10] Dinukil oleh Imam Ibnu Hajar al-'Asqalaani dalam Fathul Baari (1/62).

[11] HSR Muslim dalam Shahih Muslim (no. 2722).

[12] Beliau adalah Abu Ayyub Al Jazari Al Kuufi, seorang ulama tabi'in yang terpercaya (dalam meriwayatkan hadits) dan berilmu tinggi, beliau wafat tahun 117 H. Lihat kitab Taqriibut Tahdziib tulisan Imam Ibnu Hajar (hal. 513).

[13] Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Ighaatsatul Lahfaan (hal. 147- Mawaaridul Amaan).

[14] Kitab Ighaatsatul Lahfaan (hal. 132 - Mawaaridul Amaan).

[15] Kitab Miftaahu Daaris Sa'aadah (1/61).

[16] HSR Al Bukhari (no. 79) dan Muslim (no. 2282).

[17] Fathul Baari (1/177).

[18] Kitab Talbiisu Ibliis (hal.398).

[19] Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Miftaahu Daaris Sa'aadah (1/61) dan (1/81).

Artikel diambil dari Muslim.or.id: Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah - http://muslim.or.id
Silakan kunjungi alamat lengkap artikel ini: http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/takwa-semudah-itukah.html
READ MORE - Takwa..., Semudah Itukah...?

PESAWAT TERHEBAT ITU BERNAMA...

Ketika saya mengajarkan
saudara saya yang usianya
masih balita merakit sebuah
pesawat kecil banyak sekali
pertanyaan yang dia lontarkan
kepada saya salah satunya
yaitu “kaka pesawat apa yang
paling hebat dan paling
bagus ?”.
Saya pun berfikir pesawat jenis
apa yang paling hebat,
terbayang berbagai jenis
pesawat di kepala saya, dan
dalam hati saya berkata “saya
pun harus memiliki alasannya
kenapa disebut hebat, karena
pasti adik kecil ini bertanya
alasannya ” lalu saya menjawab
“pesawat boeing 747” dan
ternyata benar, dia bertanya
alasannya “kenapa?” saya
jelaskan bahwa pesawat
tersebut memiliki kecepatan
yang sangat cepat dan
memiliki ruang yang sangat
besar, hingga muat ditumpangi
oleh banyak orang. Lalu adik
kecil itupun dengan cepat
membalas ucapan saya dan
berkata “kalau begitu bumi lah
pesawat yang paling hebat!!!” .
Beruntunglah adik kecil itu
tidak bertanya seberapa
tangguh bumi itu ….. karena
akan sulit menjelaskannya,
betul?Namun benar “seberapa
tangguh bumi yang anda
pijak ?” apa jawaban anda?
Tentu anda akan menjawab
“ sangat tangguh” mengapa
demikian?apakah anda dapat
menjelaskan alasannya?
Bumi, tempat hidup manusia
ini, merupakan sebuah pesawat
ruang angkasa yang sangat
besar dan canggih. Bayangkan,
dengan penumpang berjumlah
sekitar 6 miliar manusia, bumi
yang kita pijak ini beegerak
dengan kecepatan yang
sungguh sangat dahsyat yaitu
lebih dari 100.000 km/jam.
Kalau anda naik bus yang
melaju di jalan tol dengan
penumpang sekitar 50 orang,
kecepatannya tidak akan
melebihi dari 200 km/jam.
Kalau anda naik pesawat
boeing 747 yang merupakan
pesawat penumpang tersbesar
saat ini, kecepatannya hanya
berkisar antara 900-1.000 km/
jam dan penumpangnya pun
tak lebih dari 600 orang.
Pesawat tercepat yang dibuat
manusia, yaitu pesawat ulang
alik, ternyata juga masih
terlalu jauh untuk bisa
menyamai kecepatan bumi.
Kecepatan pesawat ulang alik
hanya sekitar 20.000 km/jam.
Kecepatan dan kapasitas, baru
sebagian kecil dari
kecanggihan yang dimiliki
bumi, karena tentu masih
sanga banyak lagi yang
lainnya, yang bahkan mungkin
tak terhingga. Agus mustofa
dalam bukunya Ternyata
akhirat tidak kekal
menyatakan bahwa dengan
kemiringan 23,5 derajat, bumi
berputar pada porosnya seperti
sebuah gangsing.
Dengan perputaran ini
memungkinkan terjadinya
siang dan malam, dan belahan
Kutub Utara serta Selatan
berkesempatan mendapatkan
sinar matahari. Selain itu, bumi
kita ini juga dilengkapi dengan
pasak-pasak berupa gunung
yang tidak menjadikannya
tidak bergoncang. Fungsinya
kurang lebih seperti fungsi
timah pada velg mobil yang
memberikan keseimbangan
pada perputaran roda.
Bumi juga memiliki mekanisme
sirkulasi air yang sangat
mengagumkan. Bayangkan
saja, berjuta-juta ton air
terkandung dalam awan yang
terbang di atas kepala kita. Air
itu lantas menyirami bumi yang
kering melalui proses hujan.
Dan airpun terus berputar
melakukan siklusnya di bumi
dengan tiada henti sebagai
salah satu peran dalam drama
kolosal jagat raya ini.
Untuk melindungi diri dari
serangan benda-benda luar
angkasa, bumi pun dilengkapi
dengan tameng berupa
atmosfer yang terdiri atas
tujuh lapis. Sebagaimana kita
ketahui, di luar angkasa sana
banyak sekali batu-batuan
yang berseliweran.
Atmosferlah yang
menghancurkan bebatuan yang
menyerang bumi. Atmosfer
yang juga berputar sangat
cepat karena perputaran bumi,
menjadikan setiap benda langit
yang relative kecil yang
menuju bumi hancur lebur
karena gesekan yang terjadi.
Sungguh, semua mekanisme
yang ada itu tentu bukanlah
merupakan suatu kebetulan.
Semuanya tidak terjadi dan
berjalan dengan sendirinya.
Semua mekanisme itu ada yang
merencanakan, menciptakan,
mengatur dan
menjalankannya. Dialah Allah,
Rabb semesta alam.
يِذَّلا َلَعَج ُمُكَل َضْرألا
اًشاَرِف َءاَمَّسلاَو ًءاَنِب
َلَزْنَأَو َنِم ِءاَمَّسلا ًءاَم
َجَرْخَأَف ِهِب َنِم ِتاَرَمَّثلا
اًقْزِر ْمُكَل الَف اوُلَعْجَت
ِهَّلِل اًداَدْنَأ ْمُتْنَأَو
َنوُمَلْعَت
“Dialah yang menjadikan bumi
sebagai hamparan bagimu dan
langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari
langit, lalu Dia menghasilkan
dengan hujan itu segala buah-
buahan sebagai rezki untukmu;
karena itu janganlah kamu
mengadakan sekutu-sekutu
bagi Allah, padahal kamu
mengetahui. ” (Q.S Al Baqarah
[2]: 22)
Allahu Akbar…. Sungguh Allah
Maha Besar yang telah
menciptakan langit dan bumi
beserta isinya, keharmonisan
struktur alam jagat raya ini
sekiranya cukup untuk
menambah rasa Iman kita
kepada Allah SWT . Semoga
kita termasuk orang-orang
yang pandai bersyukur. Amin.
Wallahu’alam bishawab. (Irma
Fatmawati - Homepi)
Author : PercikanIman.ORG
Shared By Catatan Catatan
Islami Pages
READ MORE - PESAWAT TERHEBAT ITU BERNAMA...

Wahai muslimah

Persismu permata berlian menjadi rebutan pejuang
keutuhan yang tersimpan di balik tabir yang tenang
Keayuan yang terpancar disinar cahaya iman
itulah muslimah harapan muslimah harapan... harapan
Gerak langkahnya yang sopan disulam zikir di ingatan
keyakinan yang mendalam menjadi tangan perjuangan
Jasad hayatnya diserahkan untuk sebuah perjuangan
itulah muslimah harapan ...
READ MORE - Wahai muslimah

~ Melihat n Menata Diri ~

siapa diri ini ?
untuk apa berada disini?
bagaimana hidup dijalani?
bekal apa yang akan menemani?
siapkah jika diri ini kembali?


nyata'a aku bukan orang yg byk harta, tp. .bukan itu yg dmaksud.
nyata'a aku bukanlah sarjana, tp. .bukan itu yg dmaksud.
dan juga. .aku bukanlah pejabat, tp. .bukan itu yg dmaksud.

Lalu???

Wallahua'lam bishshawab. .


Buka mata, lhtlah diri ini
Buka telinga, dengarlah diri ini
Buka pikiran, terawanglah diri ini
Buka hati, jawablah diri ini


Bingung???

Tentu. . . Sebab diri ini tak pernah mengenal

maka. .kenalilah. .niscaya. .ketenangan diri ini akan hadir. .dengan kasih-sayang-NYA

BANGKIT !
LIHATLAH SEKELILINGMU!
APA YG SUDAH KAU LAKUKAN!
LIHATLAH!
JANGAN HANYA KAU PIKIRKAN MASA DEPANMU!

BERJUANGLAH. .DAN BERKORBANLAH. . .

JANGAN MENANTI HASIL'A!
TP. .PERJUANGKANLAH APA YG MENJADI HAK MEREKA. .KARENA ALLAH. .

TAK USAH KAU TERBUAI!

INGATLAH SENYUMAN MEREKA
READ MORE - ~ Melihat n Menata Diri ~

SaLam PerJuanGan SauDariKu...!!!

Saudariku,
Kapan kita kan kembali berjabat mesra
Bila kepongahan dan keangkuhan
Semakin hari kian menggila?
Bila nafsu untuk menguasai,
Menghancurkan dan merendahkan
Begitu menggebu dan kian rakusnya?


Saudariku,
Kapan kita kan berpeluk sayang
Bila senyuman dan manisnya kata-katahanya fatamorgana?
Bila tangan lebih suka berkubang dalam kotoran
dan amisnya darah
Mencekik dan menyantap bangkai sesama dan menghalalkan segala cara?


Saudariku,
Kapan musuhkan gemetar melihat kita
Bila kita masih terburai tak tahu bagiannya
Masing-masing berebut segala corak dan bentuk
berhala dunia?
Bila tujuan tak lagi mulia
Mengharap status dan kehormatan semata?


Saudariku,
Lupakan segala kepongahan dan kengkuhan!
Kita berada bukan untuk apa-apa
hanya mengabdi kepadaNYA!


Saudariku,
Rangkul aku dalam mesramu
Jabat erat tanganku dengan segenap cintamu
Biarkan kita melebur dan menyatu
Hingga musuh tak lagi kuasa
Menyuntikkan nafsu yang meraja


SaudariKu..
Kuatkan tuLang tuLang ketaqwaan
Kokohkan sendi sendi Iman
Dobrak Tirani Liberalisme
Runtuhkan Tembok Kapitalisme
Lubangi Setiap Hati yang membatu akibat sekularisme
Tenangkan Jiwa jiwa yang Guncang Oleh virus Individualisme



Wahai Sang Penggenggam Alam Semesta
Hanya kepadaMU kami mengadu
Hanya Engkau yang Maha Perkasa
Kami memohon yaitu
Satukan hati kami dalam ukhuwah yang disinari oleh Iman dan Islam.



dedicated : for aLL mujahidah2 peJuang KemuLiaan Islam..!ALLAHUAKBAR..


READ MORE - SaLam PerJuanGan SauDariKu...!!!

10 HAL

Seorang sholihin berkata,

“Aku memperhatikan dan memikirkan dari pintu mana syetan masuk ke dalam diri manusia. Ternyata ia masuk melalui sepuluh pintu :

Pertama, Serakah dan buruk sangka. Maka aku melawannya dengan sifat qona’ah (merasa cukup dengan apa yang ada) dan sikap percaya (yakin).

Kedua, cinta kehidupan dan panjang cita-cita. Maka aku melawannya dengan rasa takut maut menjemput secara tiba-tiba.

Ketiga, ingin hidup santai dan serba nikmat. Maka aku melawannya dengan hilangnya kenikmatan dan perhitungan yang pahit.

Keempat, ujub (bangga diri). Maka aku melawannya dengan kesadaran bahwa semua yang ada adalah anugerah dari Allah dan dengan rasa takut akan akibat yang akan terjadi.

Kelima, Meremehkan dan kurang menghormati orang lain. Maka aku melawannya dengan mengetahui hak dan kehormatan mereka.

Keenam, dengki. Maka aku melawannya dengan qona’ah dan puas dengan apa yang Allah bagikan kepada makhluk-Nya.

Ketujuh, riya dan senang dipuji orang. Maka aku melawannya dengan ikhlas.

Kedelapan, kikir. Maka aku melawannya dengan kesadaran akan binasanya apa-apa yang ada di tangan makhluk dan kekalnya apa-apa yang ada di sisi Allah swt.

Kesembilan, sombong. Maka aku melawannya dengan sifat tawadlu (rendah hati).

Kesepuluh, tamak. Maka aku melawannya dengan tsiqoh (yakin) terhadap apa yang ada pada sisi Allah dan zuhud (meninggalkan apa yang ada pada manusia).



READ MORE - 10 HAL

Memaafkan dan Melupakan

Ma'af adalah kata benda yang berarti ampunan. Diberikan kepada kesalahan, karena didorong oleh perasaan kasih, cinta, sayang, maupun tak tega. Ketika menjadi kata kerja memaafkan, maknanya sebuah tindakan yang penuh dengan kebijakan yang bernuansa kemanusiaan yang tinggi.


Lupa adalah kata keadaan yang berarti alpa. Semacam tanda kekurangawasan dari yang bersangkutan. Tetapi ketika menjadi kata kerja melupakan, mengandung makna melumpuhkan diri sendiri, sehingga seseorang menjadi alpa, tidak lagi ingat kepada sesuatu.

Memaafkan mengandung rasa mengampuni, tetapi tidak menjanjikan untuk bersedia menganggap itu tak pernah terjadi. Tetap menuliskannya di dalam sejarah, namun tidak lagi dengan luapan emosi yang normal. Peristiwa tersebut dilirihkan, dikendurkan, agar tak mampu menyentuh perasaan lagi.

Melupakan adalah seperti membatalkan kejadian. Tak hanya menghapus dari kenangan, tetapi juga mengeluarkan hal tersebut dari sejarah. Tapi di pihak lain, melupakan tak pernah mengampuni, tapi hanya ingin melenyapkan. Jadi memaafkan tak selamanya berarti melupakan. Namun melupakan, bila tak ada pernyataan secara formal, sebenarnya secara diam-diam memaafkan.

Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan terlepas dari hubungan dengan manusia lain. Memaafkan dan terkadang melupakan merupakan bagian dari kebutuhan hubungan sosial. Tanpa perasaan memaafkan, maka tidak akan berlangsung kehidupan manusia hingga saat ini. Niscaya akan ada banyak perselisihan yang tak kan pernah habisnya. Manusia sebagai makhluk yang berakal juga memiliki perasaan. Kedua potensi itu memungkinkan untuk memiliki sifat-sifat yang mulia, tapi juga sebaliknya. Kedua potensi itu pula dapat merendahkan manusia lebih dari binatang.

Rasa marah, kecewa adalah perasaan yang tidak dipungkiri dapat hinggap ke dalam hati setiap manusia. Rasa sakit yang ditahan, rasa kecewa yang kerap disimpan, keduanya bukan tidak mungkin justru malah akan menimbulkan penyakit hati manusia. Manusia tidak akan pernah sempurna tanpa kehadiran manusia lainnya. Rasa marah yang mungkin saat ini disimpan, pernahkah terbesit kehadiran, keberadaan, dan keberhasilan kita juga karena kehadiran manusia lainnya.

Memaafkan dan melupakan dilakukan karena tiada berguna menahan perasaan yang justru membatasi kita dalam bergerak. Memaafkan dan melupakan dilakukan karena buat apa perasaan yang dimiliki justru malah menyempitkan hati. Memaafkan dan melupakan dilakukan karena ternyata perasaan yang kita tahan membedakan perilaku kita sesama saudara. Memaafkan dan melupakan dilakukan karena jika ternyata emosi yang kita tahan lahir bukan karena Allah SWT.

Islam sebagai agama yang mulia pun mengatur hubungan antar manusia. Bahkan Rasulullah SAW tidak memperkenankan saudara sesama muslim menahan amarah yang melahirkan permusuhan. Dalam sabda Rasulullah SAW, “Tidak halal seorang muslim memutuskan hubungan dengan saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga hari. Barangsiapa memutuskan lebih dari tiga hari dan meninggal, maka ia masuk neraka.” (HR. Abu Dawud, 5/215, Shahihul Jami’ : 7635).

Abu Ayyub Radhiallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak halal bagi seorang memutuskan hubungan saudaranya lebih dari tiga malam. Saling berpapasan tapi yang ini memalingkan muka dan yang itu (juga) membuang muka. Yang terbaik di antara keduanya yaitu yang memulai salam.” (HR. Bukhari, Fathul Bari : 10/492).

Sungguh, memang perasaan manusia terkadang menjadi perasaan yang tidak mudah dimengerti. Tapi Allah SWT memberikan manusia hati dan akal yang membuat manusia lebih mulia dari makhluk lainnya yang digunakan untuk memahami. Memiliki sifat memaafkan dikatakan sebagai sifat yang mulia. Karena dalam sifat maaf terhimpun sifat-sifat mulia lainnya. Hanya yang memiliki kesabaran dan kelapangan jiwa yang dapat memaafkan dengan tulus.

Kelembutan hati dan besarnya ruang jiwa yang diberikan akan melahirkan sifat pengertian yang tidak mudah dimiliki. Seperti halnya ketika Rasulullah SAW sedang duduk seketika ditarik janggutnya hingga memerah oleh seorang Arab Badui. Tetapi Rasulullah SAW tidak marah dan membalasnya. Atau ketika Rasulullah SAW dilempari batu oleh penduduk Thaif, yang bagi malaikat jibril sudah mengundang pedih dan menawarkan untuk menimpa mereka dengan gunung Uhud. Tapi, tahukah engkau jawaban manusia yang paling mulia ini? Rasulullah SAW tidak membalasnya dan menjawab, “Sesungguhnya mereka hanya kaum yang belum mengerti,” lalu Rasulullah SAW mendo’akan semoga mereka mendapat hidayah.

Tertunduk lemas hati ini jika bercermin kepada Rasulullah SAW. Sangat jauh dan betapa mudahnya membiarkan hati disempitkan oleh perasaan emosi yang datang dari syaitan.

Ya, di kehidupan ini menuju akhirat kelak, kita bukan hanya memerlukan untuk menjaga nama diperhatikan oleh makhluk langit, dengan beribadah semestinya. Tetapi kita juga perlu menjaga nama kita di antara makhluk bumi, agar ketika amal yang dilakukan tidak berkurang karena ada yang keberatan akan perilaku kita.

Maka… memaafkan dan melupakan.

Wallahu a’lam bish-shawab.

http://alfach.com/2008/08/14/memaafkan-dan-melupakan/

READ MORE - Memaafkan dan Melupakan

10 nasehat ali bin abi thalib.

RENUNGAN N KISAH INSPIRATIF
10 nasehat ali bin abi thalib

1. Dosa terbesar adalah “Ketakutan”.


2. Rekreasi terbaik adalah “Bekerja”.


3. Musibah terbesar adalah “Keputusasaan”.


4. Keberanian terbesar adalah “Kesabaran”.


5. Guru terbaik adalah “Pengalaman”.


6. Misteri terbesar adalah “Kematian”.


7. Kehormatan terbesar adalah “Kesetiaan”.


8. Karunia terbesar adalah “Anak yang sholeh”.


9. Sumbangan terbesar adalah “Partisipasi”.


10. Modal terbesar adalah “Kemandirian”.
READ MORE - 10 nasehat ali bin abi thalib.

JATAH MAKANAN UNTUK "SANG PEMIMPIN"

dinukil dan diedit dari terjemahan:
BAINA YADAI UMAR karangan Khalid Muhammad Khalid)

oleh: KH. BACHTIAR AHMAD
========================

Ketika terjadi masa paceklik ditahun-tahun pemerintahannya di Madinah, “Amirul Mukminin” Umar bin Khattab r.a menyuruh para sahabat yang membantunya untuk menyembelih unta, yang kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada seluruh penduduk Madinah.

Pada waktu makan siang “sang khalifah” Umar. mendapati daging punuk yang lembut dan sepotong hati unta terhidang di-meja makannya. Lalu Umar bertanya kepada keluarganya;

“Dari mana makanan ini ?.”

Salah seorang anaknya menjelaskan, bahwa daging punuk dan hati unta itu berasal dari unta yang disembelih sebagaimana yang ia perintahkan. Dan para sahabat sengaja menyisihkan sedikit bagian itu untuk makan siang “sang pemimpin”

Demi mendengar penjelasan itu Umar ibnul Khattab lalu mengemasi meja dengan tangannya sendiri dan kemudian berkata kepada salah seorang pembantu yang ada di dekatnya:

“Hai Aslam berikan ini kepada mereka yang lebih berhak; yang belum mendapat bagian terbaik; karena untuk merekalah unta itu disembelih. Dan tolong bawakan kepadaku roti dan minyak wijen untuk makan siangku.”

Setelah itu Umar lalu bergumam:

“Ya Allah ampunilah dosaku dan dosa para sahabatku; tujuan mereka memang baik; tapi aku tak mau menanggung malu di hadapan-Mu lantaran aku memakan makanan yang enak-enak; sementara orang lain; yang oleh karena merekalah untua-unta itu disembelih hanya memakan tulang dan bagian kerasnya.”

Dan seperti biasanya Umar lalu menangis sesunggukan; karena sangat malunya kepada Allah SWT yang telah memberi kepercayaan kepadanya sebagai “amirul mukminin”

*****

Andaisaja “keteladanan” yang ditunjukkan oleh amirul mukminin “Umar ibnul Khattab r.a ini dilakoni oleh “sedikit” saja pemimpin di negeri ini; maka “insya Allah” akan berkurang orang-orang miskin yang kelaparan di negeri yang penduduknya mayoritas “muslim” ini.

Wallahua’lam

Bagansiapiapi; 11 Jumadil Awal 1431 H / 25 April 2010
KH. BACHTIAR AHMAD
READ MORE - JATAH MAKANAN UNTUK "SANG PEMIMPIN"

SEPULUH SERUAN BUMI ......


-----------------------
Bumi ini setiap hari menyeru kepada manusia dengan sepuluh seruan :

1. Wahai Anak Adam, kalian berjalan diatas punggungku, sedangkan tempat kembali kalian adalah di dalam perutku.

2. Kalian berbuat dosa diatas punggungku, sedangkan kalian akan disiksa di dalam perutku.

3. Kalian tertawa diatas punggungku, padahal kalian akan menangis didalam perutku.

4. Kalian bergembira diatas punggungku, sedangkan kalian akan bersedih didalam perutku.

5. Kalian mengumpul-ngumpulkan harta diatas punggungku, sedangkan kalian akan menyesalinya didalam perutku.

6. Kalian memakan barang yang haram diatas punggungku, sedangkan belatung akan memakan tubuhmu didalam perutku.

7. Kalian bersikap sombong diatas punggungku, sedangkan kalian akan menjadi hina di dalam perutku

8. Kalian bisa berjalan bersukaria diatas punggungku, sedangkan kalian akan sedih didalam perutku.

9. Kalian bisa berjalan dibawah cahaya matahari, bulan dan lampu diatas punggungku, sedangkan kalian akan berada dalam kegelapan di dalam perutku.

10. Kalian bisa berkumpul-kumpul diatas punggungku, sedangkan kalian akan tinggal sendirian di dalam perutku.



cepsasdika.blogspot.com

READ MORE - SEPULUH SERUAN BUMI ......

Tentang Cinta......

Cinta tidak mempunyai umur, ia sentiasa memudakan dirinya.

Kaum lelaki sering mempersoalkan kelemahan wanita kerana sering mengalirkan airmata. Tetapi, segagah-gagah dan perwiranya lelaki, sadarlah bahwa suatu hari nanti mereka juga akan mengalirkan airmata syahdu kerana satu perkara kecil, yaitu karena ‘cinta’. Alangkah misterinya cinta seorang wanita yg dianggap lemah sehingga boleh mengalirkan airmata seorang wira! Aneh, tetapi itulah hakikatnya.

”Cinta tidak mempunyai undang-undang.
Cinta pandang pertama adalah cinta yang akan kekal abadi.
Cinta lebih tua daripada alam ini kerana alam ini dijadikan ALLAH atas dasar cinta.” ~Al-Muttanabi~

Di suatu hari kau datang dan bertanya padaku apa yang lebih penting: “Dirimu atau nyawaku.” Dan aku menjawab, “Nyawaku lebih penting,” dan kau pun berlalu dengan penuh kekecewaan tanpa pernah kau sadari bahawa kaulah nyawaku itu. “Sesungguhnya kau adalah cinta dan nyawaku dalam hidup ini.”

Setiap orang punya rasa cinta. Tapi tak semua orang dapat merasai cinta. Setiap orang pernah bercinta. Tapi tak semua mampu mengecapi bahagia.
Keikhlasan berarti tidak mengharapkan balasan atas perbuatan kita. Keikhlasan dalam bercinta berarti tidak mengharapkan balasan cinta atas kasih yang kita curahkan padanya.

Cinta itu apabila kamu bertemu dan membuat pilihan yang tepat.
Cinta seringkali akan lari bila kita mencari, tetapi cinta juga seringkali dibiarkan pergi bila ia menghampiri.

Cinta pertama adalah kenangan. Cinta kedua menjadi pengajaran. Dan cinta yang seterusnya adalah satu keperluan kerana hidup tanpa cinta bagaikan masakan tanpa garam. Lantaran itu jagalah cinta yang dianugerahkan itu sebaik-baiknya. Agar ia terus mekar dan wangi sepanjang musim.

“Cinta tidak pernah meminta, ia sentiasa memberi. Cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan.” ~Mahatma Ghandi~

”Cinta ialah penyakit.” ~Taufiq Al-Hakim~

Yang termanis daripada yang manis di dunia ini ialah pujian kekasih yang terlontar daripada rasa cintanya

Tuhan memberi kita 2 kaki untuk berjalan, 2 tangan untuk memegang, 2 telinga untuk mendengar dan 2 mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita? Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah namanya Cinta.

Ada 2 titis air mata mengalir di sebuah sungai. Satu titis air mata tu menyapa air mata yg satu lagi, "Saya air mata seorang gadis yang mencintai seorang lelaki tetapi telah kehilangannya. Siapa kamu pula?" Jawab titis air mata kedua tu," Saya air mata seorang lelaki yang menyesal membiarkan seorang gadis yang mencintai saya berlalu begitu saja."

Cinta sejati adalah ketika dia mencintai orang lain, dan kamu masih mampu tersenyum, sambil berkata, “Aku turut berbahagia untukmu.”

Jika kita mencintai seseorang, kita akan sentiasa mendoakannya walaupun dia tidak berada disisi kita.

Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.

Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari telinga. Jadi jika kamu mau berhenti menyukai seseorang, cukup dengan menutup telinga. Tapi apabila kamu coba menutup matamu dari orang yang kamu cintai, cinta itu berubah menjadi titisan air mata dan terus tinggal dihatimu dalam jarak waktu yang cukup lama.

Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.

Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia , lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya . Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.

Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas karunia itu.

Jangan melarikan diri dari 'cinta' apabila ia berada di hadapan kamu. Jangan melarikan diri dari padanya, karena suatu hari nanti kamu pasti akan mengingatnya kembali dan menyesali perbuatanmu itu.

”Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat.” ~Hamka~

Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat.

Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan cintamu kepadanya.

Seandainya kamu ingin mencintai atau memiliki hati seorang gadis, ibaratkanlah seperti menyunting sekuntum mawar merah. Kadangkala kamu mencium harum mawar tersebut tetapi kadangkala kamu terasa bisa duri mawar itu menusuk jari.

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu. Hanya untuk menemukan bahawa pada akhirnya menjadi tidak berarti dan kamu harus membiarkannya pergi.

Kamu tahu bahwa kamu sangat merindukan seseorang, ketika kamu memikirkannya hatimu hancur berkeping-keping.
Dan hanya dengan mendengar kata "hai" darinya, dapat menyatukan kembali kepingan hati tersebut.

Tuhan ciptakan 100 bahagian kasih sayang. 99 disimpan disisi-Nya dan hanya 1 bagian diturunkan ke dunia. Dengan kasih sayang yang satu bahagian itulah, makhluk saling berkasih sayang sehingga kuda mengangkat kakinya kerana takut anaknya terpijak.

Kadangkala kamu tidak menghargai orang yang mencintai kamu sepenuh hati, sehingga kamu kehilangannya. Pada saat itu, tiada guna menyesal karena perginya tanpa berpatah lagi.

Jangan karena cinta, kita gugur dari perjuangan, dan jangan karena cinta juga, prinsip kita menjadi larut dan cair. Cinta tidak semestinya akan berakhir dengan perkawinan dan perkawinan juga tidak semestinya akan menoktahkan titik akhir kepada percintaan. Kesetiaan akan mengikat cinta, kecurangan akan melenyapkan segala kemanisan cinta. Sebuah perkawinan akan menjadi indah jika cinta terus bersama.

Cinta sejati ialah kasih Tuhan kepada hamba-NYA. Kasih murni ialah kasih ibu bapak kepada anaknya. Kasih saudara masa berada. Kasih sahabat masa binasa. Kasih suami isteri sepenanggungan. Kasih orang menaruh harapan.
Jangan mencintai seseorang seperti bunga, karena bunga mati kala musim berganti. Cintailah mereka seperti sungai, kerana sungai mengalir selamanya.
Cintailah seseorang itu atas dasar siapa dia sekarang dan bukan siapa dia sebelumnya. Kisah silam tidak perlu diungkit lagi kiranya kamu benar mencintainya setulus hati.

”Rasa percintaan lebih pahit dari empedu .Teman percintaan ialah sayu dan pilu, namun demikian, dara dan teruna tetap berpusu-pusu terjerumus ke dalamnya kerana dianggap seperti lautan madu.” ~Raja Pedang Deir~

Hati-hati dengan cinta, karena cinta juga dapat membuat orang sehat menjadi sakit, orang gemuk menjadi kurus, orang normal menjadi gila, orang kaya menjadi miskin, raja menjadi budak, jika cintanya itu disambut oleh para pecinta palsu.

Terdapat banyak gemintang di langit tetapi hanya satu saja yang begitu benderang sehingga dapat menarik perhatianmu. Dari kalangan yang kamu pilih untuk abaikan ialah sebutir bintang yang sanggup menyinarimu walau dimana saja kamu berada.

Tak usah sebut masalah cinta jika kamu tidak sebenar-benarnya mengambil kisah. Tak usah bercakap tentang perasaan, jika ia tidak berada di hatimu. Tak usahlah menunjuk ke dada, jika kamu berhasrat melukakan hati pasanganmu

Minat bukan bermaksud cinta, bangga bukan berarti cinta, kagum juga bukan bermaksud cinta, dan suka juga tidak serasi dengan cinta, malah sayang pun bukan cinta. Tetapi, cinta itu adalah ‘cinta’.

Mungkin apa yang kamu sayangi atau cintai tersimpan keburukan di dalamnya, dan mungkin apa yang kamu benci tersimpan kebaikan di dalamnya.

Cinta kepada harta artinya bakhil, cinta kepada perempuan artinya alam. Cinta kepada diri artinya bijaksana, cinta kepada mati artinya hidup dan cinta kepada Tuhan artinya Takwa.

Lemparkan seorang yang bahagia dalam bercinta ke dalam laut, pasti ia akan membawa seekor ikan. Lemparkan pula seorang yang gagal dalam bercinta ke dalam gudang roti, pasti ia akan mati kelaparan.

Seandainya kamu dapat berbicara dalam semua bahasa manusia dan alam , tetapi tidak mempunyai perasaan cinta dan kasih, dirimu tak ubah seperti gong yang bergaung atau sekadar canang yang gemerincing.

Cinta adalah keabadian, dan kenangan adalah hal terindah yang pernah dialami.
Siapapun pandai menghayati cinta tapi tiada siapapun yang pandai menilai cinta karena cinta bukan objek yang boleh di lihat oleh mata kasar. Sebaliknya cinta hanya dapat ditilik melalui hati dan perasaan.

Cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dasyatnya cinta!

Permulaan cinta adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan di dalam dirinya.

”Cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setitis embun yang turun dari langit, bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus, tumbuhlah oleh karena embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh kepada tanah yang subur,di sana akan tumbuh kesuciaan hati, keikhlasan, setia, budi pekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji.” ~Hamka~

Kata-kata cinta yang lahir hanya sekadar di bibir dan bukannya di hati mampu melumatkan seluruh jiwa raga, manakala kata-kata cinta yang lahir dari hati yang ikhlas mampu untuk mengobati segala luka di hati orang yang mendengarnya.

Cinta dan kasih sayang adalah jawaban yang dapat menyembuhkan segala penyakit, dan jalan yang menuju kepada rasa cinta dan kasih sayang hanyalah melalui kemaafan.

Cinta umpama bunga di taman yang sedang mekar. Hiasilah, jagalah taman kamu untuk kelihatan cantik dan ceria, dan seandainya kamu tidak berbuat demikian, layulah bunga di taman dan rusaklah cinta yang sejati.

Kamu tidak pernah tahu bila kamu akan jatuh cinta. Namun apabila sampai saatnya itu, raihlah dengan kedua tanganmu dan jangan biarkan dia pergi dengan sejuta rasa tanda tanya dihatinya.

”Satu-satunya cara agar kita memperolehi kasih sayang ialah jangan menuntut agar kita dicintai, tetapi mulailah memberi kasih sayang kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan.” ~Dale Carnagie~

Cinta bukanlah kata murah dan lumrah dituturkan dari mulut ke mulut tetapi cinta adalah anugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia dapat menilai kesuciannya.

Bukan laut namanya jika airnya tidak berombak. Bukan cinta namanya jika perasaan tidak pernah terluka. Bukan kekasih namanya jika hatinya tidak pernah merindu dan cemburu.

Bercinta memang mudah. Untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang kita cintai itulah yang sukar diperoleh.

Cinta itu membuatkan kamu gembira walaupun ia sering melukakan. Cinta itu istimewa jika ia diberikan kepada orang yang bertuah.
Cinta ibarat pasu antik. Ia sukar ditemui, sukar diperoleh tapi mudah untuk jatuh berderai

Andainya hadirnya cinta sekadar untuk mengecewakan, lebih baik cinta itu tak pernah hadir.

Cinta sesuatu yang mengasyikkan, ia boleh membuat kita hilang kewarasan pikiran. Cinta juga sebenarnya indah jika pandai menghayatinya. Sebaliknya cinta boleh jadi racun jika salah tempat.

Apa pun cinta itu buta.
Anyamlah buih-buih di laut demi membuktikan cinta yang suci tanpa menodai keaslian pantai itu.
Cinta sebenarnya tidak buta. Cinta adalah sesuatu yang murni, luhur dan diperlukan.
Apa yang buta ialah bila cinta itu menguasai dirimu tanpa pertimbangan.
Cinta bukanlah dari kata-kata tetapi dari segumpal keinginan diberi pada hati yang memerlukan. Tangisan juga bukanlah pengubat cinta kerana ia tidak mengerti perjalananan hati naluri.

Kejarlah cita-cita sebelum cinta. Apabila tercapainya cita-cita maka dengan sendirinya cinta itu akan hadir.

Kecewa bercinta bukan bermakna dunia sudah berakhir. Masa depan yang cerah berdasarkan pada masa lalu yang telah dilupakan. Kamu tidak dapat melangkah dengan baik dalam kehidupan kamu sampai kamu melupakan kegagalan kamu dan rasa kekecewaan itu.

Hanya diperlukan waktu seminit untuk menaksir seseorang, sejam untuk menyukai seseorang dan sehari untuk mencintai seseorang. Tetapi diperlukan waktu seumur hidup untuk melupakan seseorang.

Ada cinta yang agung antara hamba dan Tuhannya. Cinta kudus antara bunda dan anaknya. Ada cinta rafik yang setia. Ada cinta birahi antara kekasih seorang dara. Ada cinta persaudaraan yang tiada bandingnya. Ada cinta sesama makhluk yang begitu mulia dan cinta dikatakan hampir tidak memilih usia. Ia juga tidak mengira rona bangsa. Tidak ada miskin kaya dalam catatan kamus cinta. Justru, cinta dikatakan sesuatu yang cukup luar biasa dalam cakrawala hidup setia jiwa.

Ketika sebuah cinta mengungkapkan suatu kejujuran, dia tidak akan berbohong. Tidak akan ada sebuah konspirasi untuk mendahulukan sebuah nafsu untuk memiliki. Tidak akan ada sebuah harapan untuk mendapatkan sebuah kebahagiaan. Tetapi hanya akan mendambakan untuk bisa mendapatkan kesempatan untuk memberikan sesuatu yang lebih berharga.

Cinta laki-laki seumpama gunung, ia besar tapi konstan dan (sayangnya) rentan. Ada waktu ia meletus memuntahkan lahar, menghanguskan apa saja yang ditemuinya.
Cinta perempuan seumpama kuku, ia hanya sehujung jari, tapi tumbuh perlahan-lahan, diam-diam dan terus menerus bertambah. Jika dipotong, ia tumbuh dan tumbuh lagi.

Manusia tidak jatuh kedalam cinta, dan tidak juga keluar dari cinta. Tapi manusia tumbuh dan besar dalam cinta.

Cinta yang berwujud dalam sebuah tindakan agung: "Memaafkan".

Cinta karunia Ilahi mengapa mesti dibenci? Yang harus dibenci dan dihindari ialah kepalsuan, bukan cinta.

Hidup tanpa cinta seperti makanan tanpa garam. Olehnya itu, kejarlah cinta seperti kau mengejar masa, dan apabila kau sudah mendapat cinta itu, jagailah ia seperti kau menjaga dirimu. Sesungguhnya cinta itu karunia Tuhan yang Maha Agung.

”Aku mencintaimu,” sukarkah untuk dilafadzkan?

”Tidak ada cinta yang tidak cemburu” ~Pepatah Perancis~

Sesuatu percintaan yang terjalin di antara dua insan itu tak ada kemesraan atau kemanisannya sekiranya sentiasa membayangi akan kemusnahan, kekecewaan dan kehancuran.

Cintailah orang yang engkau kasihi itu sekedarnya saja, barangkali dia akan menjadi orang yang kau benci pada suatu hari kelak. Juga bencilah terhadap orang yang kau benci itu sekedarnya belaka, barangkali dia akan menjadi orang yang engkau kasihi pada suatu hari nanti.

Menerima cinta dari seseorang secara terburu-buru tanpa usul periksa latar belakangnya akan merugikan, kerana cendawan yang tumbuh melata jika terus dimakan dikuatirkan beracun.

Usah diratapi perpisahan dan kegagalan bercinta kerana hakikatnya jodoh itu bukan ditangan manusia. Atas kasih sayang Tuhan kau dan dia bertemu dan atas limpahan kasih-Nya jua kau dan dia dipisahkan bersama hikmah yg tersembunyi. Pernahkah kau terfikir kebesaran-Nya itu?

Cinta itu adalah api yang dingin. Siapa yang mendekatinya tidak akan terbakar tetapi tertangkap ke dalamnya.

Jika kasih sayang telah mencapai batasnya, maka ia dinamakan Cinta. "Cinta adalah kasih sayang yang melimpah". Cinta juga lebih istimewa dibanding kasih sayang, sebab setiap cinta sama dengan kasih sayang, tetapi tidak semua kasih sayang sama dengan cinta.

Bercintalah dengan pelajaran, bertunanglah dengan mengulangkaji, berkawinlah dengan periksaan dan berbulan madulah dengan kejayaan.

Cinta adalah suatu bentuk ungkapan keabadian yg tidak mampu dijelaskan melalui untaian kata-kata indah tapi melalui kenyataan pahit yang hidup dan sakit.

Cinta itu tidak menjanjikan sebuah rumah tangga aman damai, tetapi penerimaan dan tanggungjawab adalah asas utama kebahagiaan rumah tangga. Cinta hanya sebuah keindahan perasaan. Cinta akan bertukar menjadi tanggungjawab apabila terbinanya sebuah rumahtangga.

Janganlah mengigil kedinginan kerana hilangnya cinta .Tetapi mengigillah dengan kedinginan kerana tiada lagi ada rasa.

Jangan pernah bermimpi tentang cinta tanpa mampu memperjuangkannya.
Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang bukanlah jaminan dia akan membalas cintamu. Jangan mengharapkan balasan cinta, tunggulah sampai cinta berkembang di hatinya, tetapi jika tidak, berbahagialah karena cinta tumbuh di hatimu.

Berkasih sayang adalah suatu akhlak yang mulia. Oleh itu semai dan bajailah rasa kasih sayang dan cinta terhadap sesama insan, lebih-lebih lagi kepada ALLAH karena ALLAH terlalu kasihan hamba-Nya lebih daripada seorang ibu mengasihi anaknya.

Cinta.... ia tetap hadir, ia datang bukan dengan nafsu atau keinginan tetapi kepasrahan tentang yang mutlak. Itulah cinta terulung.

Cinta bukanlah dari kata-kata tetapi dari segumpal keinginan diberi pada hati yang memerlukan.

Usah gembira pada kelahiran cinta pertama. Juga usahlah menangis di awal kegagalan karena kekeliruan seimbang pertemuan dan perpisahan. Kebahagiaan tidak semestinya kekal abadi.

Pergaulan dan cinta di antara lelaki dan perempuan pada hari ini diibaratkan seperti minyak dengan api, apabila tersentuh maka terbakar menyalalah ia.

Cinta adalah sebuah telaga yang tiada dasarnya.

Untuk menyelami cinta dan cita-cita, anggap dulu cinta itu derita dan cita -cita itu cahaya. Sebelum mendekati arti cinta, mengertilah dahulu arti cita-cita dan sebelum mengenal cinta, kenallah dahulu cita-cita.

Cinta yang terselip dusta ibarat kehidupan yang bercampur gaul dengan penghinaan.

Cinta adalah jika kamu kehilangan rasa, gairah, romantika dan masih tetap menghargainya.

Cinta lebih mudah mekar di hati yang sedang dilanda kecewa. Cinta seperti ini adalah cinta yang mengharapkan belas kasihan, sebab itu bila sepi telah punah maka selalunya cinta juga akan turut terbang.

Bukan dikatakan cinta apabila yang menjadi tujuannya semata-mata untuk memiliki sepenuhnya. Tetapi cinta itu ialah kebersamaan di dalam kecenderungan dan kegemaran serta perasaan bahawa diri orang yang anda cintai itu tidak kurang pentingnya dari anda.

Jangan sesekali mengkhianati perasaan hati kamu, kerana akibatnya hanya kamu yang akan sengsara, bukan orang lain. Salah satu cara paling sukar dalam hidup ialah mencari orang yang tahu segala kelemahan dan kekurangan diri kamu, tetapi dia masih sangup menyayangi dan mencintai kamu dengan sepenuh hatinya.

”Hanya ada satu pelita yang dapat kita pegang dan sentiasa menyala di mana-manapun jua, yang tetap akan menerangi tempat-tempat yang jauh seperti menerangi tempat kita sendiri, yaitu rasa cinta dan kasih sayang pada segala yang bernyawa.” ~Innayan Khan~

Manusia merasa kesepian dari cinta karena mereka kerap hanya membangun dinding, bukannya jambatan kasih sayang.

”Mereka yang cintanya selalu dibalas, kurang mengerti perasaan cinta yang sebenarnya.” ~Khan~

Cinta yang dikaitkan dengan kepentingan pribadi akan berubah menjadi putus asa.

Dalam percintaan kamu janganlah kamu sesali perpisahan, tetapi sesalilah pertemuan karena tanpa pertemuan tidak ada perpisahan.

Kamu tidak akan mati karena cinta, tetapi cinta cukup meracuni hidup kamu
Kawinilah orang yang lebih mencintai diri kita daripada kita mencintai diri orang itu. Itu lebih baik daripada mengawini orang yang kita cintai tetapi tidak menyintai diri kita, kerana adalah lebih mudah mengubah pendirian diri sendiri daripada mengubah pendirian orang lain.

Hiduplah dengan cinta! Tetapi bukan bererti cinta buta. Kita dapat mencintai hidup dengan lebih baik, yaitu cintailah sekelilingmu, baik yang ada diluar dirimu atau didalam dirimu.

Cinta yang suci dapat dilihat dari pengorbanan seseorang, bukanlah dari pemberian semata-mata.

Rasa cinta itu jika dipupuk ke arah dan sinar yang lurus akan membawa pengekalan abadi.
Selagi usia di kandung badan .Selagi jiwa merantai hati

Bibir tidak perlu berkata , bila hati sudah bersuara nada cinta dan rindu.

Cinta membuatkan orang bersemangat untuk hidup, rasa cinta adalah satu rangsangan indah dalam kehidupan. Cinta adalah sesuatu yang subjektif, susah untuk ditafsirkan. Kadangkala kita merasakan apa yang kita alami itu cinta, tapi sebenarnya bukan.

Cinta adalah penyakit manakala perasaan adalah kumannya. Perkawinan pula merupakan obat penawarnya.

Ibaratkanlah kehilangan cinta itu umpama hilangnya cincin permata di lautan luas yang tiada bertepi dan harus dilupakan.

Pabila cinta tidak diajarkan di rumah, hampir tidak masuk akal untuk mempelajarinya di mana pun.

Cinta yang tak berbalas itu bagaikan layang-layang putus talinya.

Kata pujangga cinta letaknya di hati. Meskipun tersembunyi, namun getarannya jelas sekali. Ia mampu mempengaruhi fikiran sekaligus mengendalikan tindakan kita sehingga kadangkala kita melakukan hal terbodoh tanpa sedari.

Mencintai itu umpama bermain piano. Pertama, kita bermain ikut peraturannya. Kemudian, lupakan peraturannya dan main ikuti hati.

Ruang kosong di antara celah-celah jari kita dicipta untuk dipenuhi oleh jari-jari orang lain.

Cinta menaklukkan segala-galanya. Cinta dapat mengubah pondok kayu menjadi istana emas

”Hidup kalau tak memakai cinta tak ubahnya seperti bumi kehilangan matahari.” ~Aswir~

Kamu tidak pernah kalah atau kecewa dalam mencintai atau menyayangi. Anda cuma kalah jika anda bertangguh.

Cinta dimulai dengan senyuman, tumbuh dengan dekapan dan seringkali berakhir dengan air mata.
Cinta menekan pertimbangan, memandang ringan bahaya dan cinta memandang enteng akan kematian
Tiada kasih yang lebih manis daripada kasih cinta. Tiada kasih yang lebih ngeri dari putus cinta

Cinta monyet ialah cinta kekanak-kanakan. Cinta palsu adalah sekadar basa-basi. Cinta materialistik merusakkan jiwa. Cinta sejati ialah cinta yang akan menghasilkan cita-cita yang luhur dan abadi.

Cinta adalah penyakit dan perkawinan ialah sehat. Sakit dan sehat tidak bertemu.

Seseorang yang pernah mengalami kegagalan dalam percintaan, maka dia akan melihat kebahagiaan itu laksana melihat pelangi. Tidak pernah pelangi itu berada di atas kepalanya. Selamanya dia melihat pelangi itu berada di atas kepala orang lain.

Hanya hati yang dapat menilai arti cinta sejati. Dengarkan kata hati dan cinta sejati tidak berlandaskan nafsu kerana ia adalah suci, lahir dari kasih dan sayang.

Cinta akan hidup bersama dengan waktu. Pabila waktu itu mati, maka matilah cinta suci itu

”Seorang wanita akan memandang rendah terhadap lelaki yang menyatakan cinta kepadanya, terkecuali kalau memang lelaki itu yang diharapkannya.” ~Elizabeth Stoddard~
”Lelaki itu prosa alam, perempuan sajaknya. Cinta itu lagu dan perkawinan orkestranya.” ~Pepatah Denmark~

Cinta boleh tumbuh dalam madu dan racun.
Cinta tidak selalu bersama jodoh tapi jodoh selalu bersama cinta.

”Kehidupan ini seumpama bunga, maka cinta adalah madunya.” ~Hamka~
”Manusia yang dibakar api cinta dapat melihat di dalam gelap.” ~Peribahasa Mexico~
”Hidup tanpa cinta ibarat taman tidak berbunga.” ~Pepatah Inggris~
”Cinta itu tidak buta, tetapi ia tidak melihat.” ~Pepatah Jerman~
”Barangsiapa yang belum pernah jatuh cinta, ia telah membangunkan langit di atas bumi.” ~Pujangga Barat~
"Orang yang menulis surat cinta itu kurus dan orang yang membacanya gemuk." ~Pepatah Belanda~
"Keburukan dapat disembunyikan apabila timbulnya rasa cinta." ~Pepatah Yunani~



http://www.acehforum.or.id/tentang-cinta-t2780.html
READ MORE - Tentang Cinta......

Tujuan Syariat Islam

Diturunkannya Syariat Islam kepada manusia tentu memiliki “tujuan” yang sangat mulia. Paling tida, ada “delapan” tujuan. Pertama, memelihara atau melindungi agama dan sekaligus memberikan hak kepada setiap orang untuk memilih antara beriman atau tidak, karena, “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam” (QS. Al Baqaarah, 2:256). Manusia diberi kebebasan mutlak untuk memilih, “…Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir” (QS. Al Kahfi, 18:29).

Pada hakikatnya, Islam sangat menghormati dan menghargai hak setiap manusia, bahkan kepada kita sebagai mu’min tidak dibenarkan memaksa orang-orang kafir untuk masuk Islam. Berdakwah untuk menyampaikan kebenaran-Nya adalah kewajiban. Namun demikian jika memaksa maka akan terkesan seolah-olah kita butuh dengan keislaman mereka, padahal bagaimana mungkin kita butuh keislaman orang lain, sedangkan Allah SWT saja tidak butuh dengan keislaman seseorang. Tetapi bila seseorang dengan kesadarannya sendiri akhirnya masuk Islam, maka wajib dipaksa oleh Ulul Amri untuk melaksanakan Syariat Islam.

Dengan memilih muslim, maka tidak ada alasan bagi seseorang untuk tidak melaksanakan kewajibannya. Seandainya ada seorang muslim tidak shalat, hal ini “bukan hanya” urusan pribadi tapi menjadi urusan semua muslim terutama Ulul Amri. Jika ada seorang muslim tidak melaksanakan kewajiban shalat karena dia tidak yakin akan kewajiban shalat, maka Empat Mahzab dan jumhur (mayoritas) ulama sepakat menyatakan yang bersangkutan kafir. Yang karenanya harus dihukumkan kafir, artinya bila dalam tiga hari dia tidak segera sadar, maka dihukumkan sebagai murtad yang halal darahnya sehingga Ulul Amri bisa menjatuhkan hukuman mati. Tapi, seandainya tidak shalatnya yang bersangkutan bukan karena tidak yakin, tapi karena alasan malas misalnya, maka dalam hal ini “tiga” mazhab (Syafi’i, Hanafi, Maliki) menyatakan yang bersangkutan berdosa besar, sementra Mazhab Hambali tetap mengkafirkannya.

Lalu bagaimana Ulul Amri menerapkan hukum bagi muslim yang tidak shalat karena malas? Pertama, Ulul Amri tentu saja berkewajiban mengingatkannya. Andaikata yang bersangkutan tetap tidak mau shalat padahal sudah diingatkan oleh Ulul Amri, menurut Mahzab Syafei dan Maliki, yang bersangkutan wajib dihukum mati. Imam Hanafi, sependapat dengan Mahzab Syafei dan Maliki, bahwasanya yang bersangkutan tidak bisa dihukumkan kafir, karena memang alasannya malas bukan mengingkari hukum Allah. Tetapi Imam Hanafi tidak sependapat dengan hukuman mati, karena selama tidak kafir berarti haram darahnya. Pandangan beliau, Ulul Amri harus memberikan hukuman kepada yang bersangkutan dengan dipenjara sampai yang bersangkutan sadar dan mau shalat. Sedangkan Mahzab Hambali, berpendapat dan berkeyakinan, bahwa seorang yang mengaku muslim lalu tidak shalat apa pun alasannya apakah karena tidak yakin atau malas, maka yang bersangkutan harus dihukumkan kafir. Beliau berpegang teguh kepada hadits Rasulullah Saw yang menyatakan, “Perbedaan antara muslim dan kafir adalah meninggalkan shalat”.

Yang kedua, “melindungi jiwa”. Syariat Islam sangat melindungi keselamatan jiwa seseorang dengan menetapkan sanksi hukum yang sangat berat, contohnya hukum “qishash”. Di dalam Islam dikenal ada “tiga” macam pembunuhan, yakni pembunuhan yang “disengaja”, pembunuhan yang “tidak disengaja”, dan pembunuhan “seperti disengaja”. Hal ini tentunya dilihat dari sisi kasusnya, masing-masing tuntutan hukumnya berbeda. Jika terbukti suatu pembunuhan tergolong yang “disengaja”, maka pihak keluarga yang terbunuh berhak menuntut kepada hakim untuk ditetapkan hukum qishash/mati atau membayar “Diyat” (denda). Dan, hakim tidak punya pilihan lain kecuali menetapkan apa yang dituntut oleh pihak keluarga yang terbunuh. Berbeda dengan kasus pembunuhan yang “tidak disengaja” atau yang “seperti disengaja”, di mana Hakim harus mendahulukan tuntutan hukum membayar “Diyat” (denda) sebelum qishash.

Bahwasanya dalam hukum qishash tersebut terkandung jaminan perlindungan jiwa, kiranya dapat kita simak dari firman Allah SWT: “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah, 2:179). Bagaimana mungkin di balik hukum qishash dapat disebut, “ada jaminan kelangsungan hidup”, padahal pada pelaksanaan hukum qishash bagi yang membunuh maka hukumannya dibunuh lagi ? Memang betul, bila hukum qishash dilaksanakan maka ada “dua” orang yang mati (yang dibunuh dan yang membunuh), tapi dampak bila hukum ini dilaksanakan, maka banyaklah jiwa yang terselamatkan. Karena seseorang akan berfikir beribu kali bila mau membunuh orang lain, sebab risikonya dia akan diancam dibunuh lagi.

Kalau seorang pencuri terbukti benar bahwa dia mencuri, maka hukuman yang dijatuhkannya adalah potong tangan, maka seumur hidup orang akan mengetahui kalau dia mantan pencuri. Demikian pula, kalau seorang perampok dijatuhi hukuman potong tangan kanan dan kaki kiri secara bersilang, maka dia seumur hidupnya tidak akan dapat membersihkan dirinya bahwa dia mantan perampok. Dampak dari hukuman ini akan dapat membawa ketenangan dan kenyamanan hidup bermasyarakat dan bernegara.

Yang ketiga, “perlindungan terhadap keturunan”. Islam sangat melindungi keturunan di antaranya dengan menetapkan hukum “Dera” seratus kali bagi pezina ghoiru muhshon (perjaka atau gadis) dan rajam (lempar batu) bagi pezina muhshon (suami/istri, duda/jand) (Al Hadits). Firman Allah SWT : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” (An Nuur, 24:2). Ditetapkannya hukuman yang berat bagi pezina tidak lain untuk melindungi keturunan. Bayangkan bila dalam 1 tahun saja semua manusia dibebaskan berzina dengan siapa saja termasuk dengan orangtua, saudara kandung dan seterusnya, betapa akan semrawutnya kehidupan ini.

Yang keempat, “melindungi akal”. Permasalahan perlindungan akal ini sangat menjadi perhatian Islam. Bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah Saw menyatakan, “Agama adalah akal, siapa yang tiada berakal (menggunakan akal), maka tiadalah agama baginya”. Oleh karenanya, seseorang harus bisa dengan benar mempergunakan akalnya. Seseorang yang tidak bisa atau belum bisa menggunakan akalnya atau bahkan tidak berakal, maka yang bersangkutan bebas dari segala macam kewajiban-kewajiban dalam Islam. Misalnya dalam kondisi lupa, sedang tidur atau dalam kondisi terpaksa. Kesimpulannya, bahwa hukum Allah hanya berlaku bagi bagi orang yang berakal atau yang bisa menggunakan akalnya.

Betapa sangat luar biasa fungsi akal bagi manusia, oleh karena itu kehadiran risalah Islam di antaranya untuk menjaga dan memelihara agar akal tersebut tetap berfungsi, sehingga manusia bisa menjalankan syariat Allah dengan baik dan benar dalam kehidupan ini. Demikian pula, agar manusia dapat mempertahankan eksistensi kemanusiaannya, karena memang akallah yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk Allah yang lain.

Untuk memelihara dan menjaga agar akal tetap berfungsi, maka Islam mengharamkan segala macam bentuk konsumsi baik makanan, minuman atau apa pun yang dihisap misalnya, yang dapat merusak atau mengganggu fungsi akal. Yang diharamkan oleh Islam adalah khamar. Yang disebut khamar bukanlah hanya sebatas minuman air anggur yang dibasikan seperti di zaman dahulu, tapi yang dimaksud khamar adalah, “setiap segala sesuatu yang membawa akibat memabukkan” (Al Hadits).

Keharaman Khamar sudah sangat jelas, di dalam QS. Al Maidah ayat 90 Allah SWT menyatakan, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maa-idah,5:90) Ayat ini mengisyaratkan, bahwa seseorang yang dalam kondisi mabuk, berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib maka tergolong syaitan, karena sifat syaitani sedang mengusai diri yang bersangkutan.

Kalau khamar sudah dinyatakan haram, maka keberadaannya baik sedikit maupun banyak tetap haram. Suatu saat salah seorang sahabat mau mencoba mencampur khamar dengan obat, namun karena kehati-hatiannya maka ditanyakanlah tentang hal ini kepada Nabi Saw sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Nabi Saw bersabda: “Thariq bin Suwaid Ra bertanya kepada Nabi Saw tentang khamar dan beliau melarangnya. Lalu Thariq berkata, “Aku hanya menjadkannya campuran untuk obat”. Lalu Nabi Saw berkata lagi, “Itu bukan obat tetapi penyakit”. Bahkan lebih tegas lagi Nabi Saw menyatakan, “Allah tidak menjadikan penyembuhanmu dengan apa yang diharamkan” (HR Al Baihaqi).

Dalam hadits lain yang diriwayatkan Abu Daud, Nabi Saw menyatakan, “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit sekaligus dengan obatnya, oleh karena itu carilah obatnya, kecuali satu penyakit yaitu penyakit ketuaan”. Sedangkan, dalam hadits Riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi saw menyatakan, “Allah menurunkan penyakit dan menurunkan obatnya, diketahui oleh yang mengetahui dan tidak akan diketahui oleh orang yang tidak mengetahui”.

Betapa kerasnya peringatan ini yang dinyatakan, bahwa berjudi dan minum khamar adalah perbuatan syaitan, karena dia lambat laun dapat menghilangkan fungsi akal sehingga tidak mungkin yang bersangkutan bisa melaksanakan kewajibannya sebagai hamba-Nya. Sebaliknya, Allah SWT sangat menghargai orang-orang yang berhasil mengembangkan fungsi akalnya dengan benar sesuai dengan syariat-Nya. Allah SWT berfirman: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran” (QS.Az Zumar,39:9). Juga dalam firman-Nya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ‘Ulama” (QS. Faathir, 35:9).

Yang kelima, “melindungi harta”. Yakni dengan membuat aturan yang jelas untuk bisa menjadi hak setiap orang agar terlindungi hartanya di antaranya dengan menetapkan hukum potong tangan bagi pencuri. “Laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Qs. Al Maa-idah, 5:38). Juga peringatan keras sekaligus ancaman dari Allah SWT bagi mereka yang memakan harta milik orang lain dengan zalim, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka Jahannam) (QS. An Nisaa, 4:10).

Yang keenam, “melindungi kehormatan seseorang”. Termasuk melindungi nama baik seseorang dan lain sebagainya, sehingga setiap orang berhak dilindungi kehormatannya di mata orang lain dari upaya pihak-pihak lain melemparkan fitnah, misalnya. Kecuali kalau mereka sendiri melakukan kejahatan. Karena itu betapa luar biasa Islam menetapkan hukuman yang keras dalam bentuk cambuk atau “Dera” delapan puluh kali bagi seorang yang tidak mampu membuktikan kebenaran tuduhan zinanya kepada orang lain. Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat zina dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) dengan delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik”(QS. An Nuur, 24:4). Juga dalam firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat. Dan bagi mereka azab yang besar” (QS. An Nuur,24:23). Dan larangan keras pula untuk kita berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan dan menggunjing terhadap sesama mu’min (QS. Al Hujurat, 49:12).

Yang ketujuh, “melindungi rasa aman seseorang”. Dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang harus aman dari rasa lapar dan takut. Sehingga seorang pemimpin dalam Islam harus bisa menciptakan lingkungan yang kondusif agar masyarakat yang di bawah kepemimpinannya itu “tidak mengalami kelaparan dan ketakutan”. Allah SWT berfirman: “Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” (QS. Al Quraisy, 106:4).

Yang kedelapan, “melindugi kehidupan bermasyarakat dan bernegara”. Islam menetapkan hukuman yang keras bagi mereka yang mencoba melakukan “kudeta” terhadap pemerintahan yang sah yang dipilih oleh ummat Islam “dengan cara yang Islami”. Bagi mereka yang tergolong Bughot ini, dihukum mati, disalib atau dipotong secara bersilang supaya keamanan negara terjamin (QS. Al Maa-idah, 5:33). Juga peringatan keras dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Nabi Saw menyatakan, “Apabila datang seorang yang mengkudeta khalifah yang sah maka penggallah lehernya”.

Wallahu a’lam bish-shawab
READ MORE - Tujuan Syariat Islam